24 || Hujan

3.1K 388 9
                                    

[ REMAKE ]

.

.

Kebebasan keluar masuk kamar ini dinikmati oleh Renjun sepenuhnya.

Renjun memang masih bermaksud pergi, tapi tidak sekarang. Dia masih merasa trauma akan kejadian itu. Setidaknya di rumah ini dia akan aman, dengan Jisung yang masih mengawasinya diam-diam ketika dia mondar-mandir keluar kamar, terutama ketika dia berjalan-jalan di taman.

Sore itu, suasana rumah sangat sepi. Renjun berjalan menelusuri area lantai satu rumah itu. Rumah itu sangat luas dengan lorong-lorong yang tidak tahu akan menuju kemana, sepertinya tidak cukup satu hari untuk menjelajahi keseluruhan rumah itu.

Renjun berhenti di sebuah pintu yang terbuka dan sedikit mengintip. Dia terpesona menemukan rak-rak tinggi yang memenuhi dinding-dindingnya penuh dengan buku.

Dengan bersemangat Renjun memasuki ruangan itu, dan berdiri terkagum-kagum sambil mengamati buku-buku di dalam rak itu.

Jeno rupanya penggemar buku-buku sastra klasik, berbagai bacaan tampak menggoda siap untuk dinikmati

"Kau sepertinya suka membaca."

Suara Jeno mengejutkan Renjun, dia menoleh dan saat itu baru menyadari kalau Jeno duduk di sudut ruangan, di meja kerjanya yang besar dan mempelajari berkas-berkas perusahaannya.

Lelaki itu menatapnya dengan mata hitamnya yang tajam. Dengan angkuh Renjun mendongakkan dagunya, "Ya aku suka membaca, tetapi buku-buku mahal di sini termasuk yang tidak bisa kubeli." Renjun tanpa sadar mengernyit.

"Kau boleh membaca di sini." Jeno tampak sangat berbaik hati menawarkannya. Tapi sepertinya Renjun merasakan ada sesuatu di sana, sesuatu yang berbeda dan sedikit menakutkan baginya.

Keregangan sensual yang memenuhi ruangan ini terasa begitu tidak nyaman. Meskipun tawaran Jeno terasa begitu menggoda, Renjun tidak berani.

"Aku tidak akan mengganggumu."

Jeno mengangkat alis melihat Renjun tampak ragu-ragu. "Aku tidak akan mengganggumu, Rena."

Lelaki itu mengulang lagi kata-katanya, "Aku bahkan tidak akan berdiri dari kursi ini."

Renjun menatap Jeno curiga, "Tidak bisakah aku meminjam buku-buku ini dan membawanya ke kamarku?"

Jeno menggelengkan kepalanya. 'Oh, tentu saja bisa.' gumam Jeno
dalam hati.

Tetapi dia akan kehilangan kenikmatan menggoda Renjun, dia ingin Renjun terpaksa berada di ruangan ini bersamanya. "Tidak bisa, buku-buku itu mahal. Aku tidak yakin kau akan menjaganya dan tidak merusakkannya."

Kata-kata Jeno terasa menyinggung Renjun, Tetapi ajakan Jeno untuk membaca buku di ruangan yang sama terasa begitu menggoda. Dan lelaki itu jelas-jelas menantangnya.

Menyadari betapa besarnya ketegangan seksual diantara mereka, dan memaksa Renjun menunjukkan diri apakah akan menjadi pengecut ataukah berani menghadapi Jeno.

Renjun sedikit mengentakkan kakinya dan melangkah mendekati sofa, diambilnya salah satu buku di rak itu lalu duduk, dia berusaha tampil nyaman disana.

Jeno tersenyum. Kehadiran Renjun di ruangannya sangat menarik perhatiannya, dia bahkan tidak tertarik lagi akan pekerjaan di mejanya.

Jeno melipat kedua tangannya di meja lalu mengamati Renjun yang sedang berakting membaca itu dengan intens.

"Kenapa kau menatapku seperti itu?Renjun akhirnya mencetuskan apa yang ada di dalam pikirannya, Jeno sudah sejak beberapa menit lalu hanya duduk dan menatapnya.

Lelaki itu memang tidak mengganggu, bahkan lelaki itu sama sekali tidak beranjak daribtempat duduknya. Tetapi pandanganbmatanya yang intens dan penuhbgairah itu terasa sangat mengganggu. Membuat seluruh saraf tubuh Renjun mengejang ke dalam gelenyar panas yang membuat suhu ruangan ber-AC itu tiba-tiba terasa panas.

"Aku hanya ingin mengetahui seberapa jauh kau akan pura-pura berakting membaca. Setelah itu mungkin kau bisa menyadari betapa besarnya ketegangans eksual di antara kita." gumam Jeno dengan tenang, tidak bergeser sedikitpun dari tempat duduknya, dan tampak begitu mengancam.

Pipi Renjun memerah mendengar perkataan Jeno, dengan marah dibantingnya buku itu di sofa dan berdiri, "Kurasa sebaiknya aku pergi."

"Takut?" Jeno bertanya dengan nada mencemooh, "Kau takut kalau kau akan menyerah dalam pelukanku ya? Aku tadi menawarimu di sini, ingin melihat seberapa jauh kau berani berdua saja bersamaku di dalam satu ruangan. Ternyata kau lari ketakutan seperti kelinci yang akan dimangsa."

Tatapan Jeno kepadanya memang
seperti elang yang akan memangsa kelinci buruannya, dan Renjun
merasa sudah sewajarnya dia ingin menyelamatkan diri. "Aku akan keluardari sini."

"Kau memang harus keluar dari sini. Karena kalau tidak, pilihanmu hanya satu, yaitu berbaring di ranjangku."

"Itu hanya ada dalam mimpimu!" ucap Renjun setengah berteriak, lalu berlari ke pintu dan membanting pintunya keras-keras, disusul dengan tawa Jeno yang mengiringi kepergiannya.

•••

"Rena.."

Suara Jeno mengagetkan Renjun yang sedang termenung di balkon. Balkon yang sama dengan tempat dia dilempar oleh Jeno dengan cara mengerikan ke kolam di bawahnya beberapa waktu yang lalu.

Renjun menoleh dan mendapati Jeno sedang berdiri di ambang pintu balkon, dan menatapnya dengan tenang. Lelaki itu sepertinya baru saja pulang dari tempat kerjanya.

Renjun memang tidak tahu, karena dari balkon ini pemandangannya hanyalah halaman belakang dan kolam renang yang luas.

"Kenapa kau berdiri di balkon malam-malam begini?" Jeno
mengernyit mengamati hujan rintik-rintik yang turun makin deras, bahkan airnya bercipratan mulai membasahi Renjun yang memang berdiri sambil menatap halaman di bawah.

Sejak Renjun dibebaskan, inilah pertama kalinya dia bisa menikmati hujan secara langsung.

Dulu ketika dikurung di kamar putih, Renjun hanya bisa menikmati hujan dari jendela tanpa menyentuhnya. Sekarang dia bisa merasakan percikan air membasahi tubuhnya, dan itu terasa begitu luar biasa untuknya.

"Aku sedang menikmati hujan." Renjun membalikkan tubuhnya membelakangi Jeno, dan mencoba mengacuhkan lelaki itu.

"Kau akan membuat dirimu sendiri sakit." Jeno mulai menggeram, tampaknya lelaki itu menahan marah.

Renjun menoleh lagi dan menatap Jeno dengan menantang, "Entah apa yang kau katakan tentang memberikan kebebasan padaku itu bohong, atau kau memang suka mengatur-atur dan menggangguku. Aku bisa mengurus diriku sendiri dan kuharap kau tidak menggangguku."

"Oke." Tatapan Jeno kepada Renjun terasa membakar di suasana hujan yang begitu dingin itu, "Terserah. Silahkan buat dirimu sendiri sakit, aku harap kau tidak merepotkanku nantinya."

Lelaki itu membalikkan badan, tetapi setelah beberapa langkah dia memutar tubuhnya kembali dan menatap Renjun, "Setelah kau siap aku ingin bicara denganmu."

"Tentang apa?" Renjun mengernyitkan kening, dia mulai merasa terganggu dengan interupsi-interupsi dari Jeno.

Dia hanya ingin menikmati hujan tanpa gangguan. Tetapi Jeno tampaknya selalu muncul di saat yang tidak tepat dan mengucapkan kata-kata yang tidak tepat pula.

"Nanti, ini mengenai ulang tahunmu yang ke dua puluh lima."

Renjun tertegun. Ulang tahunnya yangke dua puluh lima memang sebentar lagi. Tetapi kenapa Jeno bisa mengetahui detail hari ulang tahunnya?

Renjun tertarik, tetapi dia akan memuaskan Jeno kalau dia mengikuti Jeno untuk berbicara dengannya.

Jangan-jangan memang itu tujuan Jeno, supaya dia tidak berhujan-hujanan dan mengikuti Jeno.

"Nanti aku akan menyusulmu kalau aku sudah puas disini."

Api menyala di mata Jeno, tampak jelas lelaki itu mencoba menahan diri, "Terserah. Nanti temui aku diruang kerjaku." suaranya lebih seperti geraman, kemudian membalikkan badan dengan marah.

#tbc

[✔] My Life Destroyer Man 🔞Where stories live. Discover now