28 || Selamat Tinggal

3K 388 10
                                    

[ REMAKE ]

.

Renjun termenung di kamarnya, seluruh kata-kata Jisung terngiang di telinganyabberulang-ulang.

Kisah tentang Nakamoto Renjun yang cantik dan sempurna, dan Jeno yang sangat mencintainya.

Jadi, selama ini dia hanya dipakai sebagai pengganti dari Injun. Entah kenapa perasaan sedih yang samar menyeruak di dada Renjun, terasa begitu menyakitkan.

Jeno menyekap dan mempertahankan dirinya di sini karena wajahnya mirip dengan Injun. Bahkan Jeno bercinta dengannya mungkin juga sambil membayangkan dia itu adalah Injun.

Kemiripan wajahnya dengan almarhum istri Jeno-lah yang menyelamatkannya. Mungkin, kalau tidak, dia sudah dibunuh dan dihancurkan oleh Jeno atas percobaannya melukai lelaki itu.

Ternyata bahkan gairah Jeno yang meluap-luap itu bukan ditujukan kepadanya. Dia hanyalah sosok pengganti dari perempuan yang benar-benar dinginkan oleh Jeno.

"Aku berani bertaruh bahwa pikiran-pikiran yang buruk sedang berkecamuk di kepalamu yang mungil itu."

Karena sibuk dengan pikirannya, Renjun tidak menyadari kedatangan Jeno. Renjun mengamati Jeno dari bawah ke atas, lelaki itu tampak lelah.

"Aku ingin segera keluar dari sini,setelah aku mengetahui semuanya, kau tidak berhak lagi memanfaatkanku dan menahanku di sini." Renjun mendongakkan dagunya dengan angkuh.

Jeno melangkah mendekat, berdiri di sofa depan Renjun duduk, dan menatapnya tajam. "Kupikir semalam kita sudah mencapai kesepakatan."

"Semalam terjadi karena kau mengancamku!!" napas Renjun terengah menahan emosi, "Sekarang aku sudah kembali ke pikiran warasku."

"Tidakkah kau ingin bersamaku, Rena?. Kita begitu cocok di ranjang. Kau dan aku, kita bisa menjalin hubungan saling menguntungkan."

"Aku menolak untuk dimanfaatkan untuk menjadi pengganti siapa pun."

"Kau bukan pengganti siapapun" teriak Jeno menyela. Mereka berdiri berhadap-hadapandan saling mengukur kekuatan masing-masing.

Akhirnya Renjun berkata, "Aku sudah mengetahui semua kebenarannya Jeno. Aku memang bersalah mencoba mencelakaimu. Tetapi itu tidak penting lagi. Kau memang bersalah atas kematian kedua orang tuaku, dan aku berhak merasa benci dan dendam kepadamu. Tetapi kau Juga sudah menyelamatkan nyawaku, jadi aku menganggap kita impas. Kalau kau melepaskanku, aku berjanji tidak akan muncul dalam kehidupanmu lagi dan tidak akan pernah berusaha mencelakaimu lagi."

Renjun menatap Jeno sungguh-sungguh, "itulah penawaran terbaik yang bisa kuberikan."

"Penawaran katamu?" Jeno mengibaskan tangannya jengkel, "Kau boleh berprasangka dengan semua kebencian tak beralasanmu itu. Yang harus kau tanu, semua yang kaupikirkan di dalam kepala cantikmu itu salah."

"Aku tahu mana yang salah danbenar Jeno. Dan kali ini aku sungguh-Sunggun." Renjun menatap Jeno dengan tatapan mengancam.

"Pilihanmu hanya dua. Melepaskanku, atau mendapati aku mati."

•••

Jeno melangkah memasuki kamar putih itu, dan menemukan Renjun terbaring lemah di ranjang.

"Kenapa kau tak memakan makananmu?" Jeno mendesis menahan kemarahannya, "Apakah kau ingin membunuh dirimu sendiri?"

Renjun membalikkan badan menatapnya, membuat Jeno mengernyit, wajah Renjun tampak pucat dan bibirnya kering, perempuan itu juga tampak lemah.

"Kau harus memakan makananmu Rena, kalau tidak kau akan sakit dan membahayakan dirimu sendiri."

Renjun menggelengkan kepalanya dan memalingkan wajah dari Jeno.

Jeno mengacak rambutnya frustrasi. "Oke, Kau mau apa? Kau ingin bebas? Baik! Kau akan dapatkan apa yang kau mau, asalkan kau mau makan!"

Pernyataan itu membuat Renjun menolehkan kepalanya lagi menatap Jeno. Dia berdehem, tenggorokannya terasa kering membuatnya susah berbicara, perutnya terasa nyeri, dan kepalanya pusing."Kau..berjanji?" gumamnya lemah.

Jeno menatap Renjun marah, "Kau pikir aku bisa berbuat yang lain? Aku berjanji, kau bisa pegang janji seorang Lee Jeno. Sekarang, biarkan aku membantumu minum!"

'Semudah itu?'

Sambil berdehem kembali karena tenggorokannya sakit, Renjun berusaha menantang tatapan marah Jeno dan membaca arti yang tersirat di dalamnya.

Ya, Lee Jeno selalu menjunjung harga dirinya, dia tidak akan mengingkari janji.

Setelah merasa yakin, Renjun menganggukkan kepalanya.

"Astaga Rena." Jeno mendesah lega, meraih gelas air putih yang tak tersentuh, tak jauh dari ranjang, lalu duduk di samping ranjang dan membantu Renjun duduk, "Kau bisa minum"

Renjun haus sekali, dan keinginannya yang paling besar adalah langsung minum dari gelas itu dengan sekali teguk.

Ketika menerima gelas itu, Renjun langsung meneguknya dengan rakus, tetapi berhenti di tegukan pertama karena tersedak dan sakit di tenggorokannya.

"Pelan-pelan." bisik Jeno lembut, sembari menjauhkan gelas itu dari Renjun, "Dasar gadis keras kepala." gerutunya, lalu meneguk minuman digelas itu.

Selanjutnya yang terjadi sama sekali tidak disangka-sangka oleh Renjun. Jeno duduk menerjangnya dan melumat bibirnya, sekaligus mengalirkan air minum itu ke tenggorokannya.

Air minum itu meluncur dengan mulus ketenggorokan Renjun, membasahinya yang kehausan. Sejenak, ketika air itu telah seluruhnya berpindah, Jeno masih bermain-main di bibir Renjun, mempermainkannya.

Kemudian, sedikit terengah, Jeno melepaskan bibir Renjun. Mereka duduk dengan wajah berhadapan, dan sangat dekat hingga nafas panas mereka bersanutan.

Lalu dengan gerakan tiba -tilba, Jeno menjauhkan tubuhnya dari Renjun dan menatapnya tegang, "Besok Daehwi akan membantu mengemasi pakaianmu dan Jisung yang akan mengantarkanmu pulang."

"Aku tidak mau membawa apapun darisini, aku datang kesini tanpa membawa apapun, dan begitupun ketika aku keluardari sini."

Jeno mendesis tajam, "Aku memaksa Rena, dan jangan bermain-main dengan kesabaranku."

Renjun terdiam. Jeno membebaskannya, itu sudah cukup. Dan kalau konsekuensinya Renjun harus bertoleransi dengan sikap arogan lelaki itu, mungkin itu cukup sepadan.

•••

Pakaian-pakaian yang dibelikan Jeno untuknya sangat banyak hingga membutuhkan tiga koper besar untuk mengepaknya, belum lagi satu koper besar berisi perhiasan dan aksesoris seperti koleksi sepatu dan tas yang bahkan tidak sempat Renjun pakai.

Pegawai Jeno sudah mengatur barang-barang itu dengan rapi di bagasi, dan Jisung sudah berdiri di sisi
mobil, mempersilahkan Renjun masuk untuk diantar pulang.

Renjun melirik ke arah rumah besar itu, Jeno tidak ada dari pagi tadi, lelaki itu pergi entah kemana tadi pagi-pagi sekali dan Renjun tidak berani bertanya kepada Jisung.

Seharusnya Renjun berbahagia, tetapi entah kenapa dia tidak bahagia. Rasanya menyesakkan dada dan menyedihkan entah kenapa. Dan Renjun menahan diri kuat-kuat atas dorongan emosi yang membuatnya ingin menangis.

Dengan cepat, tanpa berani menoleh ke arah rumah Jeno, Renjun memasuki mobil hitam itu. Jisung menutup pintu penumpang dan duduk di kursi supir bersama seorang bodyguard lain.

Pelan, mobil itu meluncur melalui taman besar di halaman Jeno dan melewati gerbang.

Detik itulah Renjun memberanikan diri menatap rumah Jeno, mungkin ini akan jadi yang terakhir kalinya. Dia menyerap pemandangan rumah itu dan mengenangnya, sampai kemudian pintu gerbang hitam yang tinggi itu tertutup, menghalangi pandangannya. "Selamat tinggal Lee Jeno."

Renjun mengusap setitik air mata di sudut matanya. "Setelah ini aku tidak akan memikirkanmu lagi."

.

.

End?

[✔] My Life Destroyer Man 🔞Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora