39 || Pernyataan

5.8K 428 14
                                    

[ REMAKE ]

.

.

Wajah Renjun tampak sedih sekaligus
kuat membalas tatapan Jeno yang membara.

"Aku tidak bisa hidup hanya sebagai boneka pengganti seseorang. Aku juga punya kepribadian sendiri dan aku lelah."

Kemarahan Jeno yang semula akan meledak, seketika langsung surut mendengar perkataan Renjun.

KenapaJeno tidak menyadarinya? Yang diinginkan Renjun hanyalah pengakuan bahwa dia bukanlah pengganti Injun.

Hanya itu.

Dan Jeno bodoh karena selama ini tidak menyadarinya. Jika memang itu yang diinginkan Renjun, maka dia akan..

"lkut aku!"

Jeno mengambil tangan Renjun dan membawanya keluar kamar, dia setengah menyeret Renjun yang kebingungan menuruni tangga dan langsung menuju sayap kebun mawar.

Sayap rumah di mana lukisan Injun terpasang rapi di balik pintu bernuansa emas itu.

Para pelayan tampak mengintip mendengar keributan itu, bahkan Jisung juga muncul dari depan dengan waspada. Tetapi kemudian langsung mundur ketika menyadari bahwa Jeno membawa Renjun ke sayap rumah itu.

Jeno berhenti menyeret Renjun
ketika mereka berada di depan pintu
kamar emas itu, "Kau ingin jawaban bukan?"

Jeno melangkah masuk dan kemudian keluar lagi sambil membawa lukisan Injun yang semula
tergantung di dinding.

Lalu melangkah dengan langkah berderap marah meninggalkan Renjun. Dengan segera Renjun mengikutinya, dia ingin tahu apa yang akan dilakukan Jeno kepada
lukisan itu.

Jeno melangkah ke halaman belakang, dan membanting lukisan itu di tanah.

"Jangan!"

Terlambat. Jeno sudah menyalakan
api untuk lukisan itu, dan dalam sekejap api itu sudah membakar kain kanvasnya yang rapuh. Seluruh lukisan Injun yang sedang hamil muda dan tersenyum itu habis menjadi arang tipis kehitaman yang dilalap oleh api dengan begitu ganas.

Renjun berdiri terpaku menatap sisa pembakaran itu dan menoleh menatap Jeno dengan bingung, "Kenapa kau melakukannya?"

"Karena... "

Jeno tiba-tiba meraih Renjun dan merenggutnya ke dalam pelukannya.  Bibir Jeno melahap bibir Renjun seolah-olah akan mati kalau tidak mencecapnya. Lidahnya
menjelajah dengan bergairah, mencicipi seluruh rasa manis Renjun yang sudah lama tidak dicecapnya.

Jeno memuaskan kerinduannya, amarahnya, dan rasa frustrasinya dalam ciuman itu. Sebuah ciuman menggelora yang hanya dilakukan oleh pasangan yang luar biasa rindunya.

Ketika Jeno melepaskan ciumannya yang membara itu, tubuh
Renjun lemas hingga Jeno harus
menopangnya.

Dengan gerakan tegas, lelaki itu mengangkat dagu Renjun dan
menghadapkan ke arahnya."Nyonya Renjun Lee, aku mencintaimu, sungguh mencintaimu sebagai Renjun yang menjengkelkan, keras kepala dan selalu menentangku."

Renjun menganga mendengarnya,
dia hanya tidak tahu harus bersikap
bagaimana ketika mendengar ucapan yang selama ini dia inginkan.

"Kau tersimpan di hatiku, Rena"
dengan lembut Jeno membawa
tangan Renjun ke dadanya, "Hati ini dulu sudah ku buang jauh-jauh
ke dasar, tapi kau membawanya ke
permukaan lagi dan meletakkan dirimu di sini. Aku tidak bisa mengeluarkanmu dari sini setelahnya."

Jeno menatap lukisan yang sudah terbakar habis itu, dan melanjutkan, "Aku pernah mencintai Injun sebelumnya. Tetapi sekarang, dia hanyalah kenangan yang harus kuhormati. Hanya itu. Cintaku kepadanya sudah pergi pelan-pelan seiring berjalannya waktu, dan kutegaskan padamu Nyonya Renjun Lee, aku memperistrimu bukan karena kau harus menggantikan siapapun, aku memperistrimu karena aku mencintaimu, dan ternyata kita sangat cocok di ranjang. itu merupakan suatu bonus untukku. "

"Jeno." pipi Renjun memerah, berusaha menahan Jeno agar
tidak mengucapkan kata-kata vulgar
yang lebih parah.

Mereka ada di ruang terbuka dan Renjun tahu para pelayan yang terkejut dengan kehebohan itubsedang berkumpul di sudut-sudut, berusaha menguping dan mencari tahubapa yang sebenarnya terjadi.

Jeno menghentikan ucapannya
dan menyadari bahwa banyak yang
mengintip mereka dengan diam-diam, tetapi dia tak peduli lagi.

"Sekarang waktumu untuk menjawab, Nyonya Renjun Lee!"

Jeno berdiri sambil menatap Renjun
dengan tatapan arogannya. Sejenak munculah dorongan hati Renjun untuk melawan Jeno. Rupanya Jeno
menyadari niat Renjun entah dari
ekspresi wajahnya, atau mungkin dari
kilatan matanya, "Jangan coba-coba membantah! Aku tahu kau juga mencintaiku."

Renjun terkejut sekaligus bingung atas perkataan Jeno mengenai perasaannya barusan, "Darimana kau berkesimpulan seperti itu?"

"Aku mendengar pengakuan itu langsung dari bibirmu." Jeno tersenyum puas menatap Renjun yang kebingungan, "Ketika kau terbaring koma, kau berkali-kali mengigau dan mengucapkan 'aku mencintaimu Jeno' berulang-ulang dengankerasnya hingga semua dokter dan suster mendengarnya."

Sebenarnya Renjun hanya
mengucapkan satu kali, dan hanya
Jeno yang mendengarnya, tetapi itu
sungguh memuaskan ketika Jeno
melihat wajah Renjun yang makin memerah karena malu mendengar kata-katanya.

"A-aku tidak mungkin mengucapkan itu. Mana buktinya?"

Jeno bersedekap dan menatap
Renjun dengan puas, "Para dokter dan suster bisa menjadi saksi." dia mulai merasa geli melihat ekspresi Renjun yang tampak sangat malu.

"Mu- Mungkin itu akibat pengaruh
obat saja!" Renjun berusaha
menghindari tatapan Jeno, dia
merasa sangat malu.'Benarkah aku meneriakkan kata-kata cinta kepada Jeno ketika aku sedang tidak sadar? Jika benar, aku bersumpah tidak akan pernah ke rumah  sakit itu lagi!'

Jeno terkekeh melihat ekspresi
Renjun yang berubah-ubah, dengan
lembut dirangkumnya wajah Renjun
di kedua tangannya, "Rena, kau sungguh keras kepala. Disini aku,
seorang Lee Jeno menyatakan
cintanya kepadamu, dan kau bahkan
masih menyangkal perasaanmu
kepadaku?" diiringi kekehan geli,
Jeno mencium Renjun gemas
dan melanjutkan, "Katakan kalau kau mencintaiku."

Renjun mengerang dalam hati
merasakan ciuman itu, Jeno curang
telah memanfaatkan pesona tubuhnya untuk memaksa Renjun agar mengakui perasaannya.

"Katakan Rena."

Ketika Jeno mengigit bibirnya
lembut dan melepaskannya, Renjun
setengah menjerit, dan setengah
mengerang, "Yal!" Seru Renjun
hampir berteriak marah karena didesak, "Aku mencintaimu Lee Jeno!"

Jeno tersenyum dan langsung melumat bibir Renjun, memuaskan gairahnya dengan mencium Renjun lagi, dan lagi tanpa ampun.

Para pelayan hanya menatap takjub
kepada Tuan dan Nyonya mereka yang berciuman dengan mesra di taman.

Jisung pun yang mengamati sedari tadi tersenyum samar, lalu membalikkan badannya memasuki rumah dengan perasaan lega.

Lega karena Tuannya, akhirnya menemukan cahaya yang membawanya kembali kepada
kebahagiaan.

.

.

.

-- T A M A T --

[✔] My Life Destroyer Man 🔞Where stories live. Discover now