Pillow talk

9.9K 2.6K 487
                                    

Iya, single bed itu kini di isi dua orang yang saling diam menatap langit-langit, berbagi selimut dan kasur yang hanya dimaksudkan untuk satu orang.

Tidak ada percakapan, kantuk dan lelah tiba-tiba lenyap menyisakan canggung serta debaran jantung.

"Udah ada sinyal belom?" Ajeng membuka pembicaraan.

"Belum, tapi gue udah chat Naresh sama Haikal nama penginapan ini biar disusulin besok pagi." Jawab Rendy.

"Oh Okay."

Ajeng menarik nafas panjang.

"Gue ketemu lo di makrab fakultas tahun lalu. Lo inget gak gue nanya 'Kita satu SMA kan?' Lo cuma ngelirik gue terus ngangguk." Kenang Ajeng.

"Hm, gue heran elo ada di arsi, di Makassar, seinget gue elo pindah sekolah pas naik kelas tiga."

Ajeng senang, ternyata Rendy tahu, ternyata Rendy ingat.

"Gue selalu pengen balik ke kuliah di Sulawesi, ya gue lahir dan besar di sini. Gue punya banyak kenangan di sini," Ujarnya.

"Tapi baru setahun lebih gue tinggal, di sini banyak berubah Ren."

Ajeng menggantungkan kalimatnya lalu berbalik menatap Rendy.

"Termasuk orang di samping gue. I don't know what happened with your life Ren, tapi seinget gue selalu ada senyum di muka elo. Sekarang kemana?"

Rendy hampir tersenyum mendengar pertanyaan itu.

Iya, begitu banyak yang hal yang mengubahnya, sikapnya, cara pandangnya, hingga menghasilkan Rendy hari ini.

"Hilang." Jawaban singkat dengan nada pelan itu bahkan terdengar menyakitkan meski Ajeng tidak tahu cerita di baliknya.

"Dihapus sama penghianatan."

"Lo diselingkuhin?" Ajeng membelalak.

"I don't even have a girlfriend."

"So?"

Rendy ikut berbalik hingga kedua wajah itu berhadapan dekat.

Mata pemuda itu terlihat samar tapi Ajeng tahu ia menyimpan luka, Ajeng memberanikan diri membelai pipinya, memberikan senyum paling tulus untuk Rendy.

"Kalau lo mau, lo bisa cerita kok Ren."

"Mama Jeng,"

"Hm?"

Ajeng menaikkan sebelah alisnya.

Rendy mengigit bibirnya sendiri seolah menahan sakit, nafasnya mulai memburu, entah kenapa tiba-tiba ia ingin menangis mengucapkan kata itu?

Mama.

Ajeng dibuat ternganga dengan apa yang baru saja di dengarnya dari mulut Rendy sendiri.

Kalau ia jadi Rendy mungkin senyum itu juga akan hilang, cinta yang tadinya berwarna merah akan jadi keruh, kehilangan rasa percaya dan merasa dipencundangi semesta.

"Makasih udah mau cerita."

"Hm. Kalau elo juga mau cerita gue bakal dengerin Jeng, I'm all ears."

Ajeng terkekeh.

"Gue gak tau mau cerita apa sama lo Ren jujur,"

"Mungkin soal kenapa elo pindah?"

Ajeng bernafas berat, ia yang tadi menatap Rendy kini mendongkak kembali menatap langit-langit kamar.

"Bangkrut, bokap gue dipecat, nyokap gue gak ada project, Abang gue baru rintis usaha dan kurang modal. Bangkrut keluarga gue Ren, kita semua ke Jakarta ngarep sama Abang gue tapi lama-lama huuu berat, semuanya jadi berantakan, bokap lari sama selingkuhannya, stress tau ga lo?"

Rendy mencari-cari tangan Ajeng, pemuda itu rasanya ingin mengenggam jemari dan memberinya dorongan.

"Kok bisa elo tetep kayak gini Jeng? Lo kuat banget."

Ajeng tertawa.

"Tiap orang punya masalah, tiap orang beda-beda ngehadapinnya. Ada yang marah sama semuanya sampai marah sama dirinya sendiri kayak elo, dan ada yang ngebiarin semuanya mengalir aja kayak gue."

Rendy terdiam, ia pikir ia satu-satunya yang dapat penghianatan dari orang yang paling dekat dengannya, ternyata gadis di sebelahnyapun sama.

"Gue mikir mereka jahat banget Jeng, jahat banget sampai bikin gue takut buat suka sama orang," Ajeng tersentak mendengar kalimat itu keluar dari mulut Rendy,

"Gimana kalau nanti gue ngasih semua kepercayaan gue sama orang asing dan dihianatin lagi? Itu... orang asing, bahkan nyokap gue aja kayak gini, gimana orang asing?"

"Hm bener." Jawab Ajeng singkat.

"Katanya cinta pertama anak perempuan itu bokapnya ya?"

Rendy menatap Ajeng lama, tangannya seperti tidak mematuhi perintah kepalanya untuk diam, tangan Rendy malah menyingkirkan anak rambut Ajeng ke belakang telinga pelan.

Dan sungguh bibirnya tidak bisa diajak kompromi, mereka malah tersenyum.

"Sakit hati lo pasti lebih parah dari gue. Kasihan, Sini."

Rendy melebarkan lengannya, membawa Ajeng ke dalam pelukannya yang hangat, beberapa elusan lembut membuat Ajeng nyaman dan tertidur cepat.

Entah mimpi atau nyata, malam itu ditutup dengan kecupan Rendy dan bisikan semoga mimpi indah di telinganya.

Hah, ini sih gak nyata. Ini sih mimpi.

"Hidup kita udah buruk, jadi mimpi indah Jeng."

Cup!

Malam itu Ajeng tahu alasan dibalik berubahnya seorang Rendy saputra, Ajeng tahu betapa hangatnya seorang Rendy saputra dan Ajeng tahu ia harus melakukan apapun demi membuat Rendy merasa tidak tersakiti sendiri meski harus berbohong...

Tentang keluarganya yang sebenarnya baik-baik saja. 


-To be continued -

(Don't forget to touch the stars Button if you like the story 😊 👉🌟)

LOVECHITECWhere stories live. Discover now