Taruh

6.3K 1.6K 82
                                    

Panggilan Ajeng membuat Rendy yang sibuk mengatur peralatan kuliahnya kini menegang, giliran ditelepon tadi gak diangkat, giliran Rendy sudah santai begini baru Ajeng menelponnya balik.

"Huuuu," Rendy membuang nafas berat.

"Dah bangun lo? Kebo banget sih Jeng! Dari tadi gue teleponin! Udah di kos?" Terdengar tawa Ajeng di ujung panggilan.

"Udah bangun, maaf ya Ren ketiduran."

"Lo di jalan? Gak nginep di kos Nada?" Rendy mendengar beberapa suara kendaraan, tandanya Ajeng tidak di ruangan, mungkin ia di jalan pulang.

"Enggak, lagi di jalan ini, bentar lagi nyampe."

"Ya udah nanti gue telepon balik aja kalau lo udah nyampe kalau gitu." Saran Rendy, tanpa tahu sudah ada mobil di depan kontrakannya yang berhenti dan menurunkan Ajeng untuknya.

"Gimana kalau lo keluar aja? Gue di depan soalnya."

Rendy berusaha mencerna kata-kata Ajeng, sekarang hampir jam 3 dan Ajeng bilang ia di depan?

Mustahil sekali, tapi mengingat tadi ada suara klakson jadi bisa saja.

"Ren? Masih disitu? Kalau lo ga mau keluar, gue nebeng lagi nih pulang sama Taro."

Rendy bergegas bangkit.

"Elo beneran di depan? Ya ampun Jeng ini jam 3 pagi lo.gi.la!"

Ajeng mana peduli, katanya sebagai maaf dari telepon Rendy yang tidak sempat terangkat, tapi kedatangannya membuat Rendy tercekat.

"Tada surprise~" Ajeng benar-benar di depan gerbangnya, melambai pada Taro untuk segera pergi.

Rendy tidak mungkin membawa Ajeng masuk, tidak bisa juga membawanya jauh, jadi pemuda itu mengajak Ajeng menyusuri jam tiga pagi dengan langkah kecil menuju minimarket 24 jam untuk sebuah pop mie hangat dan kopi.

Pakaian Rendy santai, kaos putih polos, celana hitam pendek, buram matanya kian hari bertambah, kalau tidak pakai kaca mata sayang sekali keindahan tengah malam Ajeng di lewatkannya, untung ia memakainya.

"Lo kok bisa ke sini jam 3 pagi?"

"Pengen aja. Hehe," Cengirnya tanpa dosa.

"Sia-sia banget kalau gue melewatkan obrolan tengah malam dengan Rendy yang bahkan sok romantis ngasih gue lagu cuma buat ijin buat nelpon kayak... uh gemes. Peluk yah?"

"Gak mau."

Ajeng melengkungkan bibir.

"Padahal lo cukup nelepon gue balik, ada yang mau gue omonngin sebenarnya tapi gue ga bisa kalau ketemu langsung gini." Bisiknya.

Rendy menghela nafas.

"Habisin, terus gue anter balik, gue ambil jaket dulu."

"Aye, aye captain!"

Tepat di persimpangan mau ke kontrakan, ada lampu jalan yang kedap-kedip, Nareshta sudah pernah memperbaikinya tapi tetap saja begitu.

Ajeng menghentikan langkahnya tepat di bawah lampu itu dan mendongkak.

"Rusak itu."

"Oh. Eh Ren, ngomong-ngomong lo mau ngobrolin apa sih? Langsung aja, toh gue udah di sini."

"Gak, telepon aja!"

"Ayolah Ren. Soal apa? Kasih gue clue."

Rendy berdehem dan mengusap tengkuknya.

"Perasaan lo yang gak gue bales?" Ucapnya ragu.

Ajeng yang tadinya ceria, tersenyum sangat lebar jadi terdiam kaku.

LOVECHITECWhere stories live. Discover now