Isi hati Taro

5.8K 1.6K 33
                                    

Brak! 

Pintu kamar dengan sticker besar bertuliskan 'welcome to teknik area' tertutup kasar pukul dua pagi bersamaan dengan Haikal yang ditendang keluar kamar oleh Rendy. 

Setengah linglung pemuda itu duduk di ruang tengah, masih ada Keenan dan Leo yang termuda dikontrakan itu bermain PS keluaran terbaru disana, Haikal duduk ditengah-tengahnya menopang dagu kebingungan.

"Bang Haikal kenapa?" Tanya Keenan.

"Diusir Rendy, tapi gue bingung kenapa."

"Bang Rendy butuh privasi kali."

Haikal tersentak. 

"Mau colay dia? Di WClah anjir!"

"Colay apa?" Keenan polos, kepalanya cepat dibelokkan Leo menghadap layar kembali, Haikal ini cangkemannya memang kadang tidak dijaga.

Sementara di dalam kamar Rendy bergerak gelisah, ponselnya dikunci dan dibuka kembali, kontak Ajeng gugup ditekannya, bunyi nada sambung menambah degup jantungnya. 

Sekarang pukul dua pagi, Rendy ragu Ajeng sudah tidur, paling baru sampai kos atau masih di kampus.

"Anjir, gak diangkat?" Rendy memekik bingung.

Percuma mengumpulkan keberanian kalau panggilan itu diabaikan? Atau Ajeng tidak menangkap maksudnya saat Rendy menyuruh gadis itu mendengarkan lagu can I call you to night?

"Ya ampun Ajeng, gue mau nelpon lo!"

Sekali lagi Rendy mencoba peruntungannya dan...

"Halo? Halo?"

"Ini siapa? A...jeng mana?"

"Tidur, ini Tanu temennya," Taro melirik nama Rendy dilayar ponsel Ajeng.

"Oh Rendy? Gue bangunin nih anaknya?"

"Eh gak usah. Dia dimana sekarang?"

"Kosan Nada."

"Oh ya udah deh."

Rendy memutuskan sambungannya, padahal hatinya sudah siap dengan berbagai penjelasan mengapa ia tidak membalas, semua tugas kuliahnya dirampungkan awal, bahkan teman sekamarnya ditendang keluar tapi sia-sia Ajeng tertidur, tidak tahu ia akan menelponnya malam ini.

"Terus Taro, ini udah jam dua pagi. Di kosan cewek? Yang bener aja ya!" Rendy menelan marahnya, kembali menyadarkan diri iya bukan siapa-siapa.

"Kal, masuk!" Kepala Rendy menyembul keluar.

"Dah kelar colay lo?"

"Gue gak colay!"

Leo dan Keenan tertawa, Rendy dan Haikal selalu bertengkar kecil tapi sampai detik ini hampir 2,5 tahun Rendy dan Haikal selalu betah dalam sebuah kamar, tidak berniat mengganti teman sekamar, sungguh persahabatan yang sulit dipahami.

***

Nada dan Ajeng tidak sengaja tertidur, niatnya hanya meluruskan badan tapi memejamnya kebablasan hingga sejam, maka Taro-lah yang mengerjakan sisanya.

Ponsel Ajeng yang tadi diangkatnya menyita perhatian, matanya menatap sang pemilik yang sudah larut di alam mimpinya.

Taro dalam lubuk hatinya yang paling dalam tidak ingin membangunkan Ajeng apalagi memberitahunya Rendy menelepon tanpa tujuan, gadis itu akan kesenengan.

"Je," Jemarinya mengusap surai hitam Ajeng.

"Lo tahu ga sebulanan ini gue seneng lo kebanjiran tugas? Lo jadi lebih sering sama gue daripada sama Rendy. Gue happy di deket lo, ngeledekin elo udah mirip panda China, kurang pake baju hitam putih doang, ngasih elo headlock padahal cuma pengen nyium aroma shampo elo yang gue bawa sampe mimpi."

Taro bermonolog, objek di hadapannya indah, Taro selalu berharap ia bahagia.

"Lo ngelakuin semuanya buat Rendy dari Ajeng yang gue ga tahu kenapa masuk arsi jadi Ajeng cinta arsi, dan elo akhir-akhir ini kenapa sih udah gak mau repotin Rendy lagi? Elo bilang kasian dia juga banyak tugas, sesayang itu yah Jeng sama Rendy? Hem?"

Taro menopang pipinya, ia tidak kurus kebanyakan begadang, malah tambah tembem, terima kasih indomie goreng.

"Lo masang alarm jam dua tadi, udah tahu ya bakal ditelepon Rendy? Maaf gue matiin karena ga mau bangunin elo, pasti kalian mau ngobrol penting? Atau sekedar cerita kosong? Tapi gue tahu selama panggilan itu elo gak bakal berhenti senyum. Tapi... gue gimana Jeng?"

Taro menggeleng cepat, kalau hanya persahabatan membuat Ajeng bahagia tentu Taro akan melakukannya, ia tidak perlu hubungan di tingkat selanjutnya, mungkin terdengar bullshit tapi Taro ikhlas Ajeng bahagia dengan siapapun yang penting itu tidak menyakitinya.

"Ajeng, eh Ajeng! Je! Nada! Nad! Bangun woy, gila kalian, gue disuruh detail sendirian. Bangun, woy!"

Perlahan Ajeng membuka matanya mendapati Taro sudah melipat wajah kesal ditinggal tidur kedua sahabatnya.

"HP gue mana?" Benda itu yang pertama dicarinya.

"Tuh atas meja, tadi Rendy nelepon—"

"Kok lo ga bangunin gue!?" Taro tersentak karena tiba-tiba Ajeng bangkit, melotot dan memberikan ekspresi ingin membunuhnya.

"Ya ampun, alarm gue juga kenapa gak bunyi? Aaaaaa gue melewatkan kesempatan emas berbicara tengah malam dengan Rendy Saputra dan itu gara-gara—"

Mulut Ajeng disumpal roti tawar.

"Gue gak tega bangunin lo, lo kalau tidur mirip bayi,"

Ajeng mengulas senyum bahagia.

"Bayi unta."

"Setan!"

Nada wasit mereka belum bangun jadi pergelutan itu berlangsung sengit dengan saling menoyor kepala dan melempar bantal.

"Lo mau balik ga? Gue ikut ya?"

"Lo nginep aja jir. Kosan lo jauh!"

"Kontrakan Rendy deket. Gue mau nyamper Rendy bentar, nanti Rendy yang anterin balik."

Taro sempat terdiam namun kemudia jahil mengacak-acak wajah Ajeng.

"Genit, nyamperin laki tengah malem, ih!"

-To be continued -

Another best comment


(Don't forget to touch the stars Button if you like the story 😊 👉🌟)

LOVECHITECWhere stories live. Discover now