Second chance exist

5.3K 1.3K 188
                                    

            Taro datang dengan segelas air, pemuda itu meyakini kebanyakan menangis pasti akan membuat dehidrasi karena itu ia membawakan suplai untuk Ajeng yang masih meringkuk membasahi bantalnya dengan air mata.

"Gue keluar dulu beli mie ayam." Pamit Nada, gadis itu sempat mengelus puncak kepala Ajeng sebelum keluar meninggalkan Taro yang sudah duduk di samping kasur memandangi punggung Ajeng.

"Je, minum dulu." Pintanya.

"Hem, taro aja."

"Minum sekarang ih. Je?" Pada akhirnya Taro menarik pelan Ajeng untuk duduk.

Katanya waktu maksimal orang menangis itu 16 menit, iya sih 16 menit terus berhenti 10 menit, terus nangis lagi 16 menit begitu terus hingga membuat wajah Ajeng berantakan tak karu-karuan dengan mata bengkak.

"Jelek banget lo."

"Mana ada cewek kalau nangis cakep? Ih!"

Melihat Ajeng melawannya membuat Taro terkekeh setidaknya perempuan itu sudah tahu kalimat lain selain 'Aku minta maaf Ren' yang dilafalkannya berulang-ulang hingga ikut menyakiti hati Taro yang mendengarnya.

"Udah?"

"Hem." Ajeng menyerahkan gelasnya.

Kedua teman dekat itu duduk dalam hening, Taro bersandar di pinggir kasur, mereka tidak bertemu mata tapi saling berbicara dari hati ke hati.

"Jadi sekarang gimana? Elo? Rendy?"

Ajeng yang tengah memeluk lututnya menggeleng, ia sungguh tidak tahu bagaimana kelanjutan kisahnya.

Rendy memang marah, marah besar tapi ia tidak bilang tentang hubungan yang berlanjut atau hubungan yang diakhiri.

"Gak tau Tar, gak tau gue."

"Elo maunya gimana? Elo? Rendy?"

"Happy ending?"

Taro tertawa remeh mendengar jawaban gadis itu, ia tahu Ajeng kadang selfish tapi Taro tidak menyangka Ajeng segois itu hingga masih berharap akhir yang bahagia.

"Je, Gue tuh selalu bilang sama diri gue sendiri, walaupun kedengarannya bullshit tapi gue ikhlas elo sama siapapun, asal dia gak nyakitin elo,"

Taro mengungkapkan apa yang ada di hatinya sejak Rendy memproklamirkan Ajeng sebagai kekasihnya.

"Tapi Je," Pemuda itu mengubah posisi duduknya, ia mendongkak menatap Ajeng yang ada diatas tempat tidur.

"Rendy nyakitin elo, elo juga nyakitin Rendy. Kalian saling menyakiti. Terus... elo pengen happy ending?"

Tangan Ajeng terulur mengelus puncak kepala Taro, pemuda itu pria yang baik, tulus, meski sering jahil padanya tapi Taro selalu ada untuk Ajeng dalam keadaan apapun.

Meski ia telah mematahkan hati Taro, tapi Taro tetap disana bukan sebagai pria yang merahap cinta Ajeng tapi sebagai sahabatnya.

"Tar, Happy ending bukan berarti gue sama Rendy kudu bareng lagi, pacaran lagi, susah ngelanjutin hubungan yang udah krisis kepercayaan. Menurut gue happy ending saat Rendy maafin gue dan hidupnya berjalan lagi tanpa menyimpan sakit hati apapun meski gue gak di sampingnya lagi." Jawaban Ajeng membuat Taro bangkit mendekapnya, Ajeng pribadi yang tak kalah tulus perkara mencinta dan Taro belajar banyak padanya.

"Je, elo beneran udah ikhlas emang soal Rendy?"

Dalam dekapan Taro Ajeng mengangguk pelan.

"Hem, definisi I love you but I letting you go?" Jawab Ajeng ragu-ragu, "Sekarang kayaknya gue cuma butuh dimaafin."

LOVECHITECWhere stories live. Discover now