Marigold

5.4K 1.4K 263
                                    

Rendy dan Ajeng, sekarang keduanya hanya sebatas viewers insta story, hanya saling lihat dari jauh dan tidak bertukar kabar, komentar bahkan sekedar tombol suka meski begitu anehnya mereka saling tahu tanpa diberitahu.

Segala momen Rendy dan Ajeng bagi di akun sosial media masing-masing seperti tahu ada yang menunggu, walau sama-sama tidak yakin mereka saling berharap.

"Bang Rendy ketawa sambil liat hp!" Lapor Keenan yang membuat Rendy meliriknya galak.

Ya Rendy yang sudah melewati banyak hal di hidupnya tetap saja jadi Regal. Ah, dari semua nama julukan Rendy paling suka nama itu... REGAL.

"Nonton video apa sih? Lucu?" Haikal menghampiri namun Rendy buru-buru menyembunyikan ponselnya.

Rendy tidak mau siapa-siapa tahu ia tersenyum karena Ajeng membuat caption...

'Hari ini gue sidang! Jessica Ajeng sidang! Kalau berhasil Ya Tuhan Yesus, hamba bakal lebih rajin dan lebih pagi ke gereja. Hamba mulai sekarang bakal ikut ibadah pagi! Halelujah!'

Rendy dan Ajeng satu gereja tapi tidak pernah bertemu, Rendy menikmati ibadah pagi yang tenang sedangkan Ajeng tidak pernah bangun pagi apalagi saat weekend, lagi pula Ajeng tidak setaat Rendy, ia bahkan ke gereja cuma kalau Natal dan paskah.

"Lo ikutan wisuda semester ini?" Jeno duduk di hadapan Rendy yang sudah mengangguk mengiyakannya.

Rendy sebenarnya sudah sidang sejak awal semester namun ia mengurus sesuatu hingga banyak menunda, Rendy juga ikut kursus bahasa dan beberapa pelatihan sembari menimbang-nimbang kelanjutan karirnya.

"Gue jadi merasa bersalah, wisuda duluan. Padahal gue anak arsi, katanya anak Arsi yang paling lama lulusnya."

"Kampret! Sok iye banget anak arsi. Gue juga wisuda tahun ini!" Nareshta yang tidak terima keluar dari kamarnya terburu-buru.

"Kalau pembimbing gue yang ini acc, fikslah gue bisa wisuda tahun ini. Bye kak Nana pergi dulu." Pamitnya kemudian.

Semakin tua semester para penghuni dream house, justru rumah kontrakan itu semakin ramai, para penghuninya banyak di rumah mengerjakan tugas akhir, atau sesekali keluar untuk bimbingan, yang aktif kuliah tinggal Keenan dan Leo.

Rendy, Naresh, Mark, Jeno, Haikal dan kadang juga Lucas ikut menimbrung lebih banyak menghabiskan waktu bersama, saling bercerita tentang apapun, karena berbagi dengan mereka juga Rendy jadi mantap memilih jalur karirnya.

"Gue beneran jadi daftar beasiswa S2." Jeno yang mendengarnya langsung berbinar namun seketika sedih karena tahu kampus incaran Rendy untuk melanjutkan study.

"Gile Ren, S1 Arsi, S2 Arsi. Bukankah itu jalan menuju kematian kawan ku?" Ucapan Lucas hanya ditertawakannya.

"UI? Jadi anak Jekardah lu?" Goda Haikal.

"Hem, kalau diterima."

"Kenapa sih lo gak ikut magang-magangan ituloh yang syarat buat jadi arsitek muda? Dulukan elo bilang mau jadi arsitek?" Pertanyaan Mark berhasil membuat Rendy terkekeh teringat mimpinya yang lama.

"Dulu. Kayaknya gue gak born to be architec deh, gue ngerasa lebih seneng kalau gue sharing ilmu gue. Gue pengen ngajar aja."

Keenan terngaga mendengarnya, Leo apa lagi.

"Bayangin elo punya dosen kayak Bang Rendy. Jadi pembimbing skripsi pula, syukur-syukur gak jadi wakil dekan bagian kemahasiswaan."

Untung Leo sudah semester 6 dan bukan jurusan arsi.

"Anjir, gue jadi kasian sama calon mahasiswa bang Rendy."

Mendengar celotehan dua curut itu Rendy memijat batang hidungnya sendiri, tujuannya mulia tapi malah direspon begitu, paling tidak ya dipuji kek!

LOVECHITECDonde viven las historias. Descúbrelo ahora