Confession

6.1K 1.4K 109
                                    

Rendy kembali tepat setelah Ajeng juga memutuskan sambungan telepon dengan neneknya, gadis itu riang mengucap terima kasih saat Rendy menjulurkan satu cup coffee untuknya.

"Ngomongin gue ya lo sama Nai?"

Ajeng mengangguk tak berniat membantah sama sekali.

"Katanya elo cucunya yang paling mendem, gak pernah cerita kalau ada apa-apa, dia jadi khawatir makanya sering nelpon elo tapi elonya kadang cuma ngangkat sebentar karena kerja tugas,"

Rendy tertawa kecil.

"Dia juga bilang emang jurusan kita sesibuk itu mahasiswanya? Ya gue jawab iya, soal jam tidur, ngerjain proyek, begadang di studio."

"Oh ya?"

"Hm. Eh Ren?" Panggilan Ajeng membuat Rendy berbalik.

"Elo kalau ada apa-apa cerita sama gue, jangan dipendem, kalau elo gak mau gue respon ya gue cukup jadi telinga tapi kalau elo butuh temen ngobrol gue juga bisa jadi jangan mendem lagi."

Ajeng menepuk-nepuk pundak Rendy memberitahu kalau ia teman yang bisa dipercaya.

"Janji sama gue?" Ajeng menyodorkan kelingkingnya namun hanya berbuah tatapan heran dari Rendy hingga akhirnya Ajeng sendirilah yang menautkan kelingking Rendy ke kelingking miliknya.

"Ngomong!"

"Ngomong apa?"

"'Gue janji' gitu."

"Gue janji."

"Oke! Inget ya, gue selalu ada buat elo."

Ajeng tersenyum girang, ia lalu sibuk dengan kopi susunya, matanya menerawang setiap sudut kamar Rendy, ternyata kamarnya cukup sederhanya dengan pintu yang ditempeli banyak stiker 'TEKNIK' yang Ajeng yakin bukan kerjaan Rendy, melaikan Haikal teman sekamarnya.

"Gue kira kamar lo serapih itu, ternyata gak juga."

"Gue gak sempet beberes, lagian lagi kerja maket wajarlah berantakan." Sanggah Rendy.

"Tapi untuk ukuran kamar cowok, kamar lo bagus. Lo ga liat aja kamar koko gue, beuh kalau ada istilah di atas 'kapal pecah' nah itu julukan kamarnya."

Ajeng kembali mengesap kopinya.

"Elo sadar ga sih Jeng?" Tanya Rendy.

"Sadar apa?" Ajeng mengedip bingung.

"AH, MAKALAH GUE!!"

"Bukan weh, itumah gampang nanti gue bantu."

"Loh terus? Sadar apa?"

"Elo sadar ga sekarang ada di kamar gue? Duduk manis dengerin gue main gitar? Bantuin gue kerja maket, video call sama Nai, duduk minum kopi sambil ngobrol. Sadar ga?"

Ajeng ingin menjawab tapi tiba-tiba lidahnya keluh, otaknya seolah selalu mengatakan kalau ia salah, tebakannya salah.

"Gue..  Ga yakin Ren."

"Filosofi denah rumah." Rendy memberi hint.

"Teras?"

"Tamu yang ga deket."

"Ruang tamu?"

"Temen."

"Ruang tengah?"

"Temen deket."

"Kamar?"

"Lebih dari temen deket."

LOVECHITECOnde as histórias ganham vida. Descobre agora