Tolong jadi bodoh

6.3K 1.7K 98
                                    

Rendy kuliah seperti biasa, tidak membiarkan segala macam perasaan di dada mengaduk-ngaduk konsentrasinya, meski kadang senyuman dan lambaian dari jauh Ajeng membuyarkannya.

Tapi tenang, Rendy bisa bertahan dengan jurus ampuh yaitu menghindar, bahkan agar tidak berpapasan dengan Ajeng, ia menghindari studio hari ini meski deadline tugasnya meronta minta diselesaikan.

"Rend-" Baru Taro hendak menyapa namun Rendy berputar balik bak melihat penampakan.

"Loh tuh anak kenapa? Perasaan beberapa hari ini kayak ngehindar gitu?"

Taro melirik Ajeng penasaran.

"Lo kenapa lagi sama dia? Kayaknya semenjak malam itu-"

"Gak apa-apa kok." Potong Ajeng cepat.

"Malam itu kita ngobrol dari hati ke hati, deep talk gitulah, terus kayaknya gue sama Rendy emang masih butuh waktu masing-masing aja buat ngeyakinin perasaan."

"Terus lo udah bilang?" Nada penasaran.

"Soal keluarga gue?"

Ajeng menggeleng seketika.

"Belom." Jawabnya.

Taro dan Nada tidak banyak berkomentar, mereka hanya memberi dukungan dengan menepuk-nepuk pundak Ajeng, kedua sahabatnya itu yakin Ajeng hanya butuh waktu yang tepat.

"Udah tiga hari ya?" Ajeng mengusap dagunya.

"Besok kalau Rendy masih kayak gitu, gue intilin sampe dia mau ngomong! Gila, baru tiga hari hidup gue tanpa Rendy udah kayak gak ngegambar pake pensil 0.1, gak punya detail."

Perumpaaan ala arsitektur itu berbuah umpatan bangsat dari Taro dan Nada.

Sudah tiga hari, Ajeng tetap ceria setelah penolakan malam itu, tidak memasang tampang galau apalagi putus asa, tapi jutru itu yang membuat Taro khawatir.

Patah hati itu tentang ekspresi, memendamnya menyakiti diri sendiri sama seperti patah hati yang dirasanya, dipedam dan terasa ngilu tanpa ada yang mengetahuinya.

Hari dengan diam itu ditutup dengan percakapan patah hati Ajeng kepada Rendy...

Ajeng Sampai kapan elo mau ngehindar?

Ajeng Nganggap gue gak ada?

Ajeng Elo maunya kayak gini Ren?

Ajeng Tapi gue gak bisa Ren, selama gue bisa, gue akan perjuangin elo. Jangan pandang remeh pejuang perempuan, penjajah negara aja bisa dilawan apalagi penjajah hati. Jiah.

Rendy Jeng. Elo bilang kalau gue gak bisa lupain ciuman malam itu berarti ada elo di hati gue?

Rendy Tapi Jeng, gue udah lupa. Guekan bilang, I just care about you, kita punya masalah yang 11 12, that's why I care, gue gak punya rasa yang lebih.

Gue udah mikir tiga hari ini dan kesimpulannya... nothing Jeng.

***

Kalau Rendy pikir penolakan itu bisa menghentikan Ajeng? Tentu tidak.

Gadis itu langsung menyerobot duduk di hadapan Rendy saat makan siang, meski berbuah tatapan heran dari teman-teman sekelas Rendy, Ajeng tidak peduli, ia hanya haus perhatian dari pemuda yang memesan nasi campur di kantin arsitektur itu.

"Tumben banget makan siang di kantin?"

"Gak sempet masak." Jawab Rendy singkat.

"Oh." Ajeng mengangguk paham.

LOVECHITECOnde as histórias ganham vida. Descobre agora