sketchbook

5.1K 1.3K 70
                                    

        Di perjalanan pulang Ajeng terlihat baik-baik saja, langit masih agak gelap meski akan segera pagi, dari atas pesawat masih ada lampu yang menyala di bawa sana, suasana tenang membuat Ajeng rileks, rasanya bebannya berkurang satu.

Ya, hubungan mereka memang tidak bisa dilanjutkan, Ajeng dan Rendy sepakat akan hal itu tapi entah mengapa Ajeng merasa seperti diberikan pengampunan dosa setelah perpisahan itu. Perasaannya jadi ringan dan lega.

"Hem?" Ajeng baru sadar, ia masih memegang sketchbook milik Rendy yang diberikan padanya sebagai hadiah perpisahan.

Gue gak bisa jadi rumah elo. Maafin gue.

Kalimat Rendy itu masih terniang di telinganya.

Ajeng memang tidak pernah menganggap Rendy rumah atau tempatnya pulang.

Rendy bukan Rumah tapi Rendy pencipta segala tempat yang ia sebut rumah, jadi dimanapun ia akan selalu ada teduh dan bahagia.

Lalu bagaimana bisa Ajeng diminta membuat rumah sendiri? Apa ia bisa mencipta bahagia dan teduh baginya seperti Rendy?

"Gue anak arsi tapi gak yakin bisa bikin rumah gue sendiri Ren."

Ajeng bermonolog, ia kembali ingin melihat design coretan Rendy namun beberapa gambar sebelum design rumah itu menyita perhatiannya.

Ajeng tahu Rendy selalu membawa sketchbooknya namun yang tidak pernah Ajeng tahu, bukan hanya gedung dan bangunan yang jadi objeknya namun juga dirinya.

Di lembar pertama ada Ajeng yang bersinar di tengah lautan mahasiswa teknik saat sedang ospek fakultas,

Lalu Ajeng yang sibuk mendesign di hadapan Rendy... Ajeng ingat saat itu pertama kali ia meminta bantuan Rendy untuk proyeknya.

Selanjutnya Ajeng yang menyilangkan kaki di depan TV dengan menggunakan bathrobe,

Ajeng dengan baju kaos bertuliskan sunset di tanah anarki yang ia gunakan saat menonton konser bersama Rendy di fakultas Seni,

Lalu Ajeng yang gambar dari samping saat menikmati langit sore di benteng Rotterdam

Dan gambar terakhir ada Ajeng yang tertidur dengan selimut Rendy yang membungkus tubuhnya.

Seluruh gambar itu membuatnya memutar ulang momen dan kenangan.

Ajeng selalu mengira cintanya untuk Rendy berat sebelah, ia terlalu mencinta sedangkan Rendy hanya sekedar cinta.

Namun gambar-gambar ini justru menujukkan kalau cinta Rendy pada Ajeng sama besarnya, sama gilanya meski tidak ditunjukkan, Rendy punya cara sendiri dalam memujanya.

"Mba? Mba baik-baik aja mba? Mba sakit?"

Ajeng buru-buru menghapus air matanya.

"Enggak mba, saya gak apa-apa."

Pramugari yang menanyainya terlihat lega.

"Saya cuma sedih pisah sama pacar saya, padahal tadi saya gak apa-apa. Pas udah dipesawat, malah kerasa sedihnya." Curhatan dadakan Ajeng itu sempat membuat sang premugari terkekeh kecil.

"Gak apa-apa pisah sebentar, yang penting masih bisa pulang."

Tapi mba, Ajeng sudah tidak bisa pulang ke Rendy lagi.

***

Katanya waktu tidak membuat kamu lupa, tapi waktu membuat mu tumbuh dan mengerti banyak hal.

Mungkin itu yang sedang dijalani Ajeng, pribadi yang super blak-blakan, cenderung malas perlahan seiring waktu berjalan jadi sosok anggun yang tajam, ia bekerja keras, bahkan dua sahabatnya tidak yakin kalau Ajeng semester 8 sama dengan Ajeng semester 1 dulu, mereka bagai dua sosok yang berbeda.

"Gimana? Gimana Je?" Taro otomatis bangkit dari duduknya saat Ajeng keluar dari ruangan.

Ekspresi yang tidak meyakinkan dari wajah perempuan itu membuat sahabatnya yang satu lagi hampir mengamuk.

"Please ekspresi lo jangan sok menegangkan kayak peserta Indonesian idol!" Cerca Nada.

"Jadi gimana?"

Ajeng yang wajah sok disedih-sedihkan kini tersenyum sangat lebar dan mengangguk senang, seolah mengiyakan apa yang ada di kepala Taro dan Nada.

"MINGGU DEPAN GUE SIDANG!!!"

"AAAAAAAAAA!!!"

Taro dan Nada berteriak girang lalu memeluk erat Ajeng yang sudah bekerja keras untuk proyek finalnya.

Keributan tiga sahabat itu menyita banyak perhatian orang-orang di arsi, tapi bodoh amat, pencapaian Ajeng setelah berbulan-bulan luntang-lantung wajib diapresiasi.

Dari jauh Rendy yang sedang di kampus untuk daftar Wisuda ikut bahagia untuk Ajeng yang sedang bersorak riang dengan kedua sahabatnya. 

Ajeng begitu dekat dari pandangannya, namun terasa begitu jauh meski hanya sekedar ingin mengucap selamat.

-To be continued -

Makasih banget buat kalian yang selalu komen dan ngasih pendapatnya di setiap chapter Lovchitec, maaf kalau ga bisa gue bales satu-satu tapi gue baca semuanya dan kadang jadiin komentar kalian inspirasi untuk chapter selanjutnya. Terima kasih ya. 💖🙏

(Don't forget to touch the stars Button if you like the story 😊 👉🌟)

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

(Don't forget to touch the stars Button if you like the story 😊 👉🌟)

LOVECHITECWhere stories live. Discover now