Malfungsi

9K 2.3K 310
                                    

Note penulis : Pertama-tama mau jelasin, kalau prolog pas Ajeng dateng ke dream house itu mereka udah semester 5, chapter 1 sampai sekarang itu ceritanya Rendy Ajeng masih semester 3. Mohon dipahami. 🙏😅

Btw happy reading ~

MALFUNGSI

Ajeng melihat kesekeliling, café itu terlihat asing, ia baru pertama kali ke sana.

Ajeng celingak-celinguk lama memeluk laptop sampai Rendy melambai padanya, pemuda berkacamata itu menepuk meja sebagai tanda Ajeng harus duduk di hadapannya.

"Coba lihat punya gue, simple aja Jeng kayak gini. Punya lo yang dilihat dosen kemarin terlalu abstrak jadi wajar aja dia ngamuk," Ujar Rendy tanpa basa-basi, bahkan tanpa membiarkan Ajeng menyapanya.

"Guekan udah pernah bilang kalau jurusan kita peniliannya subjektif jadi harus memenuhi ekspektasi dosen, jangan main-main dulu sama imajinasi lo, buat bangunannya terstruktur. Paham?"

Ajeng mengangguk.

"Tapi dari mana lo tahu gue diamuk dosen?" Tanyanya yang membuat Rendy berdehem lalu mengusap tengkuknya.

"Gue seterkenal itu ya dengan otak pas-pasan ini?" Ajeng menghela nafas berat dan mengangguk paham.

"Bener kali ya gue gak usah kuliah arsitektur?" Getirnya.

Rendy menaruh banyak prihatin, rasanya aneh dan ingin marah melihat Ajeng tersenyum getir seperti sekarang.

Selalu ada dosen yang seperti itu, merasa diri Tuhan, mental mahasiswanya dihancurkan, karakternya dibunuh dan cita-citanya dipangkas.

Eh, untuk cita-cita Ajeng katanya tidak mau jadi Arsitek kok tapi mau jadi istri arsitek.

Rendy baru tahu kalau mau jadi istri arsitek harus kuliah arsitektur juga.

"Perancangan sama struktur gue ngejlimet banget, anak gue jangan masuk jurusan ini dah, pusing! Biarin emaknya aja yang pusing, anaknya mending coba jurusan lain aja, arsitektur terlalu bikin stress!" Oceh Ajeng.

"Padahal gue pengen anak gue juga jadi arsitek."

Mulut Ajeng mengoceh namun tangannya tetap lincah mengklik mouse, matanya juga tetap fokus menatap layar hingga tidak bisa mendengar jelas apa yang baru saja dikatakan Rendy.

"Hah?"

"Apa?" Rendy memasang tampang tak berdosa.

"Kayaknya elo tadi ngomong sesuatu?"

"Enggak."

"Ah masa? Berarti gue salah denger." Ajeng melanjutkan designnya.

Fiuh, Rendy lolos kali ini.

Padahal tadi Rendy hanya bicara dalam hati, kenapa tiba-tiba mulutnya mengucapkannya?

Entahlah semenjak mengenal Ajeng, tubuhnya jadi malfungsi begini.

"Apa anak gue masuk arsi aja apa ya? Biar merasakan penderitaan orang tuanya?"

Celetukan Ajeng hanya bisa membuat Rendy memijat keninngnya.

"Tiga hari lagi ada pameran maket kayu bareng anak sipil. Kelompok lo bikin apa?" Tanya Rendy, Ajeng menaikkan kedua bahu sebagai tanda bodoh amat.

"Ada yang mau masukin gue kelompok aja syukur gue, paling entar gue ama Taro, ama Nada, dan mereka yang ngerjain,"

Rendy mendecih tidak habis pikir, namun Ajeng hanya menyengir tanpa beban.

"Lo tahu ga waktu semester 1 kemarin gue pernah seminggu full di kampus gara-gara bikin maket di lab kayu, trauma gue lama-lama kalau berurusan sama kayu Ren, ga bisa, ga bisa."

LOVECHITECTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang