Bersama

5.4K 1.4K 70
                                    

            Biasanya saat selesai kelas mahasiswa akan riuh karena merasa sudah lepas dari satu beban lagi, apalagi mata kuliah terakhir hari itu, kalau dosen sudah berucap 'cukup sekian kelas hari ini' rasanya ingin cepat-cepat lari keluar kelas, nongkrong atau langsung pulang bertegur sapa dengan kasur dan bantal yang ditinggalkan pagi tadi.

Tapi jangan harap akan selalu ada hari-hari seperti ini di arsitektur, akan ada oleh-oleh setumpuk project yang harus diselesaikan berpacu dengan waktu untuk dibawa pulang.

"Weekend nih, kosongkan? Lagian deadline tugasnya dua minggu, bisalah hari sabtu atau minggu kita ngemall atau jalan kemana kek, refreshing. Udah lama loh kita gak jalan bertiga."

Setelah membereskan peralatannya Taro merangkul dua sahabatnya Ajeng dan Nada sembari membujuk agar mereka meluangkan waktu untuknya.

"Dari pada jalan sama lo berdua yang litterally buang-buang waktu, gue akan memilih menikmati waktu tidur gue saat sabtu dan minggu. Gak akan gue mengorbankan 48 jam gue yang berharga dengan agenda ga jelas. Bye!"

Nada mengulas senyum dan melepaskan rangkulan Taro pelan meski berbuah kekecewaan di wajah pemuda itu.

"Yah Nada mah!" Desah Taro.

"Je? Elo gimana? Bisa dong? Yakan-yakan?"

Ajeng menyengir, sama seperti Nada ia juga melepas rangkulan itu pelan.

"Sorry, tapi gue ada kencan sama Rendy." Ajeng berucap penuh kebahagian namun ekspresi yang berbeda ditunjukkan dua sahabatnya.

"Mau kemana Je?"

"Cuman ke taman aja sih, main skateboard. Hehe Rendy ternyata main juga pas SMA kayak gue, untung papannya masih ada."

Ajeng dengan wajah cerianya menjawab gembira jadi mau dilarang, mau ditentang, mau dinasehati, Taro dan Nada tidak akan tega memudarkan senyuman itu.

"Jadian lo sama Rendy?"

Ajeng menghentikan langkah kakinya lalu berbalik menatap kedua sahabatnya dan mengangguk.

"Hem, kayaknya sih gitu."

Sungguh jawaban yang menggantung, bukan 'iya' tapi bukan 'tidak' juga dan yang Taro pelajari jadi laki-laki selama 21 tahun... memberi ketidak pastian bukan salah satu ciri kaum mereka yang sejati.

"Kok kayaknya?" Celetuk Nada. Gue jadi elo yang gak dikasi kepastian bakal tahu diri sih Jeng. Gak disuruh maju, gak disuruh mundur juga. Hebat ya Rendy bisa mainin perasaan lo tanpa elo sadar?"

Kalimat pedas itu sudah lama ingin Nada keluarkan agar Ajeng kembali waras tapi harusnya Nada juga sadar kalau orang yang dibutakan cinta juga telah di-tuli-kan oleh cinta itu sendiri.

"Nad, Rendy bukan orang kayaknya gitu asal lo tahu. Oke, kita sahabat, tapi lo gak berhak nyampurin kehidupan cinta gue!"

Taro berusaha menengahi kedua perempuan itu. Perkelahian antar lelaki kejam, tapi perkelahian antar perempuan itu jauh lebih kejam, senjatanya kata-kata, lukanya sampai ke hati.

"Tahu apa lo soal gue sama Rendy?"

"Tahu apa gue Je? Gue tahu Rendy ngata-ngatain lo cewek murahan, gue tahu sikap dingin Rendy sama elo, gue tahu elo ngejar tuh cowok kayak orang gila, kayak cuma ada satu cowok di dunia! Tahu gue!"

Nada mengatur nafasnya yang tidak bertaruran setelah mengeluarkan uneg-uneg di dadanya.

"Gue sayang lo Je sebagai perempuan, sebagai sahabat, makanya gue gak mau elo luka lagi karena orang yang sama. Jangan bego deh!"

Ajeng menggeleng tidak habis pikir.

"Sayang kata lo? Nada gue—"

"Udah!" Rendy mencengkram pergelangan tangan Ajeng, mengehentikan langkah gadis itu menuju Nada.

"Rend tapi Nada—"

"Udah." Potong Rendy sekali lagi.

"Nad, Tanu, gue minta maaf kalau ada sikap gue yang menyinggung atau yang kalian gak suka. Jujur aja gue emang gini orangnya dan Ajeng bener, kalian ga tahu apa-apa, cuma tahu luarnya antara gue sama Ajeng, Ajeng yang bucin, gue yang kata-katanya kasar tapi kalian tahu alasan dibalik itu semua."

Nada dan Taro terdiam, cengkraman tangan di pergelangan tangan Ajeng melonggar, jemari Rendy menjalar menganggam tangan kecil disebelahnya.

"Kalau elo gak suka sama gue, seenggaknya elo hargain hubungan gue sama Ajeng, sahabat kalian."

"Hubungan apa? Elo bahkan gak ngasih kejelasan Rend." Nada membuat Rendy sejenak mencuri pandang ke Ajeng sebelum kembali membalas kalimat Nada.

"Kita jadian, kita pacaran. Jelaskan?"

Oke, sekarang bukan hanya Nada dan Taro, Ajengpun terkejut.

Rendy tidak pernah mengiyakan atau menolak permintaannya untuk bersama, tapi tanpa diduga Ajeng kini mendapat jawabannya.

"Belum percaya?"

Rendy mengecup cepat pelipis Ajeng di sampingnya.

Ada yang berbunga-bunga, ada yang menganga tidak percaya dan ada satu hati yang patah. Rendy dan Ajeng ternyata sudah benar bersama.

-To be continued -

Hi apa kabar kalian? Kangen euy.

(Don't forget to touch the stars Button if you like the story 😊 👉🌟)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

(Don't forget to touch the stars Button if you like the story 😊 👉🌟)

LOVECHITECTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang