Denial

6.3K 1.5K 137
                                    

Sumpah demi Tuhan, Tanu atau yang selalu Ajeng panggil Taro itu baru 10 menit yang lalu merebahkan badannya setelah menyelesaikan satu tugas yang sudah ia kerjakan seminggu lamanya,

deadlinenya besok jam sembilan pagi dan kini ponselnya berdering,

kalau bukan dari Ajeng tentu Tanu akan mengabaikan dan mematikannya.

"Kenapa lagi lo? Gue baru mau tidur ya Tuhan Yesus Je!"

Hanya keluhan yang keluar dari bibir pemuda yang akan menginjak usia 21 itu, namun tidak ada jawaban dari Ajeng, hanya musik dengan bass yang keras jadi lawan bicaranya.

"Halo? Halo? Je?"

"Halo mas?"

Tanu tersentak, ia langsung terduduk saat mendengar suara laki-laki di ujung sana.

"Ini siapa? Jeje mana?"

"Ini temen mas anu mas, mabuk. Saya barista di—"

"Sherloc mas sekarang!"

Untung jalanan tengah malam kota Makassar itu lenggang hingga Tanu bebas tancap gas dengan kecepatan penuh, ia benar-benat panik mendengar keadaan Ajeng.

Bukannya gimana-gimana? Ajeng itu tidak pernah ke tempat hiburan malam, minum apa lagi, Ajeng itu tipe yang lurus-lurusnya saja, dia beloknya cuma dibagian naksir Rendy kalau kata Tanu.

Tapi kini gadis itu teler setengah mampus di meja barista saat Tanu mendapatinya.

"Hahaha sahabat aku datang~ Tuhkan mas, saya bilang juga apa. Telepon Taro, dia pasti angkat gak kayak Rendy."

Ajeng berusaha berdiri namun seketika sempoyongan, syukurlah ada Tanu yang menahannya.

"Hueeee Taro~"

"I...iya kenapa Jeng?"

"Rendy brengsek. Bisa-bisanya dia bilang dia ga suka gue? Gue Tar? Gak waraskan? Padahal gue cantik, baik, gue kurang apa?"

Ajeng berbalik pada mas Barista.

"Mas, saya tuh kurang apa? Hueeeee!"

"Aduh maaf yah mas, makasih udah nelpon saya."

"Iya mas sama-sama, kasian juga dia dari tadi nangis sambil manggil Rendy. Rendy tuh pacarnya mas?" Pertanyaan sang Barista membuat Tanu jengkel.

"Bukan. Enak aja, orang pacarnya saya! Udah yuk Je pulang."

Tanu keluar dengan memopoh Ajeng masuk ke mobilnya, gadis itu merancau tapi masih agak sadar buktinya ia tidak mau pulang, ia minta di antar ke tempat Rendy.

"Tempat Rendy yah please? Gue mau ngomong sama dia, please Tar?"

Tanu menggeleng, dengan penampilan kacau begitu? Dengan bau alcholol begitu? Tanu yakin kalau sadar, Ajeng akan menyesali keputusannya.

"Gak, gue anterin lo pulang."

"Hiks hiks hiks." Tiba-tiba Ajeng di sampingnya terisak.

"Sumpah ya dunia tuh kenapa sih sama gue? Gue Cuma pengen Rendy tahu kalau gimanapun dia nolak, gue gak bakal nyerah? Karena gue tahu dia punya rasa yang sama!"

"Rendy apa bagusnya sih Jeng? Hah?"

Tadi menangis kini Ajeng cengengesan, Tanu pikir Ajeng itu tidak mabuk tapi kesurupan.

"Hihihih Rendy ganteng, dia juga sebenarnya lembut terus baik banget, dia orang baik tahu cuma udah terlalu sering diasah sama masalah jadinya dia tajam."

LOVECHITECDär berättelser lever. Upptäck nu