3 || Lingga dan Pagi Harinya

11.1K 1.3K 24
                                    

Keesokannya, Bara yang sudah bersiap-siap, langsung saja mencari-cari keberadaan Lingga begitu ia turun. Akan tetapi yang Bara temukan hanya kursi kosong di sebelah Tara, yang tengah memakan sarapannya dengan amat tidak nafsu.

Melirik ke arah, begitu melihat menu sarapannya, Bara lantas menggeleng kepala.

Pantas saja Tara tidak nafsu, hari ini mamahnya memasak daging sapi.

Dimana menu daging sapi kecuali olahan, itu termasuk ke dalam jajaran blacklist makanan Tara, selain ikan dan susu putih.

Aneh memang, tapi itulah Tara si pilih-pilih. Alasannya pun sepele, hanya sekedar tak kuat dengan baunya, membuat Tara enggan memakannya, ya kecuali dipaksa itu pun hanya daging sapi dan Tara pasti akan selalu memasang wajah cemberut ketika memakannya.

"Tara dimakan dong dagingnya jangan dipinggirin!" Seru Vania ketika mendapati Tara yang kembali meminggirkan daging sapinya di piring.

"Gak mau, gak doyan mah. Amis !!"

"Tara kalo gak makan dagingnya, uang jajannya ayah potong!"

Tara yang mendengarnya, tambah cemberut lagi. Tara pun mengambil dagingnya, memakan tanpa dipotong lalu ia mengunyahnya dengan cepat sambil menahan sebal. Dan begitu tertelan Tara sesegera mengambil air minumnya. Lalu meminumnya dengan rakus.

Vania diam-diam terkikik geli ditempatnya, sementara Ferdi mengangguk-angguk puas.

Bara yang melihatnya hanya bisa tersenyum maklum, tapi memang dasarnya Tara ini sedang dalam mood tidak baik ,begitu melihat ekspresi Bara, dia langsung melotot tak terima. Tara menyangka jika Bara sedang meledeknya. Padahal Bara biasa saja.

"Apa Lo, liat-liat!!" Seru Tara dengan galak.

"Ya karena gue punya mata lah, dan kebetulan Lo yang lagi di depan gue." Jawab Bara tenang sambil memulai memakan sarapannya.

Tara yang tidak senang dengan jawaban Bara langsung menarik piring Bara begitu yang punya hendak menyendok kembali nasi dipiringnya, membuat Bara geram dan menatap marah ke arah Tara.

Vania membuang nafas lelah, begitu keduanya kembali bertengkar. Sementara suaminya hanya menyeruput kopinya, tidak ingin ambil pusing, karena beranggapan nanti keduanya akan akur dengan sendirinya.

"Loh Lingga?"

Tanya Vania, begitu sadar satu putranya tidak berada disana.

Tara dan Bara berhenti seketika, sama halnya dengan Ferdi yang ikut menaruh korannya.

"Coba cek ke kamarnya, siapa tau masih ada di kamar. Belum bangun." Ujar Ferdi kepada istrinya.

Vania pun mengangguk dan bergegas pergi ke kamar Lingga yang berada dekat dengan ruang keluarga.

Tara menaik turunkan pundaknya acuh, lalu kembali meminum airnya tanpa melanjutkan pertengkaran dengan Bara.

Sedangkan Bara tertegun begitu mendengar nama Lingga, ia kembali diingatkan dengan niatnya dan rasa bersalah yang semakin bertambah karena telah melupakannya dengan mudah.

Vania kembali dengan raut wajah cemas. Membuat Ferdi lantas bangkit dan maju menuju istrinya.

"Kenapa?" Tanyanya.

"Gak ada di kamarnya." Jawab Vania sarat dengan penuh rasa khawatir.

"Udah berangkat kali mah." Timpal Tara tanpa mengalihkan fokusnya.

Bara langsung melayangkan tatapan sinis ke arah Tara, sikap adiknya itu kentara sekali tidak pedulinya.

Tiba-tiba saja bibi Emah yang sedang beres-beres di dapur datang menghampiri mereka di meja makan.

"Misi bu, tadi teh den Lingga udah berangkat duluan. Terus katanya minta saya sampein ke ibu, maaf gak sempet pamit takut ganggu tidur, katanya "

Vania yang mendengarnya menghela napas lega, tapi kembali mengerutkan dahi.

"Loh emang berangkat jam berapa bi?" Tanyanya begitu heran dengan alasan Lingga yang takut menganggu tidurnya, padahal Vania ini rajin sekali bangun pagi.

"Jam 5 lebih lima belas menit non"

Semua orang disana yang mendengarkan sedari tadi terkejut, bahkan Tara yang tadinya fokus pada game juga ikut mendongak menatap dengan wajah syoknya. Sungguh ini di luar dugaannya.

"Gila" Komentarnya.

"Tapi dia udah sarapan kan?" Vania kembali bertanya, berusaha untuk tenang.

Bi emah langsung menggeleng lemah. "Enggak non, den Lingga langsung berangkat udah saya suruh bawa bekal tapi dia tolak."

Bara yang mendengarnya di tempat makin merasa bersalah, dan berpikir mungkinkah Lingga marah dan mencoba untuk menunjukkannya.

***

Sementara itu di lain tempat, Lingga yang telah sampai ke sekolah, berjalan menelusuri sekolah yang terlihat sekali masih sangat sepinya.

Bahkan saking paginya dia berangkat, sampai-sampai satpam penjaga sekolah yang lewat menuduh jika Lingga tertidur di kelas. Yang langsung Lingga sanggah dengan sopan dan ia pun memberitahukan jika dirinya adalah murid yang tinggal jauh sehingga harus pagi sekali berangkatnya, akhirnya satpam itu pun percaya.

Karena memang dasarnya lingga juga tidak bohong, jarak rumah dan sekolahnya memang jauh menghabiskan sekitar waktu 45 menit dengan berjalan kaki. Maka dari itu Lingga memutuskan untuk berangkat subuh biar sampai di sekolah dia masih bisa beristirahat sejam lebih. Sehingga dapat memulihkan kakinya yang pegal.

Dan begitu satpam itu berlalu Lingga pun berjalan-jalan menuju area taman belakang sekolah, begitu saja sampai lingga memutuskan untuk duduk di bangku taman, lalu mengeluarkan sebungkus bubur dari kresek hitam yang daritadi ia jinjing.

Setelah berhasil mengeluarkannya, Lingga langsung mengigit ujungnya, berdoa dalam hati lalu baru memakannya dengan lahap.

Lingga terus fokus menghabiskan sarapannya sambil mengingat kembali hapalan sejarah, ia ada tes hari ini.

Tapi, tanpa Lingga sadari ada satu orang lain yang lebih dulu telah berada di sana, yang kini sedang memperhatikannya.

***

-jangan jadi orang yang rumit, memendam perasaan bersalah, tidak akan menghasilkan apapun. Bahkan yang menurutmu bisa membuatmu tenang itu, hanya omong kosong. Sebaliknya ia akan terus-menerus memupuk dan lama-kelamaan menjadi tak terbendung, dan jika sudah seperti itu. Apa yang akan kau
dapati?-

Tidak ada sampai akhir hayat pun kau akan terus tersiksa rasa bersalah.

30 Juni 2022

Rumah Untuk Lingga (Completed)Where stories live. Discover now