32 ||Pesawat Tanpa Pengemudi

4.5K 575 50
                                    

Pele menatap gusar layar handphonenya, tidak ada balasan disana. Pele juga sudah beberapa kali menelpon dan yang dia dapat sedari tadi hanya suara operator, yang menjawabnya.

Lingga tidak bisa dihubungi.

Begitupun dengan Tara yang juga tidak masuk hari ini.

"Siall!"

Oka yang berada di samping Pele terkejut begitu tiba-tiba Pele memaki.

"Kenapa Lo?"

Pele menggeleng, tidak berniat memberitahu. Sebaliknya dia malah berbalik bertanya.

"Lo yakin sama pilihan Lo ini?"

Oka yang sedang membuka bungkus rokok, mendengar pertanyaan itu langsung terdiam. Membuat Pele diam-diam melirik dari ekor matanya.

Kemarin saat Iky memanggilnya untuk rapat.

Iky juga ikut serta membawa Oka. Membuat Pele kaget bukan main, apalagi begitu Iky bilang jika dia sudah tau Genta adalah dalang dari kebakaran waktu itu dan sengaja membiarkan Genta mendekatinya.

Juga maksud kehadiran Oka adalah sebagai saksi untuk menangkap Genta dengan kasus narkoba, sore itu Pele benar-benar banyak dibuat terkejut. Dia tidak pernah menyangka jika Iky bergerak lebih cepat dibandingkan dengannya bahkan sampai membawa Oka sebagai kartu As yang Pele tidak terpikirkan sampai situ.

Tapi kemudian tak lama tawa renyah Oka menguar membuat Pele menautkan kedua alisnya.

"Pel, Lo percaya kalo dikehidupan gini tuh, gak ada yang namanya kebetulan?"

Mendengar itu Pele terkekeh, dia tau maksud Oka kemana.

Tapi dia tidak menjawab, malah membiarkan Oka mengatakannya sendiri.

"Kalo gue percaya. Setelah waktu itu, ngedenger ucapan Lo. Gue mutusin buat ngelanjutin hidup gue. Sepahit apapun kedepannya gue gak mau lari lagi dan jadi pengecut"

Setelah mengatakan itu, Oka mengambil rokok, menyelipkannya di antara belah bibirnya.

Lalu ia mengadahkan tangannya, Pele yang mengerti langsung saja membawa korek gas dari saku jaket hitam lusuhnya.

Menaruhnya di atas tangan Oka cuma-cuma.

"Dan makanya dari itu, gue mau jadi saksi. Mungkin Tuhan ngasih jalan melalui Lo, dan Tuhan juga ngasih jalan buat Lo melalui gue"

Pele tersenyum simpul, dia ikut mengambil rokok dan menyalakannya. Lalu membuang asapnya bersamaan dengan asap rokok Oka, yang kini melebur menjadi satu dengan miliknya di udara.

"Jadi karena itu, Lo ngorbanin diri?"

Oka mendengus, tidak setuju.

"Gak juga, sebenarnya. Karena gue gak merasa berkorban apapun"

"Tapi tetap ajah kalo gitu semua orang bakal tau, kalo Lo beli Narkoba"

Oka mengangkat kedua bahunya, merasa tidak terbebani.

"No Problem, beli doang gak make, paling yang berat pas disidang sama nyokap bokap. Tapi selebihnya gue yakin bisa atasin"

Pele terkekeh mendengarnya, lalu keduanya pun kembali diam.

Tapi kali ini, Oka yang sudah membuang rokoknya, menatap Pele dengan serius lalu membuka suara.

"Pel, Lo sendiri gimana? Kata Iky Genta ngancem Lo dan rencana ini bakal gak dijalanin kalo Lo belum bisa ngatasin itu. Emang Genta ngancam Lo apaan?"

Mendengar itu Pele langsung memejamkan matanya.

"Lo Saga kenapa ?"

Tanya Oka begitu menangkap sepupunya berjalan kemari.

Saga yang datang dengan tergesa-gesa dan nafasnya yang memburu langsung saja mendekat.

"Gue butuh penjelasan. Si Tara gak sekolah, Bara gue tanya juga gak di jawab. Nomor Lingga sama Tara juga gak aktif. Jadi Pel, Lo yang paling deket. Tolong kasih tau gue, kenapa Lingga pindah dan gue butuh bicara sama Lingga!"

Bersamaan dengan penuturan dan tuntutan jawaban dari Saga, Pele kembali membuka matanya.

Istana pasirnya sudah dihancurkan oleh pemiliknya.

Berarti ia bisa bergerak.

*****

Lingga menatap serakan pesawat kertas yang Tara buat, Lingga tidak tau ada apa dengan Tara karena kakaknya sedari tadi malam berada di apartemen tidak pulang ke rumah.

Dan pagi tadi dia sudah menemukan Tara sibuk membuat pesawat kertas.

"Ambilin buku di kamar gue"

Titah Tara disela-sela melipat kertas ,bahkan Tara tidak repot-repot sekedar melirik ke belakang saat menyuruhnya.

Lingga yang sedari tadi membantu, langsung berdiri dan dengan patuh pergi ke kamar kakaknya itu.

Mendengar suara Lingga menjauh Tara pun mengambil Handphonenya. Menyalakan.

Dan dia bisa melihat begitu banyak notifikasi.

Tara tersenyum miring begitu mendapatkan satu pesan menarik, bahkan dari banyaknya pesan yang masuk dan salah satunya dari pacarnya, Tara mengabaikan semuanya dan memilih membalas pesan dari Pele.

Saat Tara mendengar kembali suara langkah kaki mendekat, dia langsung mematikan kembali handphonenya dan menaruhnya kembali di tas selempang bersama dengan handphone Lingga yang disitanya.

Suara langkah kaki Lingga telah berhenti tapi Tara tidak mendapatkan Lingga di dekatnya, Tara pun mengangkat wajahnya dan langsung dibuat kaget.

Dia depan sana Lingga dengan raut wajah kecewa dan sedih yang sangat jelas. Berdiri sambil membawa bungkus plastik berisikan narkoba miliknya.

******

Bara menatap kosong bukunya. Sejak kemarin pikirannya terus berputar seputar omongan Tara.

Bara tidak tau, sikap seperti apa yang harus dia ambilnya saat ini.

Semuanya membingungkan baginya.

Dan Bara juga tidak tau dia harus bagaimana karena perasaannya mendadak mati, dan rasa kepercayaannya hilang ditelan rasa kecewa.

Tadi pagi saja ,saat Bara menghadap kedua orang tuanya dia tidak tau harus bersikap dan memasang wajah seperti apa.

Amarahnya tentang Lingga mendadak hilang, dan menyisakan rasa lega yang diam-diam hinggap dihatinya tanpa sadar.

Bara benar-benar seperti mayat hidup saat ini. Kantung matanya juga memperjelas jika dia semalam tidak mendapat tidur yang layak.

Sampai suara gebrakan di meja, membuat Bara tersadar.

Bara menatap linglung ke samping.

"Aldebaran saya sudah panggil kamu beberapa kali, kamu tidak minat dengan pelajaran saya ?!"

Itu Bu Rini guru ekonominya, berbicara kepadanya dengan marah , dan Bara hanya diam membisu.

Bu Rini yang melihat itu, Langsung kembali menggebrak mejanya dan berkacak pinggang marah.

"Aldebaran keluar kamu!. Saya gak peduli mau seaktif apapun murid tapi kalo tidak memperhatikan kelas saya. Tetep semuanya harus keluar!"

Mendengar kata keluar Bara pun keluar tanpa membantah.

Semuanya yang ada di kelas menatap Bara dengan tidak percaya termasuk Wanda pacar Tara.

Bu Rini yang melihat itu, langsung memukul papan tulis kencang.

"Yang lainnya perhatikan!! Kalo tidak saya keluarkan dan saya kasih alpha seharian"

Semua murid yang tadinya melihat Bara langsung panik, dan dengan rusuh kembali melihat ke depan.

Rumah Untuk Lingga (Completed)Where stories live. Discover now