30 || Senyum Manis

4.5K 631 97
                                    

Rindu tidak? Kalo tidak rindu, pintu keluar ada di belakang .

*****

Tara menatap awas pada Lingga yang sedang berjalan di depannya. Semenjak percakapan Genta dan Pele yang tidak sengaja ia dengar. Tara menjadi waspada,walaupun Genta berkata jika dia akan tutup mulut selama Pele tetap menutup mulut tetap saja Tara benar-benar harus waspada.

Apalagi masalah kasus Genta membakar sekolah yang memakan korban, ternyata adalah salah satu upaya untuk melenyapkan Pele dan juga Narkoba yang dia sembunyikan di dalam loker klub basket perempuan yang sudah lama tidak terpakai. Itu semua adalah hal yang tidak bisa dibiarkan.

Akan tetapi juga fakta jika Lingga adalah saudara kandungnya,dan Vania adalah bekas selingkuhan papahnya yang sekarang jadi ibunya.

Juga tidak bisa sesepele itu dibiarkan. Memang tidak jadi masalah bagi Tara karena Tara sudah sedari awal sudah tau. Tapi tidak bagi Bara. Apalagi Tara juga yakin, jika Lingga tidak tau.

Jika dibiarkan, bisa saja keduanya akan sama sepertinya. Hancur.

Tara jelas ingat sekali bagaimana rasanya,

Waktu itu dirinya baru berusia 10 tahun.

Dan dengan ceria melangkah mendekati meja kecil di dekat kamar orangtuanya, bersembunyi dibawah sana sambil terus cekikikan menahan tawa membayangkan reaksi ayahnya saat tau jika dia bolos sekolah.

Dan begitu matanya menangkap sosok ayahnya di undakan tangga menuju kemari Tara yang polos itu,menyengir lebar. Langsung saja bersiap-siap mengambil posisi.

Sebelum mengagetkan, Tara yang bahkan belum puber itu. Malah dikagetkan oleh ayahnya sendiri.

Saat melihat dengan jelas, dibalik bawah meja.

Ayahnya sedang menggendong seorang wanita, sambil bercumbu seperti biasanya yang ayah lakukan dengan Ibu.

Akan tetapi wanita dalam gendongannya bukan Ibunya.

Tara memijit dahinya, merasa pening begitu mengingat kejadian itu.

Bahkan karena saking peningnya Tara secara tidak sadar sudah berhenti melangkah.

Lingga yang didepannya tak mendengar langkah kakinya, ikut berhenti. Seketika saja langsung menghampiri begitu mendapati Tara yang sedang memijit-mijit dahinya sambil memejamkan mata.

"Kakak gak apa-apa?"

Tara membuka matanya, menurunkan tangannya dari dahi.

Menatap Lingga dengan dingin mendadak saja Tara rasanya menjadi emosi sekali "Cepetan jalannya. Gue mau tidur" setelah mengatakan itu Tara pun kembali berjalan meninggalkan Lingga yang menatapnya bingung.

******

Pele menarik rambutnya frustasi, dia sudah susah payah mencari bukti. Ternyata Genta malah berbalik mengancamnya dan tak habis lagi ternyata kebakaran itu adalah upaya Genta untuk melenyapkannya karena alasan dendam.

Jadi bisa diambil kesimpulan jika semua kejadian yang terjadi berasal darinya.

Dan sialnya lagi Pele tidak bisa berbuat apa-apa waktu itu, tapi untuk saat ini Lingga tidak bisa dia pertaruhkan.

Apalagi jika dia bisa saja menghancurkan Tara, jika Bara dibiarkan tau.

Karena Pele akhirnya tau jika selama ini yang mati-matian melindungi istana pasir agar tidak runtuh dari ombak, adalah Tara.

Yang selama ini ia khawatirkan akan berbuat sesuatu pada Lingga. Karena tau jika anak itu adalah penyebab ibu kandungnya pergi meninggalkan.

Dengan posisi marah karena tidak tau harus bagaimana, Pele mendekati meja belajarnya lalu membanting kursi dengan kencang, melempar semua yang ada di meja. Berteriak kencang, melampiaskan.

Kemudian di tengah-tengah sesi mengamuknya, suara notif di ponselnya berbunyi. Membuat pemukul baseball yang dia bawa untuk memukul komputernya langsung dijatuhkan, tidak jadi.

Mata ngantuk Pele yang seperti biasanya langsung berubah menjadi membulat terkejut , begitu membaca isi pesan dari seseorang.

*****

Bara tersenyum manis begitu mendapati Tara dan Lingga memasuki pekarangan rumah. Jujur saja tadinya dia sempat khawatir begitu tiba-tiba Tara yang anti sekali dengan Lingga mendadak meminta Bara untuk pulang duluan, dan membiarkan Lingga pulang dengan motornya.

"Gimana rasanya ngebonceng dedek untuk pertama kalinya , kak?" Bara tersenyum jahil begitu Tara yang lebih dulu turun, melewatinya.

Bara kemudian menyemburkan tawa kerasnya, begitu Tara membalasnya dengan acungan jari tengah.

Sembari masih terkekeh, Bara pun berjalan menghampiri Lingga yang tampak terlihat kesulitan membuka helm.

Lihat bahkan Tara meninggalkan Lingga, dan langsung meloncat dari atas motor tanpa menunggu Lingganya turun.

"Haduh, punya adik kelakuannya macem gini! tega bener udah kek suami tukang selingkuh ninggalin istri"

Lingga langsung menurunkan tangannya begitu Tangan besar Bara membantunya melepaskan kunci helm.

Dan begitu terlepas Bara lantas menarik helmnya dengan hati-hati.

"Bisa turun sendiri kan?"

Lingga segera mengangguk cepat, dibantu membuka helm saja sudah memalukan apalagi dibantu turun dari motor. Pikir Lingga.

Bara masih tetap berdiri disana, menunggu Lingga. Dan begitu Lingga turun dari motor Bara kembali mengulas senyumnya.

"Masuk yu, mamah sama papah udah nungguin katanya mau makan diluar"

Lingga tersenyum "Iya kak"

Bara mengangguk lalu berbalik dan melangkah duluan menuju pintu masuk dengan senang.

Tanpa tau, jika Lingga sudah melunturkan senyumnya.

Di dalam kamar, Tara yang sedang mengganti baju sembari bercermin. Tersenyum pahit, begitu melihat pantulan dirinya.

Tara tersenyum miris, dia benar-benar merasa menyedihkan, menjadi yang tahu semuanya. Bukanlah hal  yang menyenangkan.

Apalagi begitu melihat sambutan hangat kedua orang tuanya, membuat Tara rasanya ingin muntah karena saking muaknya. Ditambah dia juga harus memasang wajah turut bahagia yang selama ini selalu ia pasang.

Tara benci berbohong, tapi dia paling benci dibohongi.

Tara yang selesai dengan penampilannya, mengambil nafas lalu membuangnya berusaha meredam emosi. Dan begitu merasa sudah tenang baru ia mendekati pintu. Membukanya.

"Selamat datang di kehidupan penuh kepalsuan saking palsunya bahkan mas imitasi pun kalah saing"

Setelah mengatakan lontaran cibiran itu Tara pun mengubah raut wajahnya, dan tersenyum manis begitu mendapati Vania menunggunya di tangga.

Seperti pertama kali diperkenalkan Ferdi papanya.

"love is bullshit"

Rumah Untuk Lingga (Completed)Where stories live. Discover now