34 || Amarah

4.9K 638 39
                                    

Pele memukul tembok rumah sakit, begitu orang suruhannya tidak berhasil menemukan Lingga.

"Pel!"

Pele langsung berbalik dan menemukan Iky, Erlang, Zevan dan juga Topan berlari ke arahnya.

"Si Oka gimana?"

Pele tersenyum getir, dia juga bahkan gagal melindungi Oka.

"Oke ,gak usah dijawab"

Pele mengangguk, kali ini Topan yang mendekat.

"Si Lingga, kenapa tuh anak bisa sampe jatuh di tangan Genta"

Ditanya soal itu, Pele tertawa hambar.

"Mana gue tau anjing,si Lingga ilang di apartemen si Tara. Kalo gue tau Lingga ada di apartemennya udah gue bawa pulang ke rumah"

Zevan mendengarnya langsung terkejut dengan fakta yang baru ia dengar.

"Loh bukannya si Lingga pindah dan balik ke kampungnya"

Iky yang di samping Erlang mendengus, dia sudah tau semuanya saat di perjalanan. Pele menceritakannya.

"Si Tara bohong, dia gak nganter sampe ke kampung"

Zevan yang telat informasi pun hanya bisa mengangguk. Salahkan saja Bara yang akhir-akhir ini jika ditanya selalu saja diam jadi mana tau Zevan tentang kabar ini.

"Masalah Lingga di apartemen Tara, itu bukan masalah. Tapi masalahnya si Genta ini tau dari mana Lingga ada di apartemennya"

Pele tersenyum miring, dan menatap Erlang dengan nyalang .

"Ada informan"

Mendengar itu semuanya mematung, mereka melupakan kemungkinan jika bisa saja ada informan dibalik pergerakan Genta yang dimana informan ini bisa dekat sekali dengan mereka.

Tapi secara bersamaan terdengar bunyi notifikasi, membuat mereka kembali tersadar dan langsung saling menatap satu sama lainnya.

*****

Setelah membuka pesan berisi video dari grup yang dibagikan Genta. Bara langsung meloncat dari kasurnya dan bergegas pergi ke bawah.

Dan begitu sampai di bawah bisa Bara lihat ayahnya berbicara dengan serius kepada anggota polisi sedangkan ibu tirinya Vania tengah menangis sesenggukan di sudut sofa ruang tamu

Bara yang melihat itu memilih mengabaikan, dan terus pergi melangkah ke luar dengan perasaan marah yang bergejolak.

Sampai-sampai panggilan dari ayahnya Bara pun tak idahkan.

*****

Tara membanting ponselnya, setelah melihat Vidio dan membaca teks pesan yang dikirim Genta secara pribadi.

Dan dengan satu tarikan kuat Tara membawa jaket kulitnya yang berada di kasur, lalu Tara berjalan mendekat ke lemari kecil. Kemudian Tara pun berjongkok.

Mengambil sebuah pistol kecil dari sana.

Dan membawanya pergi bersama perasaan marah yang membakar ketulang-tulang.

Keluar meninggalkan apartemennya yang kosong.

*****

Saga menatap Oka yang berbaring dengan tenang, padahal Saga yakin jika anak itu bangun dia benar-benar akan heboh dan menceritakan betapa heroiknya dirinya yang bisa bertahan.

Memikirkan itu membuat Saga diam-diam tersenyum.

"Heh Ka, gue izin cari Lingga ya"

Setelah mengatakan itu Saga pun pergi dari ruang rawat. Dan bersamaan dengan itu datang kedua orang tua Oka dan Ibunya dari arah berlawanan dengan tergesa-gesa.

Untungnya Saga telah lebih dulu menyembunyikan wajahnya dan menutup kepalanya dengan tudung jaket.

Sehingga begitu melewati tidak ada yang sadar.

Saat telah mencapai keluar rumah sakit, Saga dengan mata kelamnya, mengadah ke atas langit membuat tudung jaketnya jatuh ke bawah.

Dan Saga bisa merasakan tetesan air hujan mengenai permukaan wajahnya.

"Cuacanya gak bagus"

Celetuk Saga yang sudah kembali meluruskan pandangannya seraya memakai kembali tudung jaketnya ke kepala.

*****

Di dalam sebuah video berdurasi sekitar tiga menit lebih, mula-mula video itu memperlihatkan wajah Genta yang sedang tersenyum lebar ,anak itu tampak terlihat bahagia. Padahal jelas-jelas di belakangnya terdengar suara pukulan yang nyaring.

Lalu dia pun menyapa,

"Nah hadiah yang udah gue kasih gimana? Bagus gak? Kalo kurang tenang gue masih ada hadiah kok"

Ucap Genta dengan seringai cerianya, yang lalu setelah itu Genta pun bergeser. Dan memperlihatkan belakangnya.

Tampak,Dua orang dewasa dengan wajah garang tengah memukul bergantian seseorang yang kini sudah terlihat babak belur yang diikat tangan dan kakinya lalu didudukan pada kursi yang dibawahnya sudah ada bercak-bercak darah. Bahkan di dalam video itu bisa terdengar jika nafas anak itu sudah patah-patah.

Tapi Genta tetap menikmatinya.

Lalu Genta tiba-tiba berbalik dan menampakkan raut wajah antusias.

"Tau gak sih yang gue suka dari Lingga?"

Tanya Genta tiba-tiba, lalu dia pun kembali berbalik mendekat dan memberi gesture berhenti kepada dua orang yang sedang memukul itu.

Genta kembali lagi melihat kamera, kali ini Genta hanya tersenyum tipis.

"Yang gue suka dari dia, mau dipukul seberapa kali pun tuh anak gak ngerintih untuk bilang berhenti"

Setelah mengatakan itu Genta memasang wajah datarnya lalu dengan gerakan cepat, memukul dengan keras perut Lingga.

Sampai-sampai membuat Lingga mendongakkan kepalanya memperlihatkan wajah menahan sakitnya, yang tiba-tiba saja Lingga memuntahkan darah sesudahnya lalu anak itu kembali menunduk.

Seperti yang dikatakan Genta, Lingga tidak merintih sama sekali.

Dan kamera ponsel pun berpindah pada Genta, Genta membawa ponsel itu tepat di depan Lingga dan bisa dilihat seberapa parah kondisi Lingga.

Kali ini Video itu memperlihatkan, kondisi Lingga.

Lalu terdengar tawa sumbang Genta.

Dan juga wajah Lingga yang tiba-tiba dia angkat. Memperlihatkan jelas wajah Lingga yang sudah babak belur.

"Liat nih bocah lagi sekarat. Sebenarnya gue gak suka itu. Maka dari itu gue ngundang Lo semua kemari dan buat penawaran sama gue. Kalo enggak nih anak bisa mati"

Setelah mengatakan itu Genta kembali memperlihatkan wajahnya, dan tersenyum manis tanpa dosa.

"Nah jadi kakak-kakak, ditunggu kehadirannya ya. Tenang alamatnya sudah dikasih. Oke segitu dulu bye"

Video itu pun berakhir.





Rumah Untuk Lingga (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang