Boss 26

27.7K 4.3K 913
                                    

Suara ringisan dan teriakan kesakitan yang keluar dari bibir wanita yang ditahan Dream justru disambut dengan gelak tawa dari keempat calon nyonya itu.

Renjun bahkan terlihat hampir menangis karena saking senangnya setelah menyayat dan mengukir karya seninya di sekujur tubuh korban mereka.

Chenle yang baru mendapat giliran terlihat mengelus lembut wajah wanita itu dengan ujung belati miliknya lalu tersenyum manis.

"Ini adalah akibat yang akan kalian dapat karena sudah berani main-main dengan kami" ucap Chenle lalu membawa belati perak itu mengiris dari bawah dagu hingga kepusar

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Ini adalah akibat yang akan kalian dapat karena sudah berani main-main dengan kami" ucap Chenle lalu membawa belati perak itu mengiris dari bawah dagu hingga kepusar.

"Hyung, apa menurutmu ini sudah cukup?" tanya Chenle pada Haechan yang mengangkat bahu seolah tak tau lalu menoleh kearah Jaemin.

"Biarkan saja dia hidup supaya lebih menikmati rasa sakitnya lebih lama" ucap Jaemin yang terkekeh geli saat melihat Renjun yang baru saja datang setelah tadi sempat keluar.

"Kurasa itu terlalu kecil" celetuk Chenle saat melihat kantong mayat yang dibawa Renjun.

"Ck. Kau ini banyak protes sekali sih. Masih untung tadi kubawakan" sungut Renjun kesal.

"Tidak apa Chenle. Kantong itu masih bisa dipakai"

"Caranya?" heran Chenle yang bingung mendengar ucapan Haechan.

"Tinggal potong saja kakinya apa susahnya sih" balas Haechan kemudian beralih mengambil sebuah katana tajam lalu terkekeh manis.

"Tahan sebentar ya, jangan mati dulu" ucap Haechan yang langsung melayangkan katana itu untuk memotong kaki wanita tadi dari betis.

"Nah. Pasti sudah muat" ucap Jaemin terlihat senang melihat apa yang baru saja dilakukan oleh temannya itu.

Kita tinggalkan Dream dan mainan mereka sekarang kita kembali pada Jeno dan Mark yang terlihat sibuk mengurus beberapa keperluan sebelum berangkat.

"You ready?"

"You kidding right? Tentu saja aku siap apalagi jika menjemput nyawa si keparat itu" balas Mark seraya menyelipkan sebuah revolver dibalik pinggang.

Kesibukan keduanya terpaksa terusik saat pintu ruangan yang terbuka paksa membuat kedua dominan itu sontak menoleh.

"Kabar buruk Hyung. I-tu, sebentar biar aku bernapas dulu" ucap Jisung yang terlihat terengah. Terlihat jelas kalau dia baru saja berlari menyusuri markas yang besarnya seperti hotel itu.

"Ada apa sih? Kau ini mengganggu saja" decak Jeno yang kembali sibuk mengisi ulang amunisi revolver miliknya.

"Aduh bagaimana cara mengatakannya ya, hmm. Kalian berdua kumohon tenang" ucap Jisung ragu-ragu karena kabar yang dibawanya ini benar-benar bisa menimbulkan perang.

"Jika tidak penting. Kutembak keluar isi kepalamu" ancam Mark yang menunjuk Jisung dengan ujung pistol.

"Hmmmm. Beberapa bodyguard yang di tugaskan untuk menjaga SungChan ke sekolah ditemukan dalam keadaan sekarat. Bahkan dua diantara mereka sudah tidak bernyawa--" Jisung terdiam meneliti ekspresi kedua pemimpin itu.

"Lanjutkan" ujar Jeno dingin.

"Bisa dipastikan kalau SungChan diculik"

"Hanya SungChan? Dimana Shotaro?" tanya Mark.

"Kebetulan hari ini Shotaro pergi bersama uncle Taeyong kerumah Nana"

"Owh. Kalau begitu kita punya cukup banyak waktu" ucap Jeno yang membuat Jisung menatap kedua temannya itu aneh.

Padahal tadi dia sempat berpikir kalau keduanya akan mengamuk mengingat seberapa sayang mereka pada si bungsu. Tapi, lihat sekarang-- mereka justru terlihat, tenang.

"Apa perintah kalian mengenai ini? Karena kuyakin kabar ini juga sudah sampai pada Boss besar dan tuan besar" tanya Jisung yang membuat pergerakkan Jeno terhenti sesaat sebelum berucap.

"Menurutmu apa lagi? Tentu saja kita akan menghadiri pemakaman si keparat itu" ucap Jeno kemudian melangkah pergi keruang lain diruangannya itu.

"Katakan pada semua orang untuk tetap tenang. Biar aku dan Jeno yang mengurus semuanya"

"Tapi kenapa Hyung?"

"Setidaknya ini akan mengurangi jumlah korban, ini hanya mengurus serangga kecil" ucap Mark kemudian pergi menyusul Jeno.

Sementara ditempat Jeno sekarang berada dia terlihat menekan tombol kecil di jam tangan yang melingkar gagah di lengannya.

"Hai adik kecil. Jika kau mendengar pesan ini nanti, itu artinya permainan di mulai. Waktunya bermain drama dan kau-- adalah tokoh utama"

"Pesan diterima Hyung" balas SungChan di seberang sana yang saat ini tengah di kurung dalam sebuah ruangan kecil.

"Kau baik-baik saja?" tanya Jeno seraya berbalik saat Mark baru saja masuk.

"Emm. Aku baik" jawab SungChan.

"Baiklah kalau begitu, sekarang ceritakan apapun yang kau lihat atau kau dengar dan seperti apa jalan yang sudah kau lalui saat dibawa kesana" ucap Jeno yang membuat Mark ikut berfokus mendengar semuanya.

Cukup lama ruangan itu hanya diisi suara pelan SungChan yang menceritakan apapun yang dilihat dan di dengarnya pada kedua kakaknya itu, meskipun terkadang suaranya terputus.

"Dengar Hyung okey, jangan pernah menunjukan rasa takutmu pada mereka. Ingat apa yang Mark Hyung ajarkan bukan?" tanya Jeno seraya bersiap.

"Tentu caja" balas SungChan dengan suara manjanya lagi yang membuat Mark berusaha menahan emosinya memikirkan keadaan sang adik.

Apa ada luka ditubuhnya atau-- apa mereka berlaku kasar pada tubuh kecil itu?

Mark benci memikirkannya.

"Ulur waktu sampai kami datang. Karena saat kami sudah disana, Hyung janji akan menghabisi siapapun yang sudah berani menyakiti adik kecil-ku" ucap Mark sebelum sambungan darurat itu terputus.

"Kita harus meningkatkan fungsi alat itu lain kali" ucap Mark pada Jeno yang hanya mengangguk sebelum keduanya melangkah keluar dari sana.

Sementara di sebuah tempat terlihat seorang pria tampan berpakaian mewah yang baru saja memasuki ruangan dimana SungChan tengah ditahan.

"Jadi ini putranya Jeffrey Park yang sangat dihormati semua orang itu?" kekehnya yang menatap tajam kearah SungChan yang memasang raut aneh.

"Ciapa Jeppi? Cungcan ndak kenal" ucap SungChan yang membuat pria itu berdecak.

"Heh bocah. Kau pikir aku bodoh"

"Ck. Uncle memang bodoh. Main culik anak olang cembalangan, hmm" balas SungChan dengan nada yang dibuat merajuk jangan lupakan bibir yang terlihat dimajukan juga matanya yang jernih terlihat menatap kesal orang di depannya sekarang.

Pria itu terlihat geram dan menarik kasar dagu SungChan hingga mendongak menatap kearahnya lalu menyeringai miring.

"Kau benar-benar memancing amarahku anak kecil"

"Ndak capa bilang? Kalau mancing halusnya Cungcan dapatnya ikan" balas SungChan dengan nada polosnya.

"Jadi uncle jelek. Pulangkan Cungcan pada Mommy nanti kalau Cungcan ndak pulang, uncle pasti dimalahi. Hiii, Mommy Cungcan itu galak loh. Jangankan uncle Yayah caja takut dengan Mommy" ucap SungChan yang membuat pria itu berdecak kasar.

"Aku tidak peduli dengan Mommy mu itu, aku hanya harus membunuhnya" balas pria itu seraya berbalik pergi meninggalkan SungChan yang tersenyum tipis mendengar ucapan penculiknya itu.

"Seperti bisa saja membunuh Mommy" kekeh SungChan yang kemudian memilih mendudukkan dirinya dan bersandar pada dinding seraya menggenggam kalung pemberian Jeno yang tidak pernah lepas dari lehernya.

Dia hanya harus menunggu kedua kakaknya menjemput dan itu tidak akan lama lagi.

.
.
( ╹▽╹ )
.
.
.
Mrs.Oh

MAFIA IN LOVE / BOSS (END) Where stories live. Discover now