Bagian 2

42.5K 2.7K 14
                                    

Araya menarik kedua sahabatnya untuk masuk ke dalam kelas dua belas IPA satu dengan gerakan tidak sabar. Mereka segera memilih tempat duduk di deretan kursi bagian tengah karena deretan itu yang dirasa paling sesuai. Ya jika seandainya wali kelas mereka nantinya tidak merubah posisi duduk.

Ketiganya memang bukan termasuk golongan murid yang rajin sekali sehingga lebih memilih duduk di deretan depan agar bisa lebih dekat dengan papan tulis dan guru yang mengajar. Mereka juga bukan golongan murid pemalas yang memilih duduk di belakang agar bisa menyembunyikan diri demi mendapatkan waktu untuk merebahkan kepala ke atas meja selama pelajaran berlangsung. Jadi bagian tengah adalah tempat strategis yang bisa di pilih.

Setelah meletakkan tas di atas meja, mata Araya memperhatikan ruangan kelas dengan seksama. Kakinya bergerak ke arah samping, tidak jauh dari meja guru. Ada daftar piket, daftar pelajaran dan struktur perangkat kelas milik murid tahun lalu yang ditempel di dinding kelas. Dibuat dengan tulisan yang cukup bagus di atas kertas karton.

Matanya beralih melihat pengisi dinding lainnya seperti jam dinding, foto presiden dan wakil presiden, poster tabel periodik, poster berisi rumus fisika dan matematika yang belum Araya pelajari sebelumnya. Sepertinya termasuk materi pembelajaran untuk di kelas dua belas.

Pada bagian belakang kelas ada loker yang setiap pintunya memang berukuran kecil. Sepertinya memang fasilitas khusus untuk murid kelas dua belas. Sebab saat dua tahun sebelumnya tidak ada loker di kelasnya.

Nama-nama yang tertulis untuk masing-masing loker masih berkaitan dengan murid tahun lalu. Araya dan teman-teman sekelasnya akan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk gotong royong membersihkan kelas. Mengingat kelas ini terlihat cukup berantakan walaupun lantai kelas sepertinya sudah disapu tadi pagi.

Selain Araya, Dian dan Juni, belum banyak murid dua belas IPA satu yang berada di dalam kelas. Ada dua orang yang duduk di bangku bagian depan —di dekat pintu masuk— dan satu orang lainnya di bagian belakang. Tapi kebanyakan meja murid sudah di isi oleh tas punggung yang entah milik siapa saja itu.

“Anak basket untuk kelas kita ada nggak, Jun?” tanya Dian kepada Juni setelah Araya kembali ke tempat duduk yang sudah ditandai sebagai miliknya setahun kedepan.

Araya menempati kursi dan meja belajar yang terpisah dari Dian dan Juni walaupun mereka masih berada di deretan yang sama. Tepatnya kini Araya berada di sebelah Dian yang mana dipisahkan oleh sedikit jarak untuk jalan di antara keduanya.

Dian maupun Juni memang secara terang-terangan tidak mau duduk dengannya karena Araya tidak bisa diajak mengobrol ketika guru menerangkan pelajaran. Dengan satu alasan itu sudah cukup membuat Araya tersisihkan. Tidak apa-apa. Lagi pula Araya memang tidak suka diganggu ketika belajar.

“Kenapa kamu tanya-tanya tentang anak basket?” tanya Araya heran. Ikut menimpali pembicaraan dua sahabatnya yang belum tentu akan berakhir untuk beberapa menit kedepan.

Lagi pula sejak kapan Dian memiliki ketertarikan pada anak basket yang rata-rata menyebalkan itu? Seingat Araya, Dian adalah tipe murid yang tidak terlalu memperhatikan murid laki-laki. Entah kini gadis itu memang sudah mulai melirik-lirik lawan jenis atau belum, Araya tidak akan bertanya. Dia cukup mengamati dan mendengarkan saja.

“Lumayan untuk jadi teman main basket saat jam olahraga nanti, Ra. Jadi terasa benar-benar main dan bukan sekedar main-main.”

“Kayak kamu jago basket aja sampai mau main sama anak basket,” cibir Juni.

“Nggak terlalu jago sebenarnya. Tapi kalau dibandingkan dengan murid perempuan lain termasuk Araya, aku kan memang lebih jago.”

Dian berbicara dengan wajah bangga. Lagi pula apa yang dibanggakannya itu memang benar adanya. Jika saja tim basket putri diaktifkan di sekolah ini, mungkin Dian akan dijadikan kapten tim. Araya yakin itu.

Tied in Love [Tamat]Where stories live. Discover now