Bagian 30

27.4K 1.9K 48
                                    

"Ini pertama kali giginya lepas, Bu. Karena itu dia terlalu rewel."

Araya ada di tempat anak-anak panti sekarang. Sebelum Dewa berangkat ke bandara tadi, pria itu mengantarnya kesini sesuai dengan keinginan Araya. Selain karena mendapat kabar bahwa Adam yang menangis hebat sebab giginya terasa sangat sakit, Araya memang ingin berkunjung seperti biasanya.

Araya meraih tisu yang ada diatas meja. Membersihkan tangannya dari sisa-sisa air setelah mencuci tangan tadi. Dia memperhatikan Salma yang sedang duduk sendirian di meja makan.

Salma yang tadinya menunduk kini mengangkat kepala. "Anak-anak yang lain menakut-nakutinya. Mengatakan bahwa giginya tidak akan tumbuh lagi setelah lepas. Karena itu dia terlalu heboh hingga ketakutan sendiri."

Tangan Araya menarik punggung kursi. Dia mendudukkan badannya disebelah Salma. "Candaan seperti itu ternyata sampai hingga kesini. Padahal dulu anak-anak begitu antusias ketika tau tentang giginya yang akan lepas. Dongeng tentang peri gigi," ucapnya.

Kalimat candaan itu sudah sering kali Araya dengar ketika di rumah sakit. Sehingga itu menjadi ketakutan tersendiri untuk anak-anak. Cerita tentang keberadaan peri gigi seakan tidak bisa lagi menahan ketakutan anak-anak.

Salma terkekeh. "Karena candaan itu sangat mempan untuk memberi rasa takut. Maaf sudah merepotkan mu, Ra. Ibu bisa menanganinya sendiri, tapi Adam ingin kamu yang melakukannya."

"Enggak apa-apa, Bu. Ibu akhir-akhir ini terlalu sungkan pada Ara."

"Ibu tidak ingin mengganggu waktu libur mu. Seperti yang Ibu katakan sebelumnya. Harusnya kamu menggunakan waktumu untuk dirimu sendiri."

Araya tersenyum tipis. "Ara senang datang kesini, Bu. Sama sekali nggak terpaksa atau pun merasa direpotkan. Sungguh!"

Lagi pula tidak ada kegiatan yang bisa dia lakukan di rumah. Bersantai di rumah sendirian pun, rasanya sepi sekali. Ayah, bunda dan adiknya juga tidak ada di rumah. Ingin datang ke rumah kakaknya, Araya merasa ada yang berbeda dari kakak iparnya. Tidak seramah yang dia ingat dulu. Dan itu mungkin karena sudah bertahun-tahun lamanya mereka tidak bertemu.

Salma memandangi Araya. Ada perubahan yang terlihat jelas dari wanita itu kini. Senyumnya, sikapnya hingga cara bicaranya. Seakan lebih terbuka dan juga bebas. Hal yang sudah lama Salma nantikan akhirnya terjadi.

"Kamu terlihat berbeda. Apa sudah terjadi sesuatu?" tanya Salma mencoba mengorek informasi. Dia seakan sudah tahu, tapi ingin mendengarnya langsung dari Araya.

Araya mengangguk singkat. Dia tersenyum lebar, mencoba menutupi dirinya yang salah tingkah. "Tentang masa lalu, Ara sudah membahasnya dengan ayah anak Ara, Bu. Ternyata ada kesalahpahaman yang terjadi diantara kami di masa lalu."

Salma menepuk punggung Araya pelan. "Syukurlah kalau begitu. Ibu senang mendengarnya. Setelah semua masalahmu selesai, rasanya menjadi lega bukan?"

Araya tersenyum. "Iya, Bu," ucapnya membenarkan.

"Ibu sudah bilang bahkan ketika kamu dihari pertama tinggal di panti. Masalah itu diselesaikan, bukannya dibawa kabur."

"Harusnya Ara mendengarkan Ibu dari dulu ya?"

Salma mengibaskan tangannya. "Lagi pula semua sudah berlalu, tidak apa-apa. Setidaknya lebih baik terlambat daripada nggak sama sekali. Tapi Ibu tidak menyangka bahwa pria yang dulu kamu ceritakan itu adalah Dewa. Setelah Ibu mengingat-ingat lagi, dulu dia pernah kesini bukan? Kamu mengenalkannya sebagai kakak sepupumu. Sewaktu kalian kelas tiga SMA? Ibu lupa-lupa ingat soalnya."

Ingatan tajam Salma membuat Araya menatapnya takjub. Dia memang pernah membawa Dewa ke panti. Itu pun cuma satu kali saja. Tidak disangka ternyata Salma mengingatnya.

Tied in Love [Tamat]Where stories live. Discover now