Bagian 42

27.2K 1.8K 56
                                    

“Sudah lebih empat tahun ya? Kamu sudah jadi pria gagah sekarang.”

Dengan sambutan ramah seperti ini dari Disa, Dewa tahu bahwa kedua orang tua Araya masih belum mengetahui bahwa dia lah penyebab Araya pergi dari rumah. Sepertinya kedua orang tuanya pun belum mengatakan apapun pada keluarga Araya. Dan itu adalah tindakan yang tepat.

Harus Dewa sendiri lah yang mengatakan apa yang belum keluarga Araya ketahui, termasuk mempertanggung jawabkan perbuatannya. Araya dan anaknya harus dia temukan. Itu yang akan dia lakukan setelah mengatakan kejujuran dihadapan keluarga Araya saat ini juga.

“Tante apa kabar?” tanya Dewa setelah selesai menyalami Disa. Dia sudah kembali duduk di sofa tunggal. Dengan perasaan yang bercampur aduk.

“Baik, De. Tante senang kamu juga terlihat baik-baik saja. Tapi kenapa pulang mendadak? Bagaimana dengan kuliahmu?”

“Rencananya untuk S2 akan dilanjutkan disini, Tante.”

Disa menatap Dewa bingung. Padahal yang dia ketahui Dewa akan tetap diluar negeri hingga kuliah S2-nya selesai. “Kenapa tidak dilanjutkan disana saja? Paling cepat satu setengah tahun kamu selesai. Karena mamamu yang tidak mau pisah lama-lama ya?” tanya Disa sambil melirik Regina yang hanya tersenyum tipis.

Dewa pun hanya memberi senyum tipis sebagai respon dari pertanyaan Disa. Perhatiannya kemudian tertuju kepada Ayasha yang tengah menatapnya. Gadis belasan tahun itu duduk disebelah Disa.

“Apa kabar, Ayasha?” sapa Dewa.

“Baik.” Ayasha menyipitkan matanya. Memperhatikan raut wajah Dewa yang terlihat tidak baik-baik saja dan juga tegang. “Kak Dewa nggak ikhlas datang kesini ya? Wajah Kakak itu nggak enak sekali untuk dilihat.” Bukan Ayasha jika kalimat yang keluar dari bibirnya tidak mengundang kekesalan.

Disa yang geram dengan ucapan putri bungsunya itu langsung mencubit lengan Ayasha. “Bicara apa kamu, Aya? Yang sopan dengan kakakmu.”

“Maaf,” gumam Ayasha sebelum menunduk.

Tapi sesekali Ayasha tetap mencoba melihat kearah Dewa. Lebih dari empat tahun lamanya tidak bertemu, ternyata Dewa sudah berubah. Biasanya pria itu pandai membalas perkataannya yang bisa membuat Ayasha lah yang berujung kesal.

“Om Gilang dimana? Ada yang perlu saya bicarakan dengan Om dan Tante.”

“Tadi ada dibelakang dengan Tama. Mungkin tidak mendengar suara mobil.” Disa menepuk paha putrinya. “Panggilkan Ayah sama Kak Tama kesini. Bilang Kak Dewa, Om sama Tante datang.”

Ayasha mengangguk patuh. Dalam hitungan detik gadis muda itu sudah beranjak meninggalkan empat orang dewasa yang sudah terdiam karena fokus dengan pikiran masing-masing. Hal yang tentunya membuat Disa bingung karena suasana diantara keluarga adik suaminya itu seakan berubah.

Dan kedatangan mereka secara tiba-tiba seperti ini jelas karena tujuan tertentu. Dan Disa tidak akan menerka-nerka karena dugaannya mungkin saja salah.

“Wah, sudah pulang saja kamu. Bagaimana selama disana?” sapa Gilang yang berjalan dari arah dalam rumah. Gilang melangkah sambil menurunkan lipatan lengan pakaiannya. Diikuti dengan Tama yang memberikan senyum yang sama seperti ayahnya.

Dewa yang terlalu muak pada dirinya sendiri ketika mendapati sapaan yang terlalu ramah dari keluarga Araya langsung bangkit berdiri. Dia melangkah mendekati Gilang yang sama sekali belum mengambil tempat di sofa.

Gilang menatap Dewa tidak mengerti. Bahkan ketika pria muda itu bersimpuh didekatnya, dia terkesiap. “Ada apa ini?” tanyanya bingung.

Bahkan Disa yang tidak bisa menebak apa yang dilakukan keponakan suaminya itu langsung berdiri. Dengan wajah bingung dia memandangi Regina yang sudah mulai terisak sementara Prabu yang hanya membuang muka. Keduanya tidak mengatakan apapun bahkan untuk sekedar mengingatkan Dewa.

Tied in Love [Tamat]Where stories live. Discover now