Bagian 25

29.8K 2.3K 38
                                    

Ketika mengetahui bahwa Araya sudah ditemukan keberadaannya, Dewa memikirkan banyak cara untuk menghukum wanitanya itu. Dia merencanakan kejutan yang akan dia berikan agar Araya tidak lagi pernah berpikir untuk meninggalkannya seperti dulu. Dewa bahkan berencana untuk memaksa jika kelembutan yang dia tunjukkan seperti dulu tidak lagi mampu menahan Araya untuk berada disisinya.

Tapi semua pemikiran itu buyar dan hancur begitu saja ketika dia tahu apa yang terjadi selama sembilan tahun ini. Pikirannya yang membayangkan akan menemukan keceriaan seorang anak kecil yang belum genap sembilan tahun bersama dengan Araya langsung hilang begitu saja. Menyisakan rasa sakit dan juga kesedihan ketika dia mengetahui bagaimana perjuangan berat Araya selama ini.

Dan itu menimbulkan rasa bersalah dihati Dewa meskipun dia belum tahu alasan utama Araya memilih pergi dan memperjuangkan kandungannya sendirian. Tanpa memberi tahu siapapun bahwa dirinya lah yang menghamili wanita itu.

“Araya Maharani,” panggil Dewa ketika tidak ada satu pun respon yang diberikan oleh Araya untuknya. Wanita itu hanya berdiri layaknya patung dengan tubuh yang menegang. “Katakan sesuatu padaku. Jika ingin marah, kamu boleh marah. Asal jangan diam seperti ini.”

“Lepaskan aku dulu,” pinta Araya sekali lagi. Dia memberikan sedikit rontaan sebagai bentuk penegasan kalimatnya. Kehadiran Dewa sungguh mengejutkannya. Dan posisi ini jelas memperkuat ketegangan yang dia rasakan.

Dewa menggeleng. “Enggak. Aku takut kamu akan pergi jika aku melepaskanmu.”

Araya menipiskan bibirnya. Bagaimana dia akan pergi jika masih berada di dalam jangkauan Dewa? “Aku nggak akan menghilang begitu saja setelah kamu melepaskan pelukanmu. Kamu pikir akan nyaman berbicara dengan posisi seperti ini?” protes Araya dengan wajah kesal.

“Nyaman sekali. Aku rindu memelukmu seperti ini.”

Araya menghela nafas. Menyerah dengan apa yang Dewa lakukan adalah pilihan terbaiknya untuk saat ini. Setidaknya lebih cepat Dewa mendapatkan keinginannya, maka akan semakin cepat Araya bisa terlepas dari situasi ini. Dan dia bersyukur bahwa tidak ada orang lain selain mereka yang berada disini.

“Apa yang ingin kamu dengar dariku?”

“Seperti penjelasan tentang kesalahan yang mungkin sudah aku lakukan dulu sehingga kamu memilih pergi. Padahal aku akan langsung menikahimu dan membatalkan keberangkatanku jika kamu dulu memberi tahu. Aku nggak akan lari dari tanggung jawabku dan bersedia menerima kemarahan Ayah dan Kak Tama lebih awal. Kalau saja kamu jujur dari awal maka kamu nggak akan menderita sendirian.”

Lengan Araya menyikut pinggang Dewa sehingga pria itu refleks melepaskan tangannya. Dewa yang memegangi pinggangnya tepat dimana siku Araya tadi menyetuhnya kini menatap wanita itu heran.

Araya berdiri dihadapan Dewa dengan berkacak pinggang. Menunjukkan wajahnya yang memerah marah. “Jadi semua ini hanya salahku?” tanya Araya penuh emosi.

“Apa?” tanya Dewa bingung. “Aku nggak bilang semua ini hanya kesalahanmu, Araya. Aku lah yang membuat semua ini terjadi. Aku hanya menanyakan alasanmu agar aku tau dimana letak kesalahanku. Jadi aku nggak mengulanginya lagi.”

Araya menunjuk dada Dewa. Menekan jari telunjuknya disana. “Tapi kamu memojokkanku, Dewa. Jika dulu aku begini maka sekarang pasti akan begini. Secara nggak langsung, kamu menyalahkanku. Kalau aja dulu aku nggak pergi dan membuat diriku sendiri menderita, anakmu pasti masih hidup hingga sekarang. Begitu bukan maksud kamu?”

Araya memperhatikan reaksi Dewa. Pria itu tidak terkejut dengan penyataan terakhirnya sehingga Araya bisa menebak bahwa Dewa sudah mengetahui tentang anak mereka. Dan Araya sangat yakin bahwa pria itu pasti kini menyalahkannya. Karena apa yang telah terjadi selama sembilan tahun ini semua karena keputusan yang diambilnya.

Tied in Love [Tamat]Where stories live. Discover now