Bagian 8

24.4K 1.8K 11
                                    

Kamar yang ada di seberang kamar Araya, tepat di sebelah kamar Tama pada akhirnya menjadi kamar yang akan ditempati Dewa. Setelah mengetahui bahwa sebelumnya Dewa memang akan dikirim ke sini membuat Araya teringat saat bundanya membersihkan kamar ini. Tepatnya sekitar lebih kurang dua minggu lalu.

Kalau saja Araya penasaran saat itu tentang alasan kenapa bundanya harus membersihkan kamar hingga mengganti seprai dan tirai jendela kamar ini, mungkin dia akan tahu lebih awal tentang kedatangan Dewa. Tapi sepertinya memang sudah takdirnya dia terkejut dengan pertemuan saat di sekolah tadi.

Gilang memberitahu bahwa Prabu memang meminta bantuannya untuk mengawasi Dewa selama tahun terakhir sekolahnya. Sehingga Ayah Araya meminta Dewa untuk tinggal di rumah ini agar bisa memudahkannya untuk menjalankan permintaan Prabu. Tapi entah kenapa sebelumnya Dewa menolak untuk tinggal di sini dan lebih memilih menghuni rumah Nenek mereka. Araya tidak tahu alasannya.

Kamar ini cukup luas bahkan terlihat lebih besar dari kamar Araya. Hanya saja tidak ada kamar mandi di dalamnya, sama seperti kamar Tama. Sementara kamar Araya dan kedua orang tuanya memiiki kamar mandi di dalamnya. Tapi tak lama lagi kamar Ayasha juga akan menyusul.

Ayahnya berencana untuk merenovasi kamar Ayasha untuk membuat kamar mandi di dalamnya. Mengingat gadis kecil itu akan beranjak remaja sebentar lagi. Ayasha sama seperti kakak perempuannya yang tidak suka mengenakan pakaian setelah selesai mandi saat masih berada di dalam kamar mandi.

“Ini nggak bisa di buka ya?” tanya Dewa dengan suara yang terdengar sedikit kesal.

Tadinya Araya ingin beranjak keluar kamar Dewa sebelum suara lelaki itu menginterupsi langkahnya. Araya memang memasuki kamar Dewa untuk meletakkan handuk baru untuk lelaki itu di atas tempat tidur.

Araya menatap Dewa yang berdiri memunggunginya. “Sudah malam, Kak. Kenapa jendelanya harus di buka?” tanyanya sambil berjalan mendekati lelaki itu.

Dewa membalikkan badan dan menatap Araya sekilas ketika sudah berdiri di sampingnya. Dia sedikit bergeser untuk memberikan Araya jalan agar gadis itu bisa berdiri lebih dekat dengan jendela.

“Aku suka saat angin malam masuk ke dalam kamar.”

“Kakak kepanasan ya?” tebak Araya asal. Karena sejujurnya malam ini memang terasa sedikit panas. “Mau aku bawakan kipas angin?”

“Memangnya ada yang nggak terpakai?” tanya Dewa dengan nada penuh harap. Lelaki itu memang kepanasan, bukan karena butuh angin malam. Tapi terlalu segan untuk menanyakan kipas angin.

“Aku akan bawakan kipas angin yang ada di kamarku. Kakak bisa pakai itu,” ucap Araya. “Lagi pula aku jarang pakai kipas angin di kamar.”

Ketika hendak berbalik, suara Dewa menghentikan langkah Araya. “Nggak perlu. Tolong buka jendelanya aja.”

Araya menatap Dewa sebentar sebelum membuka jendela itu. “Padahal mudah begini. Kenapa Kakak nggak bisa melakukan hal segampang ini?” tanyanya dengan nada meremehkan.

Dewa berdehem, terlihat salah tingkah. “Kalau aku tau tinggal didorong dengan kuat begitu, sudah pasti aku bisa melakukannya.”

Araya memperhatikan Dewa untuk memastikan apakah lelaki itu berbohong atau tidak. Tapi sepertinya dia jujur. “Itu hanya alasan saja kan?” godanya.

Araya berniat untuk mencairkan suasana di antara mereka. Entah kenapa Dewa terlihat serius sekali malam ini. Padahal tadi di sekolah lelaki itu bisa bersikap menyebalkan.

“Aku serius, Araya. Tadi aku takut merusak pintu jendela di hari pertama menetap.”

“Berarti ada niat untuk merusak setelah beberapa minggu disini?”

Tied in Love [Tamat]Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu