Bagian 32

23.4K 2K 86
                                    

Araya berencana untuk menginap di kos lagi untuk malam ini. Jika pun Dewa datang, biarkan pria itu mencarinya ke kos. Sayangnya dia tidak bisa melakukannya. Tante dan kakak sepupunya datang. Regina dan Hera sengaja datang hanya untuk mengunjunginya. Dan itu sudah pasti membahas apa yang sudah terjadi antara dirinya dan Dewa. Mau tidak mau, Araya harus pulang ke rumah ayahnya.

Sama seperti melihat perubahan pada bundanya, hal yang sama juga Araya lihat dari tantenya. Wajah hingga penampilan Regina terlihat berbeda. Meskipun gaya busana Regina sudah persis seperti layaknya ibu-ibu pejabat, tidak mengurangi senyum teduh yang sama seperti Araya ingat.

Sementara Hera terlihat sangat dewasa dan masih cantik seperti dulu. Usianya lebih muda beberapa bulan saja dari Tama. Melihat tubuhnya yang kecil, Araya pikir terlalu berat keseharian Hera sebagai ibu dari tiga anak yang memiliki usia yang berdekatan. Apalagi anak-anak Hera sedang dalam masa aktif-aktifnya.

“Sembilan tahun kita tidak bertemu, Ra. Kamu terlihat lebih kurus.”

Araya tersenyum tipis ketika Regina malah mengomentari tubuhnya. Tangannya bergerak untuk membalas pelukan Regina setelah terlebih dulu bertegur sapa dengan Hera ketika di teras rumahnya tadi. “Mungkin karena Ara sedikit lebih tinggi dari dulu, Tante. Gimana kabar Om dan Tante?”

“Om dan Tante baik-baik saja. Om kamu cuma bisa menitipkan salam. Beliau tidak bisa kesini karena harus menemani adiknya yang sedang dirawat di Singapura. Sudah dua hari disana.”

Araya mengangguk. “Tolong salam balik untuk Om, Tante. Harusnya Ara yang datang kesana. Bukannya Tante dan Kak Hera yang repot-repot kesini. Lain kali ketika Ara bisa dapat cuti, Ara akan berkunjung. Duduk dulu Tante, Kak,” ajaknya.

Setelah ketiganya duduk diatas sofa, Hera menepuk pundak Araya. Membuat perhatian Araya yang tadinya tertuju kepada Regina yang duduk tepat disebelahnya beralih. Hera tersenyum singkat.

“Saat Om Gilang kasih kabar kemarin, kami langsung kepikiran untuk datang kesini. Mumpung lagi senggang dan bisa dapat tiket pagi juga. Maafkan Kakak karena nggak melakukan apapun untuk kamu selama ini.”

Araya menggeleng singkat. Tidak terima dengan permintaan maaf yang Hera katakan. “Bukan salah Kakak. Apa yang terjadi itu semua karena keputusanku. Harusnya aku yang meminta maaf. Om, Tante dan Kakak bahkan tidak bisa sekalipun melihat wajah anak Kak Dewa.”

Regina meraih kedua tangan Araya. Menggenggamnya dengan erat sehingga Araya bisa merasakan kehangatannya. Araya memandang sendu wajah tantenya itu.

“Bukan salah kamu. Semuanya memang sudah jalannya, Ra. Ini salah Om dan Tante karena tidak mendidik Kak Dewa dengan baik sehingga bisa-bisanya anak itu meniduri adiknya sendiri. Kami tadi juga sudah kembali dari makam, bersama ayah dan bundamu.”

Araya mengatupkan bibirnya. Merasa malu mendengar kalimat yang diucapkan Regina. Bagaimana pun secara tidak langsung Regina mengatakan bahwa kesalahan juga ada kepada Gilang dan Disa yang tidak bisa mendidik Araya dengan baik sehingga mau saja ditiduri oleh kakak sepupunya.

Rasanya Araya bersyukur karena ayahnya kembali ke peternakan sementara bundanya pergi ke warung untuk membeli bola lampu. Keduanya seakan memberi kesempatan agar Araya bisa berbicara dengan Regina dan Hera. Jadi keduanya tidak mendengar kalimat yang baru Regina katakan.

“Suami dan anak-anak gimana kabarnya, Kak? Maaf karena dihari penting Kak Hera aku nggak menghadiri satu pun.”

Araya memilih mengubah topik pembicaraan. Seperti sebelum-sebelumnya, jika terus membahas tentang kesalahan dan siapa yang salah, tidak akan ada yang berubah. Semua sudah terjadi juga.

Mulai dari pernikahan Hera hingga wanita itu sudah memiliki tiga anak, tidak ada satu pun yang Araya hadiri. Dia hanya mendengar sedikit cerita dari Ayasha tentang keluarga besarnya. Termasuk pernikahan bahagia Hera dan suaminya.

Tied in Love [Tamat]Where stories live. Discover now