Bagian 28

27.9K 2.1K 41
                                    

Bukan hal yang mengejutkan bagi Dewa ketika menemukan keberadaan Ayasha disini. Gadis muda itu menatapnya dengan wajah yang menunjukkan bagaimana jika sesama musuh bertemu. Tatapan mata tajam, rahang mengeras dan pikiran yang mungkin penuh dengan berbagai hal yang buruk.

Dewa tidak menganggap Ayasha sebagai musuhnya. Dibandingkan musuh, gadis muda itu lebih tepat untuk menjadi adiknya. Lebih tepatnya adik iparnya, bukan adik sepupunya lagi.

Tapi gadis itu lah yang memperlakukan Dewa layaknya seorang musuh. Bagaimana pun juga, sebagai orang yang pernah menyakiti kakaknya, sepertinya sudah sewajarnya Ayasha tidak menyukai Dewa. Apalagi jika pemikiran Ayasha yang mengatakan bahwa keberadaan Dewa hanya membuat keluarganya berantakan.

Dewa akan bersabar dan mencoba mendekati Ayasha lagi seperti dulu dia melakukannya. Pelan-pelan hingga hubungan baik mereka bisa kembali seperti semula. Kepulangan Araya mungkin juga bisa melunakkan hati gadis muda itu.

“Bagaimana bisa masuk?”

Pertanyaan itu sebagai bentuk sapaan dari Dewa. Jika bukan dia yang memulai, Ayasha mungkin diam saja. Menatapnya dengan harapan bahwa tatapan itu bisa membakar Dewa sehingga dia bisa menghilang dari muka bumi. Tapi Dewa jelas tidak akan membiarkan mata gadis itu keluar dari tempatnya hanya karena melotot kepadanya.

“Karena aku punya kuncinya.”

Itu tidak diragukan lagi. Bunda mereka pasti memiliki kunci lain. Dewa memang sengaja mengunci pintu depan agar ketika dia lengah, Araya tidak keluar dari rumah tanpa diketahuinya. Tapi rupanya bukan Araya yang pergi tetapi Ayasha lah yang datang.

“Kesini sama siapa?” tanya Dewa lagi. Meskipun tangannya masih sibuk bekerja, dia akan tetap bisa mengajak Ayasha bicara.

“Diantar Dito.”

Mendengar nama itu, Dewa mengingat satu hal. Bahwa pemuda yang bernama Dito itu juga ikut menyembunyikan kepulangan Araya darinya. Padahal Dito sudah berjanji untuk membantunya dengan menjadi sumber informasi. Nyatanya Dito sama saja dengan keluarga Araya. Dan Dewa jelas belum memikirkan apapun untuk ‘berterima kasih’ kepada Dito atas apa yang sudah dia sembunyikan.

“Kenapa dia tidak masuk? Dia langsung pulang?”

“Iya.” Ayasha berdehem. “Dia takut dimarahi seseorang.”

Dewa tersenyum singkat. “Dia sadar diri juga ternyata.”

“Padahal apa yang terjadi pada keluarga kita nggak ada sangkut paut dengan Dito. Kak Dewa jangan melakukan hal yang buruk padanya. Setidaknya dia sudah cukup membantu sebagai mata-mata Kakak kan?”

“Dan aku tau kamu yang melarangnya untuk memberi kabar padaku. Benar bukan?”

“Ya! Karena kakakku belum lama kembali. Dan memberi tau Kak Dewa tentang kepulangannya sama seperti tidak memberinya ijin untuk tenang.”

“Pikiranmu kepadaku selalu buruk ya?” Dewa memutar kepalanya. Memperhatikan Ayasha yang tidak berubah posisi. Gadis itu masih berdiri dan diam ditempat. “Kalau ingin melihat kakakmu, dia ada di kamar. Aku harus menyelesaikan ini dulu agar kita bisa makan bersama seperti sebuah keluarga harmonis.”

Dewa memang sedang memasak dan tak lama lagi akan menyelesaikan pekerjaannya itu. Dengan celemek berwarna merah muda ditubuhnya —hanya itu yang bisa dia temukan— Dewa membuat makanan dengan bahan-bahan yang ada di dalam kulkas.

Dewa membuat ayam asam manis dan capcay goreng. Karena Araya tidur, Dewa tidak bisa bertanya tentang makanan yang ingin wanita itu nikmati malam ini. Sehingga dia hanya membuat apa yang dia pikirkan saja. Karena sejujurnya Dewa lapar sekali. Makanan terakhir yang masuk ke dalam perutnya hanya roti ketika di bandara, itu pun setelah subuh tadi. Kemaren pun dia hanya sempat makan siang.

Tied in Love [Tamat]Where stories live. Discover now