Bagian 44

29.8K 1.9K 43
                                    

“Bulan Depan?”

Dewa mengangguk mantap meskipun istrinya itu bertanya dengan nada membentak. Kedua alisnya terangkat ketika Araya menatapnya lekat. Seolah-olah meminta penjelasan lebih banyak tentang rencana yang baru saja dikatakan Dewa padanya.

“Aku rasa satu bulan cukup untuk menyelesaikan semua persiapan. Keluargamu juga sudah setuju. Lebih cepat lebih baik kan?”

Araya mengancingkan kemeja Dewa bagian bawah sebelum meluruskan punggungnya. Entah karena tiba-tiba terlalu manja atau memang mencoba memanfaatkannya sehingga Dewa memintanya untuk membantu pria itu berpakaian. Dan anehnya, Araya merasa tidak keberatan sama sekali.

Suaminya itu licik, Araya memang menyadarinya. Disaat dia tidak memiliki pakaian ganti dan harus tetap memakai bathrobe akibat ulah Dewa, ternyata suaminya itu memiliki. Ada beberapa pasang baju di dalam mobil sehingga Dewa bisa lebih dulu memakai pakaiannya. Sementara dia sendiri harus menunggu Ayasha yang belum juga sampai hingga sekarang.

Dan baru saja Dewa memberitahu tentang pesta pernikahan mereka. Tanpa persetujuan dan menanyakan pendapat Araya terlebih dulu, Dewa sudah merencanakan semuanya. Dewa tidak berubah, tetap saja membuat keputusan sendiri.

Dewa memang sudah tidak sabar untuk memberitahu semua orang bahwa dia sudah memiliki seorang istri. Dia ingin semuanya tahu kalau Araya Maharani adalah istrinya. Kebenaran yang sebelumnya sempat dia biarkan tersembunyi sehingga hanya sedikit yang tahu tentang statusnya.

“Tapi apa memang harus dua kali, Mas? Kenapa nggak sekali saja?” Pesta pernikahan yang diadakan dua kali rasanya terlalu berlebihan.

“Tentu saja harus dua kali. Semua kenalan, teman-temanku dan rekan bisnis ada disana. Terlalu jauh jika mereka harus datang kesini. Aku ingin semua yang aku undang datang. Mereka harus tau kamu istriku,” jelas Dewa. Harusnya tanpa diberitahu pun, Araya sudah bisa mengerti bahwa Dewa tidak sabar untuk mengumumkan pernikahan mereka.

Tangan Araya beralih ke kerah kemeja Dewa, merapikannya. “Sayang uangnya, Mas. Pesta satu kali aja sudah butuh biaya besar, apalagi diadakan dua kali.”

Dewa menyeringai. “Aku jauh lebih sayang padamu daripada uang,” ucapnya jujur.

Araya mencubit pinggang Dewa. Merasa geram dengan candaan pria itu. “Aku serius, Mas!”

“Aku juga serius, Sayang. Kalau menyangkut dirimu, aku nggak pernah bercanda. Lagi pula pesta disini cuma pesta sederhana. Ayahmu hanya berencana untuk mengundang tetangga dan beberapa kenalan keluargamu ke rumah. Hanya begitu saja. Setidaknya semua kenalannya tau bahwa anak keduanya sudah menikah.”

Araya menghela nafas. Bagaimana pun mendebat Dewa jika ternyata ayahnya sudah menyetujui, Araya bisa apa selain menerima dan menjalaninya? “Baiklah.”

“Jadi, mulai urus pengunduran diri ya?”

Senyum tipis di bibir Araya seketika menghilang. Mengenai masalah pengunduran diri, ini sedikit sulit untuk Araya lakukan. “Aku bahkan belum kerja setengah tahun. Masa iya langsung berhenti, Mas?” Araya memeluk lengan Dewa. Mencoba untuk membujuk suaminya itu. “Bisa tunggu sampai satu tahun masa kerjaku?” pintanya dengan nada memelas.

Raut wajah Dewa berubah masam. Dia jelas tidak setuju dengan permintaan Araya. “Aku ingin kita mulai tinggal serumah, bukan menjalin hubungan pernikahan jarak jauh. Kalau bisa kerja dari sini, aku akan lakukan. Sayangnya enggak bisa. Satu-satunya cara kamu pindah kerja kesana. Kontrak kerjamu gimana?”

Araya menipiskan bibirnya. Membayangkan menjalani pernikahan jarak jauh saja dia memang tidak suka, apalagi jika benar-benar melakukannya. “Satu tahun dan diperpanjang secara otomatis kalau nggak ada perubahan, Mas. Aku rasa lebih baik berhenti setelah satu tahun masa kerja.”

Tied in Love [Tamat]Where stories live. Discover now