Bagian 36

23.2K 1.7K 78
                                    

Sudah tiga tahun lamanya Dewa berada diluar negeri. Dan kini dia mulai merasa sudah berada diambang batas kesabarannya. Setiap kali bertanya, Dewa hanya mendengar kalimat yang sama terus menerus. Dari mamanya, kakaknya hingga keluarga Araya.

“Araya memang sulit sekali dihubungi.”

“Araya jarang pulang. Jika pulang pun hanya sebentar.”

Dia sibuk sekali dengan kuliahnya.”

Dan itu informasi yang terus dia dapatkan. Berulang-ulang kali, seperti kata-kata itu sudah diprogram untuk disampaikan kepadanya. Membuat dia merasa bahwa semua ini terlalu aneh. Seperti ada yang sengaja ditutup-tutupi darinya.

Entah dia yang dibohongi atau memang kenyataannya Araya yang terlalu sibuk dengan dunianya sendiri. Tapi tetap saja membuatnya merasa tidak tenang.

Sesibuk apapun wanita itu disana, bukankah setidaknya Araya menyempatkan beberapa detik saja untuk mengirimnya pesan? Mengatakan bahwa dirinya baik-baik saja itu sudah lebih dari cukup. Itu bisa membuat hati Dewa merasa tenang disini.

Tapi Araya sama sekali tidak melakukannya. Entah wanita itu menghindarinya atau berpikir bahwa Dewa akan mengganggu waktu belajarnya, Dewa tidak tahu. Jangankan untuk mempertanyakan alasan Araya bersikap seperti ini, dia sendiri bahkan belum bisa dapat kesempatan untuk berbicara dengan wanita itu.

Apa Araya sudah mendapat penggantinya? Pemuda yang mungkin berada di jurusan yang sama dengan wanita itu? Dewa segera menggeleng ketika pikiran itu datang begitu saja. Araya bukan wanita yang seperti itu, Dewa yakin sekali.

Untuk saat ini, Dewa akan menganggap bahwa Araya terlalu sibuk dengan kuliahnya. Mungkin wanita itu berpikir jika mereka saling berkomunikasi dan terlarut dengan itu, maka pendidikan mereka berdua bisa terganggu. Ya! Dewa akan menganggap seperti ini untuk sementara waktu.

Lamunan Dewa terhenti ketika pintu kamarnya diketuk. Dia menghela nafas. “Kenapa?” teriaknya. Sudah jelas Ethan lah yang mengetuk pintu kamarnya. Tapi tidak biasanya Ethan mengetuk pintu kamarnya dini hari seperti sekarang.

Hanya beberapa detik setelahnya, pintu kamar itu terbuka. Menampakkan wajah Ethan yang terlihat mengantuk. Pria itu menguap, membiarkan mulutnya terbuka lebar sebelum menatap Dewa heran.

“Sudah lama aku perhatikan, tapi baru berani berkomentar sekarang. Aku pikir kamu belajar, tapi ternyata tidak melakukan apapun. Kamu tidak bisa tidur ya?” tanya Ethan.

Dewa mengusap pelipisnya. Kepalanya memang terasa sedikit pusing sekarang. Dia mendudukkan badannya dan menarik satu bantal untuk digunakan sebagai penyangga punggungnya. “Ya! Aku tidak bisa tidur.”

“Apa yang sedang kamu pikirkan?” tanya Ethan lagi. Karena tidak mendapat respon apapun dari Dewa, dia bertanya lagi. “Pacarmu ya?”

Dewa mengangguk singkat. Menggoyangkan ponselnya sebentar sebelum menjatuhkan benda itu ke atas kasur. “Aku masih belum bisa menghubunginya. Ini membuatku cemas. Takut terjadi sesuatu dengannya.”

Ethan berdecak. “Apa yang kamu cemaskan itu hanya sia-sia saja, De. Jika dia tidak baik-baik saja, kamu pasti sudah mendapat kabar. Apa yang kamu lakukan ini tidak sehat, tau tidak?”

“Aku tahu.” Apa yang dilakukannya ini memang tidak sehat sama sekali. Tapi mau bagaimana lagi? Sudah dicoba memejamkan mata pun, tidak ada hasilnya jika dia memang belum mengantuk. “Aku sudah ke apotek. Tapi obat tidur yang diberikannya tidak terlalu ampuh untuk membuatku tidur,” jujurnya.

Tied in Love [Tamat]Where stories live. Discover now