Bagian 39

22.8K 1.7K 33
                                    

Rudi menggeleng pasrah ketika melihat punggung Dewa yang duduk diam di salah satu kursi yang ada di kantor polisi. Pria muda itu terlihat tidak perduli meskipun beberapa polisi meliriknya terang-terangan. Dengan banyaknya pria muda lain yang bersama dengannya kini, Dewa terlihat acuh. Seakan-akan didalam pikirannya, Dewa menganggap ini bukan masalah besar karena banyak orang yang terlibat dengan kejadian ini.

Menghadapi pemberontakan putra atasannya itu memang sangat melelahkan. Sama seperti Prabu, Dewa keras kepala dan juga pantang menyerah. Melihat Dewa seperti ini, Rudi pikir pria muda itu gagal dewasa. Dewa sama sekali tidak bisa berpikir dengan baik atas tindakan apa yang sedang dia lakukan kini.

Setelah terakhir kali tidak berhasil masuk ke dalam apartemennya, Rudi pikir Dewa sudah menyerah. Tapi secara tiba-tiba pria itu tadi menghubunginya karena terlibat perkelahian di depan klub malam. Entah apa yang Dewa lakukan disana karena selama dalam pemantauannya empat tahun belakangan, Dewa sama sekali tidak pernah kesana.

“Pulang dan obati lukamu,” ucap Rudi setelah berdiri didekat Dewa. Dia meletakkan kantong plastik yang berisi obat untuk luka dan juga perban keatas meja.

Dewa mengadahkan sebelah tangannya. “Berikan saja dokumenku. Aku bisa mengurus ini sendiri. Om tidak perlu repot-repot.”

“Kembali lah ke apartemenmu. Om yang akan mengurus masalah ini. Om tau kamu tidak bersalah.”

Dewa menatap Rudi kesal. Sebab apa yang dia inginkan belum sampai ke tangannya. “Tidakkah Om juga ingin cepat pulang? Bertemu dengan keluarga? Kenapa masih bertahan disini untuk mengawasi ku? Aku tidak akan menyerah sebelum dibiarkan pulang.”

Selama empat tahun Dewa disini, Rudi sama sekali tidak menetap lama. Dewa mungkin berpikir bahwa Rudi mengawasinya, sementara nyatanya tidak. Rudi hanya akan datang sesekali di waktu tertentu untuk melihat keadaan Dewa seperti yang diperintahkan Prabu.

Tapi dua bulan yang lalu, ketika Prabu merasa Dewa sudah benar-benar tidak tahan untuk pulang, baru lah dia menetap. Bahkan hingga kini dia tidak tahu apa tujuan Prabu memintanya untuk menyembunyikan dokumen milik Dewa beberapa minggu yang lalu. Dia hanya diperintahkan untuk menahan Dewa agar tetap disini dan memastikan putra atasannya itu tetap melanjutkan kuliahnya.

“Kamu tau? Kamu sama sekali tidak terlihat benar-benar ingin pulang.”

Dewa mengernyit. Setelah usaha yang dia lakukan ini, tidak bisakah Rudi melihat kesungguhannya bahwa dia benar-benar ingin pulang? “Apa maksudnya itu? Daripada menceramahiku ini dan itu, lebih baik Om berikan saja dokumenku. Mulai sekarang aku bisa mengurus hidupku sendiri.”

Rudi tidak memperdulikan perkataan Dewa. “Jika kamu benar-benar ingin pulang, ka.u hanya perlu berjuang untuk menyelesaikan kuliahmu. Itu yang Pak Prabu inginkan sebagai satu-satunya tiket untukmu bisa pulang. Kamu tau kalau tindakan pemberontakan ini sama sekali tidak berpengaruh pada papamu bukan?”

Dewa menggerakkan tangan kanannya. “Tolong berikan dokumenku sekarang.”

Rudi mengambil plastik dari atas meja dan meletakkannya ke telapak tangan Dewa. “Apapun bentuk pemberontakan yang kamu lakukan, kamu akan tetap disini. Pak Prabu tau kamu seperti ini tapi beliau tetap dengan pendiriannya. Jadi percuma menyiksa dirimu sendiri dan melakukan sesuatu yang sia-sia. Kamu hanya memperlama waktu keberadaanmu disini jika seperti ini terus.”

“Om!” seru Dewa tidak terima. Dia tidak membutuhkan nasihat dari Rudi. Dia hanya membutuhkan dokumennya agar dia bisa pulang.

Rudi menghela nafas. Tangannya memijat pelipisnya. Matanya melirik jam di dinding yang sudah menunjukkan waktu tengah malam.

“Teruskan pemberontakanmu tapi tetap lanjutkan kuliahmu. Hanya itu yang bisa Om sarankan untukmu sekarang. Kamu mengenal papamu dengan baik. Jadi kamu tau kaku tidak akan menang melawan kehendaknya.”

Tied in Love [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang