Bagian 46

27.5K 1.9K 48
                                    

Dua orang wanita berpakaian formal berdiri dihadapannya dengan raut wajah bingung. Keduanya saling berpandangan sebelum memberi kode saling menggeleng. Araya tidak mengerti kenapa keduanya tiba-tiba mendekatinya. Padahal gedung perusahaan mertuanya cukup lengang mengingat sekarang sedang istirahat dan sholat jumat baru saja selesai.

Apa karena dia yang masuk tanpa ijin ke dalam gedung sehingga kini dihadang? Padahal Prabu tadi memberitahu kalau dia bisa masuk dengan mudah hanya menggunakan access card yang diberikan mertuanya itu.

Eh, access card?

Ketika tatapan salah satu dari dua wanita itu tertuju kepada access card yang ada ditangannya, Araya mulai paham apa yang terjadi. Kedua karyawan ini pasti berpikir bahwa yang datang adalah Aditya Prabu, si pemilik perusahaan. Karena itu keduanya datang menyambut.

“Ada yang bisa kami bantu, Bu?” tanya wanita yang rambutnya disanggul tinggi dengan sangat ramah. Ketika tahu ada seorang wanita yang ternyata menggunakan access card milik Aditya Prabu, sudah pasti yang datang ini bukan orang sembarangan.

“Saya datang untuk bertemu Pak Dewa,” jawab Araya segera.

“Pak Dewa belum kembali dari masjid, Bu,” ucap wanita yang sama. “Sepertinya Ibu harus menunggu sebentar.”

Araya mengangguk mengerti. Sebab saat melalui masjid terdekat dari sini ketika dia diantar Hera, imam sholat jumat baru saja membaca salam mengakhiri sholat. “Baik. Saya akan menunggunya.”

Wanita yang berambut sebahu bertanya ragu-ragu. “Tapi, apa Pak Prabu datang bersama Ibu?”

“Tidak. Saya datang sendiri.” Araya mengangkat kartu akses yang ada di tangannya. “Pak Prabu memberikan kartu akses milik beliau agar saya bisa langsung menunggu Pak Dewa di...” ucapan Araya terhenti ketika ada tangan yang merangkulnya.

Tubuh Araya tersentak hebat karena yakin bahwa lengan pria yang melingkari punggung dan bahunya itu bukan lah milik suaminya. Aroma parfumnya pun jelas berbeda.

“Jauhkan tanganmu atau aku patahkan.”

Tapi bukan pria itu yang lebih dulu menjauhkan tangannya melainkan Araya yang menarik diri. Dia tadinya terkejut ketika ada pria yang merangkulnya sehingga menatap tangan itu sebelum dalam hitungan detik setelahnya suara tajam suaminya terdengar.

Pria asing itu tertawa sehingga Araya hanya menatapnya bingung dan juga kesal. Memangnya ada yang lucu dengan kekagetan yang baru mendatanginya sehingga pria itu tertawa?

“Benar istrinya Aditya Dewangga ternyata. Masih mengingatku?” tanya pria asing itu sambil menunjuk dadanya.

Araya melihat dua wanita tadi terkesiap sebelum beralih menatap Dewa yang sudah berdiri disampingnya. Araya melayangkan tatapan bertanya pada suaminya sebelum menggeleng ketika pria yang merangkulnya tadi mengulangi pertanyaan yang sama.

Araya memang tidak mengingat pria ini jika pun memang jauh sebelum hari ini mereka sudah pernah bertemu. Suara pria ini juga tidak terdengar sama seperti yang pernah menghubungi Dewa. Jika Araya tidak salah ingat, Arjuna namanya.

Dewa yang mengerti tatapan dan juga gelengan itu membantu untuk mengingatkan. “Kamu pernah bertemu dengannya saat kita liburan dulu, Sayang. Dia temanku. Weri.”

Sepertinya Araya tidak mengingat wajah teman-teman Dewa yang dulu ditemuinya termasuk pria bernama Weri ini. Pengecualian untuk Nathalia. Wajah cantik teman suaminya yang satu itu, Araya sepertinya tidak akan pernah lupa. Dan mungkin setelah sembilan tahun, Nathalia bisa berkali lipat lebih cantik dibandingkan dulu.

Enyah lah pikiran itu! Araya jelas tidak perlu insecure karena Dewa kini sudah menjadi suaminya.

“Sudah bertahun-tahun setelah hari itu, wajar kalau dia tidak mengingatku. Tapi aku jelas tidak akan lupa wajahmu. Ternyata semakin cantik ya?”

Tied in Love [Tamat]Where stories live. Discover now