Bagian 19

27.3K 2.2K 48
                                    

Tidak ada yang berubah dari kamarnya selain warna dinding yang sesuai dengan dinding ruangan lainnya. Lemari, tempat tidur, meja belajar dan barang-barangnya masih sama seperti sebelumnya. Hanya saja lebih rapi dan cukup bersih, memang seperti tidak ada sentuhan tangan yang memindahkan letaknya.

Meskipun begitu tidak mampu menghilangkan rasa asing ketika menginjakkan kakinya di rumah maupun kamar yang sudah ditempatinya selama delapan belas tahun lamanya. Baru beberapa jam setelah sembilan tahun waktu berlalu jelas tidak bisa mengembalikan suasana seperti semula.

Perhatian yang berlebihan dari bundanya, kecanggungan ketika bersama Ayah dan kakaknya serta interaksi dengan adik kecilnya yang sudah beranjak dewasa. Semuanya jelas membutuhkan waktu untuk kembali ke semula sebelum Araya merusak keharmonisan keluarganya.

Mata Araya melebar ketika dia membuka lemari pakaian. Banyak pakaian baru yang tersusun di dalamnya. Tangan Araya mengambil satu pakaian rumah dan sengaja mendekatkannya ke hidung. Sama sekali tidak tercium aroma pakaian yang tersimpan lama di lemari.

Apa yang dilihat Araya dari kamarnya ini persis sama seperti yang dikatakan adiknya sebelum dia mandi tadi. Bunda mereka sering membersihkan kamar ini seakan-akan Araya memang selalu menempatinya setiap hari. Ketika pakaian di lemari sudah hampir memiliki aroma yang berbeda, bundanya akan mencuci ulang. Seakan-akan besok putrinya akan pulang dan pakaian bersih sudah harus tersedia.

Dan prilaku Disa masih sama seperti dulu. Membelikan pakaian yang sama untuk kedua putrinya sehingga Araya bisa melihat banyak pakaian baru di dalam lemari. Hal itu membuat rasa bersalah karena meninggalkan keluarganya terlalu lama masih tetap ada.

Araya melepaskan handuk dan mulai memakai pakaian yang dipilihnya acak dari dalam lemari. Dia sama sekali tidak kepikiran untuk membawa pakaian kesini. Sebab dia sendiri tidak yakin bahwa dia pasti akan menginap. Lagi pula bundanya sudah menyiapkan semua ini sehingga Araya tidak perlu memikirkan apa yang akan dikenakannya di rumah keluarganya.

Pintu kamarnya yang diketuk dua kali sebelum terbuka mengalihkan perhatian Araya. Adiknya berdiri disana dengan senyum yang menghiasi bibirnya.

“Memang sudah lama sekali kita nggak seperti ini,” gumam Ayasha sambil melangkah masuk. “Aku akan memperhatikan piama Kakak, lalu duduk ditempat tidur sambil memandangi Kakak yang sedang menyisir rambut.” Ayasha tidak sekedar berkata karena dia langsung mempraktekkannya.

“Dan kamu akan terus membujukku untuk potong rambut. Menanyakan gimana rasanya menjadi gadis remaja. Selalu protes karena nggak suka membaca buku sepertiku. Mempertanyakan apakah masih butuh waktu lama agar kamu bisa mengenakan rok abu-abu.”

“Dan aku pikir Kakak sengaja melewatkan sesuatu.”

“Apa?” tanya Araya pura-pura tidak tahu. Bibirnya tersenyum geli. Karena kukis lah yang sengaja dia lewatkan.

“Aku memaksa kakak untuk membuat kue.”

Tangan Araya meletakkan sisir sebelum membalikkan tubuhnya. “Aku rasa sekarang kamu sudah bisa membuatnya. Benar kan?”

“Percayalah! Sejak Kakak pergi, aku nggak ingin melihat atau mendengarnya di rumah ini.”

Araya tersentak kaget. “Kenapa begitu?” tanyanya heran. Semua yang mengenal Ayasha sangat mengetahui bagaimana cintanya dia dengan kue kering itu.

“Karena aku sempat berpikir Kakak pergi karena aku yang sering memaksa untuk buat kue. Dan aku akan berdamai dengannya jika Kakak kembali dan membuatkannya lagi untukku.”

Araya terkekeh. Merasa lucu dengan apa yang dikatakan adiknya itu. “Kamu tau kalau bukan itu penyebabnya.”

“Aku tau. Hanya saja setelah Kakak pergi, saa lihat kue kering cokelat itu, aku langsung mengingat Kakak. Entah Kakak lupa atau nggak, sehari sebelum Kakak pergi dari rumah aku minta kakak membuatnya. Aku terus memaksa Kakak sementara Kakak udah bilang nggak enak badan. Besok sorenya Kakak nggak ada di rumah. Ayah, Bunda dan Kak Tama sibuk mencari Kakak. Bunda terus bilang kalimat yang sama, kalau kondisi Kakak sedang nggak baik tapi masih nekat untuk pergi. Aku merasa semua karena aku. Andai saja aku nggak paksa Kakak, malam itu Kakak nggak akan pingsan di dapur.”

Tied in Love [Tamat]Where stories live. Discover now