Bagian 15

30K 2.2K 25
                                    

Dengan tergesa-gesa Araya turun dari taksi online. Angin pagi dan cuaca yang mendung menyambut kedatangannya. Setelah matanya tanpa sengaja melirik pintu UGD yang berjarak dengan tempatnya berdiri sekarang —yang terlihat sedikit ramai pagi ini— dia segera melangkahkan kakinya untuk masuk ke dalam gedung rumah sakit.

Araya mengeratkan pegangannya kepada tas di tangannya ketika langkah kakinya semakin cepat. Sementara tangannya yang lain bergerak merapikan rambutnya. Hanya satu yang Araya pikirkan saat ini. Kurang dari sepuluh menit lagi, jika dia tidak sampai di ruangan praktik maka dia sudah pasti dinyatakan terlambat.

Tadi malam pada awalnya Araya tidak bisa tidur, seperti biasanya. Sehingga dia mengisi waktunya untuk membaca buku hingga lewat tengah malam. Terlarut dalam kegiatannya itu, tanpa sadar setelahnya Araya ketiduran dengan kepala di atas meja. Hingga pada akhirnya dia terlambat bangun tadi pagi karena alarm pun seakan tidak mampu untuk membangunkannya.

Tubuh Araya tiba-tiba terhuyung, meskipun untungnya dia mampu mengendalikan diri sehingga tidak terjatuh ke lantai. Bahu kirinya terasa sedikit sakit. Dia segera membalikkan badan dan menyadari apa yang baru saja terjadi.

“Maafkan saya,” ucap Araya ketika dia secara tidak sengaja menabrak seorang pemuda. Pemuda itu sedikit menggerutu karena kesal sambil berjongkok. Araya mengikutinya dan membantu untuk mengambilkan satu tas kecil milik pemuda itu. “Saya tidak sengaja karena terlalu terburu-buru. Apa kamu terluka?”

“Tidak apa-apa. Saya baik-baik saja,” gumam pemuda itu sambil memperhatikan Araya dengan seksama. Keningnya mengernyit. Pemuda itu mengambil alih tas yang Araya berikan kepadanya. “Terima kasih.”

Masalah yang tanpa sengaja Araya buat sudah terselesaikan dengan baik. Pemuda itu sudah memaafkannya sehingga Araya tidak perlu merasa bersalah lebih lama lagi. Dia melihat jam di tangannya sebelum meringis.

“Kalau begitu saya permisi. Sekali lagi, saya minta maaf.”

Araya tersenyum tipis sebelum berjalan meninggalkan pemuda itu yang sibuk dalam diamnya. Dari lantai satu menuju lantai tiga Araya membutuhkan waktu beberapa menit. Jika tidak disegerakan, maka dia benar-benar terlambat. Araya tidak menyukai ini sebab dia tidak ingin ada kecacatan dalam pekerjaannya.

“Dokter Araya,” panggilan itu menghentikan langkah kaki Araya. Dia segera membalikkan badan dan menemukan pemuda tadi berjalan cepat mendekatinya.

“Maaf. Ada yang bisa saya bantu?” tanya Araya bingung. Apa pemuda ini mengenalnya sehingga mengetahui namanya?

“Dokter menjatuhkan ini.”

Araya menghela nafas ketika melihat pemuda itu menyodorkan tangannya dengan ID card milik Araya disana. Refleks tangannya menyentuh bagian dadanya. Memastikan ID card miliknya memang tidak tergantung di lehernya. Ternyata dia memang tidak sengaja menjatuhkannya.

“Terima kasih banyak. Saya sama sekali tidak menyadari kalau ini terjatuh.”

ID card nya sebagai dokter di rumah sakit ini adalah benda penting yang harus Araya kenakan ketika berada di rumah sakit. Selain sebagai identitas, ini juga sebagai penentu statusnya disini. Selain sneli tentunya.

“Sama-sama. Kalau begitu saya permisi. Mari, Dokter Araya.” Pemuda itu mengangguk singkat dengan senyum di bibir. Terlihat lebih ramah dibandingkan dengan tadi.

“Iya silakan.”

Pemuda yang ramah ternyata. Terlihat masih muda sekali. Sepertinya seorang mahasiswa.

Beberapa detik setelah pemuda itu berjalan menjauh meskipun sesekali memutar kepalanya ke belakang, Araya tersentak. Seakan baru menyadari sesuatu sehingga dia segera berbalik. Dia sedikit berlari ke arah lift. Tangannya menekan tombol yang untungnya tidak membutuhkan waktu lama menunggu.

Tied in Love [Tamat]Where stories live. Discover now