Bagian 6

28.2K 2K 10
                                    

“Biasanya kamu selalu bersemangat saat hari pertama mulai sekolah. Tapi hari ini kamu sedikit aneh dan lebih banyak melamun. Kamu ini sebenarnya kenapa, Ra?”

Araya tersenyum miris karena pertanyaan Dian. Kepalanya sedikit menunduk untuk memperhatikan isi gelas. Tangan kanannya terangkat dan bergerak untuk mengaduk teh es yang masih tersisa setengah gelas menggunakan sedotan plastik dengan gerakan malas.

Jangankan Dian atau pun Juni yang merasa heran. Dia sendiri pun merasa ada yang berbeda darinya. Dan sepertinya keberadaan Dewa memang berdampak sekali terhadapnya. Lelaki itu membuatnya sangat penasaran.

Belum sempat Araya memikirkan jawaban yang tepat atas pertanyaan Dian, Juni yang lebih dulu angkat bicara. “Kamu ada masalah di rumah ya? Apa mungkin kamu merasa kesal sama Andi? Atau kesal karena merasa masa liburan terlalu singkat? Kalau kamu mau, hari minggu nanti kita bisa jalan atau nonton mungkin. Gimana?”

“Nggak ada masalah di rumah kok. Sikap Andi juga bukan hal yang mampu membuat aku jadi kepikiran. Dan liburan, aku rasa udah cukup liburan sebelumnya.” Araya menatap Dian dan Juni yang mendekatkan tubuh ke arahnya. Dia terkekeh melihat raut wajah penasaran kedua sahabatnya. “Aku sebenarnya ingin cerita. Tapi aku nggak yakin dengan respon kalian nanti.”

“Masalahnya apa dulu? Kalau lucu udah pasti kami akan tertawa.” Setelah bicara cepat, Juni mengangkat gelasnya dan langsung meneguk minumannya sehingga hanya ada es batu yang tersisa di dalam gelas itu.

“Ini sebenarnya tentang seseorang.”

“Tentang laki-laki?”

Kepala Araya mengangguk pelan untuk membenarkan pertanyaan Dian. Dia ingin mengatakan tentang Dewa kepada mereka.

“Siapa, siapa?” Juni terlihat bersemangat. “Nggak pernah loh kamu seperti ini. Aku jadi penasaran sekali.”

“Aku juga penasaran. Araya dan buku bacaan yang tebalnya mampu membuat mata kita letih udah bukan hal yang luar biasa. Tapi Araya dan seorang lelaki jelas suatu yang— wow banget nggak sih?”

Juni berdecak. “Kamu terlalu berlebihan, Di.” Dian hanya menyengir menanggapi.

“Ini tentang murid baru. Dia....”

Kantin seketika menjadi gaduh karena mulai terdengar suara bisikan dari ujung ke ujung. Araya menghentikan kalimatnya dan mengernyitkan kening. Dia memutar tubuhnya untuk memastikan apa yang sedang terjadi di kantin ini.

Beberapa murid perempuan terlihat krasak-krusuk di tempat duduk mereka dengan perhatian tertuju kepada satu objek yang sedang berjalan memasuki kantin. Seorang murid laki-laki yang terlihat menyembunyikan kedua telapak tangan kanannya ke dalam saku celana dengan pandangan memutari seisi kantin.

“Aku dengar dia pindahan dari luar kota. Tampan sekali ya?” bisik Juni.

Dewa yang kini berdiri dengan tatapan tertuju ke arah spanduk bertuliskan nama-nama menu dari para pedagang di kantin sekolah juga langsung menarik perhatian Araya. Dia menjadi salah satu di antara puluhan murid perempuan yang memandangi lelaki itu dengan tatapan tertarik dan kagum. Dewa terlihat membaca dengan ekspresi yang sama seperti yang Araya lihat tadi pagi.

Kakak sepupuku itu tampan sekali!

“Sepertinya dia akan jadi murid paling tampan di sekolah kita. Coba lihat! Semua mata adik kelas yang perempuan tertuju padanya. Dia pasti akan jadi idola sekolah kita mulai hari ini,” komentar Dian.

“Aku ingin sekali memiliki kekasih yang tampan seperti itu.” Juni mendesah kesal. Tangannya saling menangkup didepan dada. “Tapi terlalu makan hati kalau memiliki pacar yang menarik perhatian orang ramai seperti itu. Dan juga, sepertinya sulit karena dia pasti akan memilih murid perempuan tercantik di sekolah kita.”

Tied in Love [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang