Bagian 23

27.8K 2K 19
                                    

"Kalian berdua bisa memakiku. Tapi aku harap kalian nggak benci aku."

Araya menatap kedua sahabatnya bergantian dengan pandangan malu. Pada akhirnya dia menceritakan masa lalunya kepada Dian dan Juni. Araya mempercayai kedua sahabatnya itu dan berharap mereka bisa menjaga rahasia ini dengan baik.

Bagaimana pun rasanya terlalu munafik ketika dia terlihat seperti perempuan baik-baik sehingga harus mendapat sanjungan dari Juni sejak mereka bertatapan kembali pagi tadi. Temannya yang satu itu tidak henti-hentinya memuji Araya. Tubuh, wajah, sikap hingga pekerjaan.

Padahal dia hanya bekas gadis yang pernah memiliki kesalahan besar di masa lalu. Bukan wanita yang patut untuk mendapat berbagai sanjungan sehingga mampu membuat wanita lainnya merasa iri.

Hal itu yang mendorong Araya untuk terbuka dengan kedua sahabatnya ini. Sejak mereka selesai membantu anak-anak merapikan barang-barang, ketiganya duduk di bangku taman samping rumah yang disewa untuk ditempati anak-anak panti. Ketiganya saling bertukar cerita tentang kehidupan masing-masing. Termasuk Araya yang sudah menceritakan alasan kepergiannya selama sembilan tahun ini.

"Kenapa aku harus membencimu?" Tangan Dian menepuk pundak Araya. "Semua orang bisa aja melakukan kesalahan, Ra. Tapi nggak semua orang bisa menyesali perbuatannya seperti kamu. Lagi pula sudah masa lalu juga. Kamu disini sekarang."

Araya tersenyum miris. "Tapi apa yang aku katakan pasti sudah merubah cara pandang kalian padaku."

"Memang berubah." Kepala Dian mengangguk-angguk. "Aku jadi tahu kalau Araya yang aku kenal ternyata juga bisa melakukan kesalahan. Berarti kamu memang manusia normal."

Bibir Araya mencebik ketika kedua sahabatnya itu kini tengah menertawainya. "Aku memang manusia normal sejak dulunya."

Juni menepuk kedua telapak tangannya sekali. "Aah! Aku juga ingin mengatakan satu rahasia terbesarku," ucapnya dengan nada seakan-akan baru mengingat sesuatu. Juni menghembuskan nafas kasar. "Sebenarnya aku juga udah nggak perawan."

"Apa?" teriak Araya dan Dian bersamaan. Kejujuran yang dikatakan Juni sungguh mengejutkan mereka.

"Kenapa bisa kamu nggak perawan?" tanya Araya tak percaya.

Meskipun Juni berganti-ganti pasangan, dia jelas tidak pernah membayangkan Juni juga akan melakukan sesuatu yang diluar batas seperti itu. Walaupun Araya menyadari bahwa godaan untuk melakukan hubungan intim itu memang besar sekali jika sudah ada kesempatan dan suasana yang mendukung.

"Karena seorang pria sudah meniduri ku, Ra. Kamu dulu pernah mencobanya, kenapa malah bertanya?" Juni menatap Araya kesal. "Dan jangan bilang kalau kamu ingin bertanya gaya apa yang kami praktekkan?"

"Hei!" teriak Dian segera. "Ada yang masih perawan disini." Dia menunjuk dirinya sendiri. "Tidak bisakah kalimat yang kamu gunakan disaring dulu?"

Araya mengabaikan Dian dan lebih fokus untuk memperbaiki pertanyaannya. "Maksudku kenapa kamu melakukannya? Apa atas nama cinta juga?"

Juni mengambil satu kerikil dan melemparnya sejauh mungkin. Mengenai satu batang pohon yang lumayan tinggi menjulang. "Lebih tepatnya godaan setan yang berwujud pria dewasa yang mempesona. Dan lebih parahnya lagi, aku ternyata memberikan keperawanan ku kepada suami orang. Sepertinya itu rahasia besar ku yang kedua."

"Ya ampun. Kamu bukan pelakor kan Jun?" tanya Dian tidak percaya. Bibirnya menipis. Kejujuran lain yang disampaikan Juni jauh lebih mengejutkan dibandingkan sebelumnya.

Juni mengangkat bahu sekilas. "Entahlah! Sepertinya aku memang pelakor. Tapi sejak awal dia menyembunyikan statusnya sehingga aku pikir dia masih belum punya pasangan. Aku menyerahkan keperawanan ku kepadanya karena terlalu percaya dan mencintainya. Tiba-tiba ada wanita yang menemui ku dan mengaku sebagai istrinya. Aku mengakhiri hubungan kami sementara mereka berdua bercerai. Pria itu ingin menikahi ku, tapi aku menolak."

Tied in Love [Tamat]Where stories live. Discover now