20

4.5K 317 12
                                    

"Aku takut. Aku takut ketika menyadari sepertinya aku telah jatuh cinta. Tapi ini bukan sebuah kesalahan kan?"

♡♡

Ravael menjatuhkan dirinya di sofa ruang tengah yang empuk dan nyaman itu. "Aw.." Ravael meringis kesakitan saat menyentuh hidungnya.

"Jangan dipegang - pegang hidungnya," ucap Zanetha dengan lembut. Ia memberikan segelas air putih untuk Ravael.

"Citra!" panggil Ravael.

"Bi Nala dan Mbak Citra lagi pergi karena perintah bapak dan ibu. Ravael butuh sesuatu?" ujar Mang Awan. Ravael menggeleng kemudian menyuruh Mang Awan untuk keluar dengan gerakan tubuhnya.

Zanetha duduk di sisi Ravael. "Gue beneran minta maaf. Gue gak tau Sergio bakal lakuin ini,"

"Gue takut tiap liat Sergio, tapi gue gak bisa bohong kalo perasaan gue buat dia masih ada. Gue gak siap kehilangan dia," lanjut Zanetha dengan tatapan matanya yang suram.

"Bisa-bisanya lo tahan sama orang kayak gitu,"

"Karena gue terlalu sayang sama dia, Rav! Bahkan gue berharap kalo gue sama dia itu jodoh. Kita udah pacaran lumayan lama, dan seharusnya kita gak berakhir kayak gini."

Gadis ini polos atau bodoh sih? Bagaimana mungkin ia masih berharap pada laki - laki yang sudah menyakiti dan memakinya? 

Ravael membuang nafasnya kasar. "Orang tua lo gak suka sama dia, sahabat lo juga gak restuin kan? Dia berkali - kali kasar, mukulin lo, ngatain lo murahan. Dia bahkan ninggalin lo secara sadar. Terus harus gimana lagi cara Tuhan jelasin kalo lo udah gak berharga lagi di mata dia?"

Air mata Zanetha lagi lagi mengalir begitu saja, ia tak bisa menghentikannya. "Gue akan tetep berdoa supaya dia bahagia, walaupun bukan sama gue. Gue gak bisa liat dia hancur kayak gitu,"

Sungguh Ravael sudah tak mengerti dengan hati Zanetha. Apakah ia memang terlalu baik? Pantas saja Sergio semena - mena memperlakukan Zanetha yang polos ini.

Ravael bangkit dari sofa dan berjalan tergopoh - gopoh. Dengan cepat Zanetha memegang tangan Ravael. "Lo mau kemana sih? Lo belom sepenuhnya sehat ih," tanya Zanetha.

"Gue mau mandi. Habis ini gue harus pergi," jawab Ravael.

Zanetha pun melepaskan tangannya, membiarkan Ravael melakukan yang ia mau walaupun hati Zanetha khawatir. Seharusnya Ravael tidak boleh melakukan banyak aktivitas dulu.

Dringg.. Driingg..

"Halo?" ucap Zanetha dengan ramah.

"Zanetha cantik, ini Tante Livia, mamanya Ravael. Kamu inget kan sama tante?"

"Oohh inget kok! Ada apa, tante?"

"Ravael mau pergi berantem ya? Dia emang suka pergi malem - malem dan kumpul sama temen gengnya. Tapi tante mohon kali ini tolong larang dia ya? Bisa?"

Zanetha menelan ludahnya susah payah. Ia tahu ini tugas yang sangat sulit, bahkan sepertinya Zanetha tidak akan berhasil. Mengingat kondisi Ravael yang memang tidak baik, Zanetha mengangguk semangat untuk menerima permohonan itu.

"Hmm aku gak bisa janji, tapi aku bakal berusaha."

"Kamu halangin dia dengan cara apapun, pokoknya dia gak boleh berantem - berantem. Kalo tante yang ngomong, pasti dia bakal nurut tapi akan tetep pergi juga,"

"Aku ngerti kok. Tapi aku gak yakin juga kalo Ravael mau dengerin aku, tante,"

"Tante takut Ravael luka atau cedera serius, Zanetha. Tolong bangeett kamu bantu tante ya, kalo Om Adam tahu juga pasti dia marah besar,"

21 DAYS TO GET HURT [AKAN TERBIT]Where stories live. Discover now