27

3.6K 288 112
                                    

"Menjagamu adalah kewajibanku. Jangan terluka jika tidak mau melihatku khawatir."

♡♡

"Duh, gue udah berusaha alihin pikiran gue dengan ngemil, tapi masih aja gue khawatir dan gak tenang gini. Ravael baik - baik aja kan?" ujarnya bermonolog.

Zanetha sejak tadi berusaha menyibukkan diri tetapi hasilnya nihil.

"Kenapa jantung gue deg - degan gini ya? Gak gak, gue gak boleh mikir yang aneh - aneh. Pasti ini karena gue terlalu berlebihan aja,"

"Tenangin diri lo, Za. Nanti malem juga Ravael bakal pulang kok, dia pasti balik dengan selamat,"

-x-x-x-

Ravael melepaskan helmnya dari kepala. "Udah siap? Austin mana?" tanyanya.

"Austin lagi di jalan, tadi dia nganter adeknya dulu. Bentar lagi juga dateng," sahut Edgar.

Hakim sedang memilih benda - benda sejata apa saja yang akan ia bawa nanti. Ada pisau lipat, celurit, parang, dan lainnya.

Ezra menyodorkan Ravael sebuah parang. "Lo bawa ini aja,"

"Gue gak perlu senjata. Gue bakal habisin mereka dengan tangan gue sendiri,"

"Emang Roger kita terbaik! Bikin makin cinta," lanjut Hakim bercanda.

Edgar mengambil sebuah celurit untuknya. "Cocok nih buat gue. Sekali gerakan langsung tewas 10 orang,"

Lalu Ravael pun memarkirkan motornya di pinggir warung.

Ezra duduk mendekat pada Ravael. "Rav, orang tua lo gak akan tau kan?"

"Tenang aja, aman,"

"Gue takut kalo orang tua lo tau, lo bakal gak dibolehin bergaul sama kita lagi,"

"Gue gak akan biarin itu terjadi. Zanetha juga udah janji kalo gak akan kasih tau orang tua gue,"

Driingg.. Driinggg..

Ah, mengganggu sekali! Bisa - bisanya ada telepon masuk ketika mereka sedang bersiap - siap untuk perang nanti.

"Halo? Ada apa Mang?" tanya Ravael pada Mamang Awan yang menghubunginya.

"Pak! Cepat pulang, sepertinya rumah dirampok dan Zanetha hanya berdua di rumah sama Citra. Saya tiba di rumah sekitar tiga jam lagi," 

"DIRAMPOK? Maksudnya?" Ravael spontan bangkit dari tempat duduknya karena terlalu terkejut.

"Saya juga kurang tau, Pak. Tadi non Zanetha nelfon saya nangis - nangis,"

"Oke Mang, saya pulang sekarang. Makasih,"

Lalu dengan cepat Ravael memutuskan telepon itu dan langsung pergi bersama motornya secepat mungkin. Ia bahkan lupa untuk berpamitan pada teman - temannya, ia sangat khawatir.

Di kepala Ravael hanya terbayang wajah Zanetha yang putus asa dan meminta pertolongan. Tapi tidak ada yang bisa membantu gadis malang itu.

Ravael menancapkan gasnya semakin kencang, jantungnya sangat berdebar hingga ia sulit mengontrol nafasnya.

Sedangkan Hakim, Edgar, dan Ezra yang menyadari ada masalah besar, mereka langsung dengan cepat menyusul Ravael di belakangnya.

"Kenapa Rav?!" teriak Edgar ketika motornya berada di sebelah Ravael.

"Rumah gue dirampok. Ada Zanetha di rumah,"

"ZANETHA?! Keadaan dia gimana?" sahut Hakim ikut panik.

21 DAYS TO GET HURT [AKAN TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang