26

3.9K 282 68
                                    

"Terkadang kamu tak bisa memilih kepada siapa jatuh cinta karena itu terjadi begitu saja. Meski mulut berkata tidak, hati tak bisa menolak."

♡♡

Sejak tadi Zanetha hanya berdiam di kamarnya. Ravael pun bingung, apakah ia perlu menghampirinya? Gengsi! 

Ravael tidak boleh terlihat khawatir atau peduli di depan Zanetha. Lalu bagaimana caranya? Ia ingin mengetahui setidaknya kondisi Zanetha atau apa yang sedang gadis lugu itu lakukan.

"Citra!" panggil Ravael dengan tegas.

"Ada apa, Pak? Perlu bantuan?"

Ravael sebenarnya malu untuk memerintahkan ini, tapi ya biarlah. "Cek keadaan Zanetha di kamarnya, daritadi dia gak keluar,"

Citra tersenyum kecil. "Tapi mengapa Pak Ravael gak langsung tanya ke non Zanetha langsung?"

"Saya gak terima pertanyaan. Lakuin aja apa yang gue suruh," jawab Ravael dingin.

"Baik. Saya permisi dulu,"

Citra pun mengangguk dan melangkahkan kakinya ke kamar Zanetha. Ia sepertinya merasa Ravael dan Zanetha sudah semakin dekat dan mulai ada rasa suka. Pasti orang tua mereka akan sangat senang jika rencana ini berhasil.

"Permisi non," ujar Citra dengan lembut.

Tokk..! Tok..!

"Masuk aja mbak, gak aku kunci kok," balas Zanetha dengan suara lirih.

Ketika Citra membuka pintu, terlihat Zanetha yang sedang berbaring di tempat tidurnya. Wajahnya pucat dan lemah.

Dengan cepat Citra pun menghampirinya. "Apa yang terjadi, Non? Sakit? Kok bisa begini? Badannya hangat loh.. Non Zanetha kok gak bilang kalo sakit? Sejak kapan ini?"

"Gakpapa. Kayaknya aku kecapekan atau-"

"Tunggu sebentar, biar saya ambil kompres dulu. Non Zanetha diam dulu disini ya," sela Citra panik. Kemudian ia langsung berlari keluar kamar.

Zanetha memegang dahi dan lehernya. "Kenapa gue tiba - tiba demam ya? Kayaknya tadi pagi juga biasa aja."

"Apa karena gue terlalu mikirin kejadian kemaren? Enggak, gak mungkin! Masa karena ciuman itu gue jadi demam? Pokoknya Ravael gak boleh tau kalo gue sakit!" pikir Zanetha.

"Kenapa gue jadi aneh gini sih?"

"Kenapa gue gak boleh tau?" sahut seseorang. Ternyata Ravael sudah berdiri sejak beberapa detik lalu di ambang pintu. Zanetha dengan cepat menutup wajahnya dengan selimut karena merasa malu. "Mati gue! Kenapa dia harus ada disini sihh?" pikir Zanetha.

Ravael mendatangi Zanetha yang berbaring lemah. "Kenapa sakit? Salah makan?" tanyanya dengan cuek, tetapi sebenarnya khawatir.

"Gak tau. Sana ah, jangan banyak tanya!"

"Lo berani disuntik kan?" tanya Ravael.

Zanetha mengerjapkan matanya panik, sejujurnya ia sejak kecil takut untuk disuntik. Tetapi ia terlalu gengsi untuk mengakuinya di depan Ravael. Mungkin ia bisa sedikit berbohong.

Lalu Zanetha mengubah posisi dan terduduk di tempat tidurnya. "Lo ngeledek gue? Masa gue takut sama jarum suntik?"

"Bagus," respon Ravael. 

"Lo mau ngapain emangnya? Kenapa nanya gitu?"

"Bantu lo biar sembuh. Udah lo gak usah penasaran,"

Lalu Ravael pun mengambil ponselnya dan menghubungi seseorang.

"Dokter Hito?" panggil Ravael.

"Ya betul. Ke rumah saya secepatnya,"

21 DAYS TO GET HURT [AKAN TERBIT]Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin