29

4K 283 64
                                    

"Kita memiliki banyak perbedaan. Sesungguhnya kita pun tidak sedang bersama, tetapi aku hanya akan menunggu. Karena hanya itu yang bisa ku lakukan."

♡♡

Ravael terduduk lemas di tempat tidurnya dan ditemani ketiga sahabat setianya. Sebenarnya ia akan lebih senang jika ada Zanetha disini, sayangnya gadis itu terburu - buru pulang tadi.

"Oi! Ngelamun aja lo, menurut lo gimana?" ucap Edgar dengan sedikit berteriak.

"Apanya?"

"Astaga, daritadi kita ngomong panjang lebar lo gak denger? Kita lagi ngomongin perampok itu, Rav, menurut lo siapa?"

Ezra mengusap punggung Ravael. "Jangan suruh dia mikir dulu, kondisinya aja belom sepenuhnya sehat,"

"Gue penasaran aja, orang usil mana sih yang ngelakuin hal kejam begini?" sahut Edgar.

Austin menghela nafas berat. "Mungkin juga mereka perampok biasa, bukan suruhan siapapun gitu."

Tiba - tiba Hakim berlarian masuk ke dalam ruangan kamar Ravael.

"Woi! Woi!" teriak Hakim heboh sendiri sambil menunjuk - nunjuk ke arah ponselnya.

"Apaan?" tanya Ravael penasaran.

"Dalang perampok itu ternyata Sergio. Dia kerjasama sama geng sekolah sebelah yang tadinya mau kita serang. Gue gak ngerti hubungan mereka apa, tapi-"

"Kenapa Sergio mau celakain Zanetha?" sela Ravael.

Sepertinya tidak mungkin Sergio bermaksud melukai Zanetha, laki - laki itu sangat mencintainya. "Rav, itu cowok kan rada gak waras. Mungkin ini bentuk bales dendam karena Zanetha udah buang dia," ucap Edgar kemudian.

Ravael mengangguk - ngangguk, ucapan Edgar tidak sepenuhnya salah.

"Lo yakin ini ulah Sergio?" tanya Austin dengan tegas. Dan Hakim mengangguk yakin. "Gue dapet informasinya dari alumni sekolah kita yang ternyata kenal sama Sergio, dan katanya Sergio-"

"Cukup. Gue gak nyangka dia bisa se-nekat ini," potong Ravael. Ia gusar dan perasaannya tidak tenang, bagaimana jika Sergio datang menemui Zanetha saat Ravael tidak ada?

Lalu Austin pun mengambil sebuah paperbag yang berada di atas meja. "Ini apaan, Rav?" tanya Austin.

Dengan cepat Ravael merebutnya dari tangan Austin. "Hargain privasi orang. Jangan sentuh barang gue,"

Austin pun mulai tersenyum usil. "Kenapa lo tiba - tiba jadi begitu? Apa itu dari Za...."

"ZANETHA?! Dia kasih lo apa, Rav? Coba buka buka! Gue pengen liat," sahut Edgar bersemangat.

Ravael menyembunyikan hadiah Zanetha di dalam selimutnya. "Apaan sih?"

"Buka. Ih, lo pelit banget sama kita! Beneran dari Zanetha? Kapan lo ketemu dia??" tanya Hakim mulai beraksi. Ia tidak mau ketinggalan informasi apapun.

"Rav, kok lo gitu sih? Lo udah jadian sama dia?"

"Kalo gue gak salah, tadi isinya selimut," ujar Austin dengan bersikap santai.

Hakim yang iseng pun langsung mencolek dagu Ravael beberapa kali. "Selimuutt? Romantiss amaatt, pasti biar bang Roger tetap merasa hangat walaupun jauh dengan Putri Zanetha,"

"Geli," sahut Ravael singkat.

"Atau biar setiap tidur, serasa dipeluk Zanetha..? Ya ampun, gemeess bangeett! Gue sih pendukung kalian berdua nomor satu!" tambah Edgar.

21 DAYS TO GET HURT [AKAN TERBIT]Where stories live. Discover now