43

3.5K 301 33
                                    

"Dia yang menciptakan luka di hatiku, tetapi dia jugalah satu - satunya yang mampu menyembuhkan."

♡♡

"Rav, gue takut," bisik Zanetha ketika mereka baru saja tiba di sebuah gedung untuk melakukan ibadah penutupan peti.

"Gak usah dipikirin,"

Zanetha menghembuskan nafas perlahan, berusaha menenangkan diri. Tentu saja dirinya belum sepenuhnya bisa merelakan kepergian Rendra yang begitu mendadak.

Tibanya disana, Zanetha langsung berlari memeluk Ester erat.

"Bunda gakpapa? Udah sehat?" tanya Zanetha sangat khawatir.

"Iya, bunda sehat. Maaf ya bunda belom sempet samperin kamu, karena bunda masih-"

"Gakpapa. Yang penting itu kesehatan bunda, setelah kehilangan papa, aku gak mau kehilangan bunda juga. Kita harus hidup sama - sama sampe Zanetha tua ya," sela Zanetha sambil tersenyum tipis.

Bunda Ester mengusap kepala Zanetha. "Relakan papa ya, sayang? Jangan ditangisin terus menerus, kasihan papa nanti gak tenang perginya,"

Zanetha mengangguk. "Aku bakal berusaha. Aku juga harus belajar buat lebih kuat daripada sebelumnya,"

Kemudian Livia pun juga datang menghampiri mereka. Ia bersalaman dengan Ester dan memeluk Zanetha sebentar untuk menyemangatinya.

"Apa kabar, Zanetha? Tante kangen liat kamu,"

"Baik kok, tante. Maaf aku gak ikut ngurusin kematian papa dari kemaren dan jadi ngerepotin tante,"

"Ah, gak ngerepotin kok! Kan kita juga sebentar lagi jadi satu keluarga, jadi gak perlu sungkan. Santai aja sama tante dan om Adam, oke?"

Satu keluarga? Zanetha tersenyum kecut, membayangkan Ravael yang sudah menolaknya bahkan menyakitinya berkali - kali.

Livia memegang kedua bahu Zanetha. "Kamu kesini sama siapa? Dianter Ravael kan? Kalo dia ninggalin kamu, biar tante yang marahin,"

"Iya, dia anterin kok. Sekarang Ravael lagi ke toilet dulu,"

"Oh bagus.. Ayo Zanetha kita duduk," ajak Livia. 

Mereka bertiga pun akhirnya duduk di baris paling depan ibadah tersebut. Pelayat disana tidak terlalu banyak, mungkin sekitar 20 orang saja.

Sedangkan sahabat - sahabat Zanetha memang tidak datang karena ibadah ini hanya khusus keluarga dan kerabat terdekat Rendra saja.

-x-x-x-

Selesai ibadah penutupan peti, akan dilanjutkan proses penguburan. Tetapi Zanetha dan Ravael diminta untuk tidak perlu ikut oleh Livia, Adam, Dan Ester entah karena apa. Mereka hanya menurutinya.

Lagipula kondisi Zanetha sedang tidak terlalu baik, sejak penutupan peti tadi ia tidak berhenti menangis, untungnya kini sudah lebih tenang dan terkontrol.

Zanetha memakai seatbelt-nya dan hanya menatap ke luar jendela dengan tatapan sendu. Pikirannya benar - benar kosong, hatinya pun terasa seperti mati rasa.

"Mau gue anter ke rumah lo?" tawar Ravael.

"Koper gue masih di rumah lo,"

"Kita ambil dulu. Kan hari ini lo udah harus pergi,"

Zanetha menyerngitkan dahinya. "Lo pengen banget gue pergi ya? Sampe gak sabar gitu,"

"Jadi mau gak?" tanya Ravael lagi, tidak memedulikan ucapan Zanetha sebelumnya.

21 DAYS TO GET HURT [AKAN TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang