24

3.7K 273 10
                                    

"Jangan khawatir atau rasa khawatir itu akan melemahkan daya hidupmu dan merusak kesukseskan. Jangan biarkan kekhawatiran menghalangimu menjadi versi terbaik dari dirimu sendiri."

♡♡

"Untung nasi gorengnya enak, kalo enggak juga pasti gue buang," ucap Zanetha sambil memasukkan sesendok nasi goreng itu ke mulutnya.

Ia masih duduk di rooftop itu sendirian, ya sekarang ia tidak memiliki siapapun.

Rasanya ingin menghilang dari dunia dan tidak kembali. Sudah terlalu banyak hal buruk yang terjadi padanya belakangan ini, tepatnya selama ia berada di dekat Ravael.

"Udah bel masuk. Masih mau disini?" tanya Ravael dari ambang pintu. Zanetha menoleh sesaat dan kembali menikmati nasi gorengnya.

"Pergi aja dari sini, gak usah urusin kehidupan gue," jawab Zanetha ketus.

"Kenapa gak lawan mereka? Gue tau lo bukan tipe orang yang diem aja kalo ditindas,"

"Gak usah ajak gue ngobrol. Kita musuhan,"

Zanetha meletakkan bungkusan nasi goreng itu dan duduk menjauhi Ravael. Ravael menghela nafas berat, ia harus melakukan apa agar gadis itu merasa lebih baik?

"Itu rok lo-"

"Gue tau robek. Terus kenapa? Bisa gak sih lo gak usah urus kehidupan gue?! Pergi aja dari sini, gue gak butuh siapapun!" potong Zanetha dengan sedikit berteriak.

Ravael melemparkan sebuah jaket miliknya dan jatuh di kepala Zanetha. 

"Ih! Lo mau apa sih?!" bentak Zanetha.

"Pake itu buat nutupin robeknya. Gak usah jual mahal lagi,"

"Nih ambil aja jaket lo, gue bisa tolong diri gue sendiri kok. Lo gak usah ngerasa kasihan sama gue karena gue gak butuh belas kasihan!" sahut Zanetha sambil menyodorkan jaket itu pada Ravael. 

Tetapi Ravael hanya diam dan tidak mau menerima jaket itu kembali. "Terserah lo mau anggep gue apa, tapi intinya lo pake aja. Kalo gak mau pake, buang aja,"

Zanetha menundukkan kepalanya kebawah. Ia harus menghargai niat baik Ravael, meskipun laki - laki ini adalah penyebab kekacauan dalam hidup Zanetha.

Ia pun mengikat jaket itu di pinggangnya. "Udah," ujar Zanetha singkat.

Dalam hatinya, Ravael tersenyum. Walaupun ia tahu Zanetha masih marah padanya, setidaknya Ravael masih bisa membantunya sedikit. 

"Terus lo ngapain masih disini? Kan udah masuk pelajaran," tanya Zanetha.

"Lo sendiri?"

"Gila aja kalo gue masuk ke kelas dengan keadaan kayak gini. Gue gak berani keluar dari sini,"

"Takut apa lagi?" tanya Ravael.

Tanpa disadari, tangan kiri Zanetha gemetar sejak tadi. Ia berusaha menutupinya dengan tangan kanannya dan mengontrol nafasnya.

Ravael yang cukup peka itu langsung mendekati Zanetha dan menggenggam tangannya. "Kenapa hm?" tanya Ravael sambil menatap kedua mata Zanetha lekat.

"G-gakpapa," jawab Zanetha gugup. Kini hatinya berdebar kencang karena perlakuan Ravael yang tidak biasa seperti ini. "Dia genggam tangan gue? Kenapa dia mendadak jadi.. romantis?" gumam Zanetha.

Zanetha menggigit bibirnya hingga warna bibirnya mulai memucat. Ia mencoba untuk memejamkan matanya.

"Lo kenapa, Zanetha?" tanya Ravael lagi. Ia mulai khawatir dengan keadaan gadis ini, Zanetha yang tangannya gemetar dan wajahnya memucat.

21 DAYS TO GET HURT [AKAN TERBIT]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora