32

3.8K 290 38
                                    

"Aku tak mungkin menyesali perkenalan kita, namun yang aku sesalkan mengapa terlalu awal untuk mengenal kata berpisah. Sudah saatnya aku mengikhlaskan,"

♡♡

"Selamat pagi Nona Zanetha," sapa Citra lembut sambil menyiapkan sarapan untuk Zanetha dan Ravael.

"Pagi. Mbak, aku gak sarapan deh harus buru - buru,"

"Sarapan dulu, gak bakal terlambat," sahut Ravael tiba - tiba.

Zanetha mendengus kesal. "Aku berangkat dulu ya, mbak!" lalu Zanetha berlari ke luar rumah.

Dengan cepat Ravael mengejarnya. Mengapa Zanetha tidak berangkat bersamanya hari ini? Ia masih marah?

"Tunggu Za, lo berangkat sendiri?" tanya Ravael menahan lengan Zanetha.

"Gak usah mau tau. Urus aja urusan masing - masing,"

"Masih karena masalah kemaren?"

"Enggak. Gue emang gak mau kenal sama lo lagi aja," jawab Zanetha santai. Ia pun melepaskan tangannya dari Ravael dengan paksa, lalu berjalan keluar pagar.

Ternyata Zanetha tidak berangkat sendiri. Ia sudah dijemput oleh.. SERGIO? Berani - beraninya lelaki itu muncul di hadapan Ravael?

Ravael mengepalkan tangannya, berusaha menahan emosi. 

Sergio pun memakaikan helm untuk Zanetha. "Mau sarapan dulu? Atau langsung ke sekolah, hm?" tanya Sergio dengan manis.

"Terserah," 

"Ya udah kita sarapan bubur ayam dulu di deket sekolah kamu," 

Zanetha pun menaiki motor Sergio dengan hati - hati. "Oke udah, ayo berangkat!"

Ravael menyaksikan mereka dengan rasa kesal. Hatinya terasa tidak nyaman, entah karena apa. Ia khawatir Sergio akan menyakiti Zanetha lagi dan lagi seperti biasanya. Mengapa Zanetha masih mau berhubungan dengan Sergio? Mengapa Zanetha lebih memilih Sergio daripada dirinya?

"Sialan. Kalo dia nyakitin Zanetha lagi, kali ini gue gak akan biarin dia hidup,"

-x-x-x-

Kriinggg.. Kriinggg..

Itulah bel pelajaran selanjutnya. Semua murid kelas Zanetha langsung berhamburan berlari - lari ke kamar mandi untuk mengganti baju olahraga. Mereka harus berlomba - lomba agar dapat mengganti lebih cepat.

Zanetha baru saja keluar dari bilik kamar mandi bersama Audy dan Jihan.

"Eh, hari ini olahraganya apa ya? Gue lagi males keringetan," ucap Zanetha.

"Gak tau juga. Paling basket sama voli kayak minggu lalu," jawab Audy.

Jihan menguncir rambutnya sambil asik bercermin. "Gue cantik juga ya?"

"Terserah lo deh! Emang lo paliinggg cantiikk seduniaaaa," ledek Audy.

Zanetha tidak bisa ceria seperti biasanya. Ia bahkan sulit untuk menunjukkan senyumnya. Di kepalanya terus terbayang Ravael yang sulit untuk dilupakan, meskipun laki - laki itu sudah sangat menyakitinya.

Itulah Zanetha. Bahkan ia juga memaafkan Sergio dengan mudahnya, walaupun Sergio menyakitinya secara fisik dan verbal.

"Jangan bengong di depan kaca, nanti kerasukan!" bisik Jihan menakuti Zanetha.

"Amit - amit! Kurang ajar mulut lo ya,"

Mereka bertiga pun meletakkan baju seragamnya di kelas dan langsung berlari menuju lapangan agar tidak terlambat.

21 DAYS TO GET HURT [AKAN TERBIT]Where stories live. Discover now