35

3.9K 277 19
                                    

"Kamu yang terlalu gengsi atau aku yang terlalu malu? Tepatnya kita sama - sama pengecut. Aku kini benci diriku, tidakkah kamu juga membenci dirimu?"

♡♡

Zanetha berlari menuju ruang kelasnya dan langsung duduk menangis. Ia menenggelamkan wajahnya di kedua tangannya agar siswa lain tidak melihat wajahnya. Zanetha menangis sepuas - puasnya, karena Ravael. Laki - laki brengsek tak berperasaan!

Audy dan Jihan yang baru saja masuk kelas langsung menghampiri Zanetha dan mereka sangat khawatir. "Lo kenapa? Gakpapa? Apa yang terjadi, Za?" tanya Jihan.

"Gakpapa."

"Hey, lo kenapa? Jujur aja," ucap Audy sambil mengelus rambut Zanetha dengan lembut.

"Gue baik - baik aja, kalian gak perlu khawatir," jawab Zanetha tanpa mengangkat kepalanya. Zanetha mengerti maksud baik kedua sahabatnya, tetapi ia sedang tidak ingin membicarakan Ravael dan Tiara.

"Kita itu sahabat lo. Gue dan Audy bakal ada disini buat dengerin cerita lo, Za. Siapa yang bikin lo nangis? Jangan sampe gue botakin rambutnya!" ujar Jihan.

Zanetha pun terbangun dan menghapus air matanya. Ia berusaha tersenyum.

"Lo kenapa?" tanya Audy sekali lagi.

"Za, memaksa diri lo untuk ngerasa baik - baik aja gak akan pernah berhasil bikin diri lo bener - bener merasa baik - baik aja," tambah Jihan.

Audy menghela nafas panjang, ia tidak tega melihat sahabatnya yang selalu ceria kini berubah hanya karena seorang pria. "Kenapa Zanetha?"

"Gue udah jawab, kenapa kalian masih tanya lagi?"

"Karena kita nunggu jawaban yang seenggaknya bisa kita percaya."

"Tapi gue beneran baik - baik aja," sahut Zanetha dengan matanya yang kembali berkaca - kaca. Zanetha tidak baik - baik saja.

Jihan tersenyum tulus. "Maaf gue gak percaya. Sampe kapan sih lo mau mendem semuanya sendirian? Kenapa lo suka banget menyiksa diri lo sendirian? Lo punya kita, Za."

Kemudian Zanetha perlahan mulai meneteskan air matanya. Satu tetes. Dua tetes. Tiga tetes. Empat tetes.

Audy dan Jihan mengusap punggung Zanetha memberi kekuatan dan dukungan untuk gadis malang itu. "Oke. Kita ngerti kalo lo gak bisa cerita,"

"Gue susah cerita ke kalian karena bahkan gue gak bisa ngertiin diri gue sendiri. Maaf," ucap Zanetha sambil kembali menangis.

"Kita bakal kasih lo waktu sendiri kalo perlu, Za."

"Dy, Han, gue gak ngerti sama diri gue. Gue gak bisa marah sebesar luka yang orang kasih ke gue. Gue gak bisa benci orang dalam waktu yang lama, bahkan ketika orang itu mengulangi kesalahannya terus menerus pun gue gak peduli, gue akan selalu maafin mereka. Itu bikin hati gue merasa gak pernah luka, gue gak pernah merasa sakit lebih dari beberapa menit. Tapi semakin lama, gue capek," lanjut Zanetha dengan suara parau.

Jihan pun langsung memeluk Zanetha. "Lo itu punya hati yang tulus, Za. Dan dunia yang kejam ini gak pantes nerima kebaikan lo,"

"Jangan bosen ataupun capek, Za. Gue tau lo udah menjadi sesabar yang lo bisa, bahkan mungkin menjadi orang yang bukan diri lo lagi. Tapi, tolong jangan nahan sakit lo atau terus berpura - pura. Marah kalo emang perlu, nangis kalo lo ngerasa gak baik - baik aja. Lo manusia biasa, Za, itu semua hal wajar," tutur Audy. 

Tiba - tiba datanglah seorang salah satu murid dari kelas mereka. 

"Jihan! Lo belom kumpul tugas Seni ya? Lo disuruh kumpul sekarang ke ruang guru!" pinta siswa itu. 

21 DAYS TO GET HURT [AKAN TERBIT]Where stories live. Discover now