Bertemu dengan Taehyung adalah takdir yang paling tidak disangka, mungkin bertemu seniman tampan sekaligus pemilik gedung-gedung tinggi itu akan terasa biasa saja jika dia seorang manusia normal.
Tapi bagaimana jika dia seorang iblis setengah seriga...
Berisik, suara bising menganggu pendengarku. Aku membuka mataku, terlihat beberapa orang yang sedang sibuk dengan percakapan mereka masing-masing. Suasana ini tidak begitu asing bagiku. Apalagi bau latte yang menyeruak disekitarku. Ah, ini di cafe. Terlihat dari suasana disini. Aku hanya bisa tersenyum, apa ini mimpi?
Kepalaku terlalu berat, mungkin aku akan tetap seperti ini sampai aku terbangun kembali.
"Mommy"
Suara kecil itu menginterupsiku,
"Mom, apa Daddy lupa untuk menjemput kita?" suaranya terdengar begitu lesu,
Aku membalikan badanku, tepat dihadapanku, terduduk seorang anak kecil yang wajahnya begitu manis, surai kecoklatannya tergulung rapi dimasing-masing sisi kepalanya, tangan mungilnya saling bertaut diatas meja menumpu wajah cantiknya meskipun terlihat sedikit memajukan bibirnya, tetap saja membuatnya menggemaskan.
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Ah sebentar, apa dia memanggilku Mommy?
"Mommy kok melamun?" tanyanya kembali padaku, wajahnya sempurna menatap netraku. Kini aku bisa melihat dengan jelas wajahnya. Apa perasaanku saja atau memang wajahnya sedikit mirip dengan Taehyung.
Ah benar dimana Taehyungie..
Anak perempuan itu kembali pada posisinya semulanya, menatap jalanan lewat jendela besar disamping meja kami.
Apa dia anakku..
*drrtdrrt*
Sebuah ponsel berdering diatas meja, menampakan layar dengan panggilan didalamnya.
| Daddy incoming call |
Aku mengangkatnya, berikutnya suara yang tidak asing terdengar dari sebrang sana.
"sayang, masih disana?" itu benar-benar suara milik Taehyung, suamiku. Entah apa yang harus aku katakan, aku hanya terdiam membeku mendengar suaranya. "hei, maaf.. apa terlalu lama hm? hyung membeli takoyaki untuk ara dulu" sambungnya kembali.
Ara, apa dia bernama Ara?
Tangan kecil itu memegang lenganku, wajahnya lebih ceria kali ini, sambil menunjuk kearah luar cafe, lebih tepatnya menunjuk sekumpulan orang disebrang jalan.
"Mommy! itu Daddy!"
Aku menyipitkan mataku, berusaha menemukan objek yang dilihatnya. Setelah satu persatu orang lain menyebrang, tersisa seorang lelaki yang begitu aku hapal, wajahnya begitu cerah, berdiri diujung jalan dengan stelan rapinya, tangannya menenteng tas kerja yang disampingnya terdapat pula sebuah bungkusan kecil, dan ponsel yang terselip disisi lainnya tentu saja.
