6 : Mimpi

1.9K 329 112
                                    

Ponsel Nobara bergetar dalam saku bajunya. Saat dilihat, ternyata panggilan dari Megumi. Nobara pun mengangkat panggilan itu.

"Ada apa Megumi? Kau belum tidur? Bukannya di sana sekarang ini sudah malam?" Pertanyaan beruntun keluar dari bibir Nobara.

"Gojou-san." Ucapan Megumi terputus dengan pertanyaan Nobara selanjutnya. "Kenapa dengannya? Dia baik-baik saja, kan?"

"Gojou-san sudah siuman."

Nobara tidak dapat menahan senyumannya. Dia benar-benar lega. Nobara pikir, mantan gurunya itu tidak akan bangun lagi.

"Tapi Gojou-san hilang ingatan." Seketika senyum Nobara luntur.

==========

"Ohayou Yuuji."

Melihat pintu rumah Yuuji yang sedikit terbuka. Satoru langsung masuk ke dalam tanpa mengetuk terlebih dulu. Dengan senyuman cerianya seperti biasa selalu setia menemani.

"Ayo kita jalan-jalan. Megumi dan Nobara sudah menunggu di luar, loh." Namun Satoru tidak mendapatkan jawaban apa-apa dari Yuuji.

Yuuji bergerak gelisah dalam tidurnya. Tetesan air mata mengalir.

"Yuuji?" Masih tidak ada jawaban.

"Ahhn." Bukan jawaban. Yang ada justru pendengaran Satoru menangkap suara yang tidak asing. Dengan langkah pelan Satoru mencoba untuk masuk ke ruang tengah.

Yuuji semakin gelisah. Air matanya sudah mengalir dengan deras. Jari tangan mencengkram selimut dengan kuat.

Satoru terpaku di tempatnya berdiri. Dia melihat dua orang yang sedang melakukan hubungan intim di sofa. Dan itu adalah Yuuji. Lalu yang satunya, Ryoumen Sukuna.

"Beraninya bajingan itu."

Sambil menggertakkan gigi penuh amarah, Satoru mendekati dua orang tersebut. Menjauhkan Sukuna hingga pria tersebut terjatuh dari sofa. Suara jatuhnya terdengar sampai keluar rumah. Membuat Megumi dan Nobara ikut masuk ke dalam.

"SIALAN KAU!!"

Teriakan Satoru diakhir membangunkan Yuuji dari tidurnya. Peluh membasahi wajah. Bercampur dengan air mata yang tidak mau berhenti keluar.

"Maaf." Bisiknya ditujukan pada Satoru.

Yuuji duduk untuk melihat jam yang terletak di atas meja disamping ranjangnya. Jarum jam menunjuk angka 2 dini hari. Sambil sesenggukan Yuuji menutupi wajahnya dengan kedua telapak tangan.

Selalu seperti ini. Hampir di setiap malam saat Yuuji tidur, dia mendapatkan mimpi yang sampai membuatnya terbangun. Dan yang juga membuatnya menangis.

"Hei Yuuji. Apa aku ada dalam mimpimu lagi?"

Yuuji menatap kesamping. Nampak olehnya Satoru sedang berbaring dengan kepala yang bertumpu pada tangannya. Tidak. Itu bukan dia.

"Berhenti." Lirih Yuuji. Yuuji tahu itu bukanlah Satoru. Melainkan bayang-bayang dari halusinasi Yuuji sendiri.

"Kenapa? Apa Yuuji mau melupakanku?" Satoru bangun dari baringnya.

Yuuji menggeleng. "Tidak. Aku tidak pernah melupakanmu." Yuuji masih sesenggukan. Ah, dia belum berhenti menangis.

"Ya. Yuuji tidak boleh melupakanku. Karena Yuuji sudah berjanji tidak akan lupa denganku." Satoru tersenyum.

"Aku mohon."

Yuuji menatap Satoru. Jika saja bisa, Yuuji sangat ingin bayang-bayang itu menjadi nyata. Agar Yuuji dapat memeluknya lagi seperti dulu.

"Berhenti muncul dihadapanku. Aku ingin hidup dengan tenang." Pinta Yuuji.

Senyuman Satoru menghilang. "Yuuji ingin hidup dengan tenang setelah membuat nyawaku pergi karena menyelamatkan Yuuji?"

Yuuji terdiam. Dia benar-benar merasa bersalah atas kejadian itu. Tetap menjalani hidup dengan dihantui rasa bersalah sangat menyulitkan bagi Yuuji.

Niat untuk bunuh diri sesekali terselip dalam kepala. Tapi ketika melihat senyuman Sasaki, Yuuji urung untuk melakukannya. Yuuji harus terus hidup meski batinnya tertekan. Yuuji harus terus tersenyum. Dia tidak ingin Sasaki khawatir padanya.

"Yuuji sebenarnya merasa bersalah. Ya, kan? Tenang saja. Aku tidak menyalahkan Yuuji, kok." Kini Satoru kembali tersenyum. Dia mendekati Yuuji. Duduk dibelakangnya dan memeluk pria itu dengan lembut.

"Jika begini terus, lama-lama kau bisa membuatku gila, Satoru!" Yuuji menjambak rambutnya. Batinnya sangat tertekan.

"Jangan bilang begitu. Yuuji harusnya bersyukur karena aku mau menemanimu." Satoru masih memeluk Yuuji.

"Tapi kau tidak nyata!" Bentak Yuuji. Dia sudah tidak tahan dengan ini.

"Yuuji menginginkan aku yang nyata? Bukannya aku yang nyata sudah tidak ada lagi?"

Lagi-lagi Yuuji terdiam. Membiarkan bayang-bayang Satoru yang tersenyum meletakkan dagunya pada bahu Yuuji.

"Izinkan aku untuk datang lagi besok, ya?"

***

Untuk chapter ini sengaja agak pendekan sedikit.

Oh, Nana mau tanya nih. Apakah cerita ini termasuk dalam kategori dewasa? Soalnya selalu kepikiran dengan itu. Makanya selama ngetik Nana menghindari kata-kata yang vulgar dan lebih milih menggunakan kata-kata baku.

Terus untuk bidang medisnya. Kalau ada kesalahan Nana minta maaf. Kalau semisal salah pun, langsung dikasih tahu aja ya.

MirayukiNana

Minggu, 7 Februari 2021.

SORRY [✓]Where stories live. Discover now