18 : Sadar (1)

1.8K 310 55
                                    

Sasaki sudah menduga tidak ada satupun teman Yuuji yang menjawab pertanyaannya dengan jujur. Masa iya mereka tidak mengetahui Satoru? Omong kosong! Sasaki sama sekali tidak percaya. Tadinya Toge seperti ingin memberitahu Sasaki jika saja Junpei tidak memotong perkataannya.

Sasaki jadi semakin penasaran dengan masa lalu Yuuji. Apa sebenarnya yang disembunyikan orang-orang dewasa disekitarnya ini?

Bocah itu mencoret tiga rencananya yang gagal. Jika rencana selanjutnya juga gagal. Sasaki terpaksa melaksanakan rencana terakhir.

Membalik buku catatan kecilnya ke halaman yang kosong, Sasaki menggambar wajah Satoru. Gambarannya terbilang abstrak. Maklum, gambaran anak kecil.

Selesai memberi warna biru pada bagian mata, Sasaki memegang kuat pensil di tangan. "Aku memang sudah kasar pada Papa." Ujar Sasaki memperhatikan gambar Satoru. Satoru sangat mirip dengannya.

'Siapa dia sebenarnya?'

Jika tebakan Sasaki memang benar, bahwa Satoru ayah kandungnya, Sasaki tidak akan kecewa. Dan jika tebakannya juga benar, bahwa Sasaki hanya anak angkat Yuuji, Sasaki tidak marah namun dia akan sangat kecewa.

"Tapi, kalau tidak kupaksa. Papa tidak akan mau buka mulut!"

Bukk.

Kemudian Sasaki memukul meja belajarnya. Menenggelamkan wajah pada lipatan tangan. Sasaki sadar kelakuannya pasti menyakiti hati Yuuji. Apalagi tadi dia berbicara pada Yuuji dengan nada tidak sukanya. Mungkin Nobara menyadari itu.

"Ah iya, Nobara-san menginap malam ini di sini." Gumamnya lesu. "Aku memberikan kesan anak yang durhaka pada orang tuanya didepan Nobara-san."

==========

Yuuji sudah menghubungi Junpei kalau dia akan terlambat masuk kerja. Yuuji ada jadwal piket ditambah hujan yang deras menghalanginya. Nobara tadi menawarkan tumpangan tapi Yuuji tidak mau merepotkan gadis itu. Sedangkan Megumi setelah bel berbunyi langsung pergi entah kemana.

Berakhirlah Yuuji menunggu hujan reda di halte bus seorang diri. Kawasan sekolah sudah sepi. Mungkin hanya anak yang ada kegiatan ekskul dan beberapa orang guru yang tersisa di sekolahan.

Udara dingin masuk menembus baju seragam Yuuji. Padahal dia memakai hoodie didalam seragamnya, namun tetap saja dinginnya terasa menusuk tulang.

Yuuji memeluk tubuhnya untuk menghangatkan diri. Sesekali menggosok kedua telapak tangan. Tanpa Yuuji sadari Satoru berdiri disampingnya. Melepaskan jas kerja dan memakaikan ke tubuh Yuuji.

Yuuji terkejut tiba-tiba ada pakaian setengah basah menyelemuti tubuhnya. "Gojou-sensei?" Lebih terkejut lagi ketika melihat kesamping, Satotu berdiri sambil tersenyum dengan tangan kanan yang memegang gagang payung. Yuuji pikir Satoru sudah pulang.

"Kau kelihatan kedinginan. Pakai saja jasku dulu."

Yuuji tidak enak hati. "Tapi Gojou-sensei pasti juga kedinginan kalau cuma pakai kemeja kayak--" Tatapan Yuuji terkunci pada kemeja Satoru yang mencetak bentuk tubuhnya. Jika kemeja itu basah, pasti cetakannya akan lebih jelas. Kalau diizinkan, Yuuji ingin menyentuhnya.

"--gitu." Cicit Yuuji diakhir. Pipinya bersemu. Barusan apa yang dia dipikirkan? Itu memalukan.

"Tidak apa-apa. Orang dewasa tidak mudah masuk angin. Jadi jangan khawatirkan aku. Hehe." Mata Satoru tertutup saat dia tersenyum. Sesaat setelah manik biru Satoru terlihat, Yuuji memotretnya.

Cekrek.

"Apa yang kau poto menggunakan kamera ponselmu, Yuuji?"

"Oh." Yuuji menyembunyikan layar ponselnya yang masih menyala pada seragamnya. "Pemandangan saat hujan sangat cocok dijadikan wallpaper." Kilahnya.

"Ya, aku setuju denganmu." Ucap Satoru membenarkan. "Boleh aku minta potonya?"

"Tidak boleh."

"Ehh? Nande?" Bibir Satoru cemberut.

"Poto sendiri pakai ponselnya Gojou-sensei sana."

"Yuuji pelit." Satoru bersedekap dada berdiri membelakangi Yuuji. Ceritanya lagi merajuk, tapi Yuuji tahu Satoru hanya main-main.

"Biarin."

Senyuman Yuuji mengembang saat memperhatikan poto Satoru yang dia ambil. Ponsel Yuuji tadinya tersimpan didalam saku celana. Dan kebetulan ada pemandangan bagus, Yuuji buru-buru mengambil ponselnya dan memotret pemandangan bagus itu. Sayang kalau dilewatkan.

Ketika itu juga Yuuji sadar, dia menyukai Satoru. Alasannya? Karena pria itu orang yang penuh cahaya, seperti Yuuji. Suka menebar senyum, seperti Yuuji. Baik dan ramah pada murid-muridnya, sama seperti Yuuji yang ramah pada temannya.

Hei, mungkin kalian pernah mendengar kata-kata ini. 'Jodohmu adalah cerminan dari dirimu sendiri'.

Seperti apa dirimu maka kemungkinan kau mendapatkan jodoh yang mirip sepertimu. Jika kau adalah orang yang rajin, jodohmu juga pasti rajin.

Tapi itu tidak berlaku untuk semua orang. Ada juga orang yang mendapatkan jodoh kebalikan dari dirinya. Tidak perlu saya berikan contohnya, kalian bisa mencari tahu sendiri.

Namun saya tidak akan menyangkal kata-kata itu. Entah dari sifat, entah dari masa lalu, entah dari perilaku, pasti ada persamaan antara dirimu dan jodohmu. Kenapa saya bisa bilang begitu? Karena buktinya ada didepan mata saya. Yang paling dekat dengan saya, yaitu kedua orang tua saya.

Jadi, kalian mengerti kan apa yang coba saya sampaikan disini?

==========

Triiiingg.

Bunyi alarm membangunkan Yuuji dari tidurnya. Melihat jam sudah menunjukkan pukul 6 pagi, Yuuji mematikan alarmnya dan turun dari ranjang. Merapikan kasur setelah minum satu teguk air putih.

Sebelum masuk ke dalam kamar mandi, Yuuji berhenti didepan cermin. Memandang dirinya yang berantakan karena baru bangun tidur. Muka kusut belum dibasuh dan rambut yang tidak tertata rapi.

"Satoru." Panggil Yuuji ketika kilasan mimpinya terbayang. Itu adalah saat dimana Yuuji menyadari perasaannya.

"Kau senang memimpikanku?" Bayangan Satoru memeluk pinggang Yuuji. Tidak ada rasa nyaman karena dia bukanlah orang yang nyata. Hanya banyangan.

Tidak mempedulikan bayangan dibelakangnya. Yuuji menggumam, "Hari melelahkan yang berikutnya."

***

Haduh telat updatenya gegara masalah jaringan.

MirayukiNana

Kamis, 18 Maret 2021.

SORRY [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang