🍹 Satu

1K 87 12
                                    



Minhee berdecak kesal, lalu membuang botol bekas yang sejak tadi ia genggam begitu saja ke . Detik berikutnya, ia menoleh dan menatap Dongpyo yang sejak tadi masih sibuk mengoceh dengan tatapan super datarnya—membuat anak itu jadi mengatup bibir begitu saja.

“Kenapa sih?” Tanya si Son itu kemudian.

“Udah?” Tanya balik si Kang itu dengan malas. Sukses membuat lelaki yang lebih mungil darinya itu menatapnya sebal. “Ya, belumlah, anjir. Masih banyak yang harus gue kasih tahu sama lo soal...”

“Gue gak mau dengar!” Menjawab cepat dengan nada malas yang masih sama, pemilik marga Kang itu lalu meraih botol yang ada di bawah kakinya dan melempar teman mungilnya. “Berapa kali sih gue bilang sama lo, sialan, kalo gue gak mau dengar apapun tentang tuh orang, kecuali kalo dia udah jadi rakyat jelata lagi dan semuanya balik ke gue.”

“Tapi kan, Hee, ini info penting juga. Anggap aja ini info perkembangan biar lo bisa tahu apa yang terjadi sama dia, biar lo...”

“Gue gak peduli.”

“Ya iya, gue juga tahu kalo lo juga gak peduli. Tapi kan bisa jadi referensi biar lo bisa balas apa yang udah dia lakuin ke lo kan.”

“Udah gue bilang kalo gue gak peduli, pendek. Lo kalo bacot lagi, gue tampar ya?”

“Jangan dong, anjir. Tangan lo kecil gitu kalo nampar orang juga paling sakit ya, babi.”

“Nah tahu, kan. Diam kalo gitu.”

Dongpyo mengatupkan bibirnya saat Minhee kembali menatapnya dengan tatapan datar. Beberapa detik kemudian, pemilik marga Kang itu mendengus malas sebelum bergerak untuk melangkah pergi dari tempat itu—mengabaikan Dongpyo yang sudah misuh-misuh dalam hati.

Ngomong-ngomong, saat ini mereka sedang berada di salah satu area kumuh di pinggir jembatan—tidak jauh dari tempat tinggal mereka yang juga masih berada di daerah itu. Awalnya, Minhee sendiri yang di sana, berbaring malas di bangku kayu yang ada di bawah pohon sampai Dongpyo datang dengan sebuah informasi yang katanya penting. Minhee jelas tidak peduli dengan apa yang temannya itu katakan, tapi anak itu terus berceloteh panjang lebar yang berujung ia kesal sendiri dan jadi marah seperti tadi.

Jadinya, untuk menghindari telinganya yang sakit dan hatinya yang semakin kesal karena informasi tidak penting dari Dongpyo, ia memilih untuk pergi begitu saja. Entah kemana kakinya akan membawa ia pergi, ia hanya ingin menjauh dari Dongpyo dan segala omong kosongnya.

Sayangnya, semua tak semudah yang si manis bermarga Kang itu bayangkan.

Menjauh dari Dongpyo bukannya membuat suasana hatinya lebih tenang, Minhee malah semakin kesal karena bertemu dengan sumber dari kekesalannya sebelumnya.

Ya, Minhee bertemu dengan orang—yang sejak tadi diceritakan Dongpyo padanya. Oh, tentu saja rasa kesalnya semakin menjadi begitu saja.

“Oh, ada Kang Minhee di sini?”

Orang itu berucap lebih dulu—dengan nada yang dimanis-maniskan—sambil tersenyum manis. Yang sukses saja membuat Minhee memutar bola matanya malas—karena tahu apa yang ada di depannya itu hanya omong kosong tidak penting.

“Oh, ada orang bego yang udah tahu gue tinggal di daerah sini tapi dengan begonya pamerin kebegoan dia seakan gue gak tinggal di sini.”

Menjawab acuh, pemilik marga Kang itu berniat untuk melangkah pergi lagi. Ia sedang malas berurusan dengan orang penuh drama di depannya, jadi lebih baik ia pergi.

“Lo bilang apa?”

Tapi, gerakan tidak jadi ia lanjutkan karena orang itu menahan tangannya, membuatnya berdecak dan kembali menatap malas orang itu.

“Lo tuli?” tanyanya balik kemudian. “Kalo lo tuli, sini gue perjelas.” Melangkah mendekati orang itu, si manis sudah mengangkat tangannya yang lain untuk menarik orang itu agar lebih dekat dengannya—tapi orang itu dengan cepat menghindar lebih dulu.

“Jangan sentuh gue, gembel!”

“Hah? Gembel?” Ucapan kekesalan orang itu setelahnya membuat Minhee menatapnya dengan tatapan sok kaget. Lalu dalam sepersekian detik kemudian, pemilik marga Kang itu memasang ekspresi wajah paling datar. “Ngomong sana sama kaca.”

“Ngapain? Emang benar kan apa yang gue bilang? Lo gembel.”

Tidak menjawab ucapan orang itu, Minhee memilih untuk menarik tangannya yang masih dalam genggaman orang itu. Merunduk sedikit dengan senyuman yang menghiasi wajahnya, ia melangkah maju untuk lebih dekat dengan orang itu. Lalu, saat posisi mereka sudah semakin dekat, ia memajukan wajahnya, memposisikan diri di samping telinga orang itu.

“Lo salah besar, Lee Hyeop. Yang namanya Kang Minhee gak pernah jadi gembel. Lo harus ingat siapa gue sebenarnya. Dan lo juga harus ingat, kalo gue balik, gue gak akan biarin lo hidup enak kayak sekarang. Gue pastiin rumah lo nanti, lebih kumuh dari tempat gue sekarang.”

Tersenyum sinis, pemilik marga Kang itu lalu bergerak menjauh. Ia lalu melempar tatapannya pada Hyeop—orang itu—yang kini sudah menatapnya dengan tatapan super tajam.

“Sial...”

“Hyeop?”

Belum sempat Hyeop menyelesaikan ucapannya, sebuah suara terdengar dari belakangnya. Ada orang yang datang—Minhee kenal orang itu, namanya Hwang Yunseong. Dan saat tatapan mereka bertemu, ia dapat melihat bagaimana si Hwang itu menatapnya dengan tatapan paling tajam sedunia. Tapi seakan tak melihat apapun, ia justru memamerkan senyum paling indah pada lelaki itu.

“Dan gue juga bakal ngehancurin Hwang kesayangan lo ini, Lee. Gue gak main-main.”

”

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.





















Haiii....

Selamat hari kasih sayang...

Selamat datang di 'THE ANTAGONIST'

Selamat menikamti...
Jangan lupa tinggalkan jejak ya, teman-teman...

140221

Thank you...

THE ANTAGONIST || HwangMini - discontinueWhere stories live. Discover now