🍹 Lima Belas

228 56 6
                                    



Hari sudah larut, tapi Yunseong masih bergelut dengan pikiran yang sama sejak sore tadi—lebih tepatnya sejak ia bertemu dengan bibi Shin. Semua yang dikatakan wanita itu masih berputar dengan jelas di kepalanya—tidak mau pergi seakan kalimat-kalimat itu harus ia ingat sampai nanti.

Padahal, tanpa diputar berkali-kalipun Yunseong akan mengingat semua kalimat itu. Terlalu tidak mudah untuk ia lupakan.

Alasannya ada beberapa.

Pertama...

“Adek. Dia emang lebih muda dari gue. Bibi Shin gak mungkin salah, dia yang ngerawat adek dari kecil. Dia jelas bukan Lee Hyeop.”

Tentang orang yang disebut ‘adek’. Selama ini Yunseong mengira jika sosok ‘adek’ itu adalah Lee Hyeop—tunangannya—alasan kuat kenapa ia mau saja dijodohkan dengan si Lee itu sebelum berakhir menyukainya juga. Kenapa Yunseong bisa mengira seperti itu? Karena Hyeop adalah tuan muda dari penghuni rumah mewah yang sering didatanginya selama masih kecil dulu. Yunseong tidak ingat dengan jelas bagaimana wajah orang-orang yang tinggal di rumah itu, usianya masih terlalu kecil. Tapi, ia mengingat benar tentang rumah itu dan si ‘adek’ itu.

“Kalau bukan Hyeop, kenapa Hyeop bisa ada di rumah itu?”

Alasan kedua. Yunseong terlalu tidak yakin dengan rumah mewah itu yang sudah berganti kepimilikannya. Terlalu tidak mungkin dan tidak ada berita apapun yang ia dengar tentang itu. Lalu, bagaimana bisa Hyeop ada di sana dan sosok ‘adek’nya pergi begitu saja?

Alasan ketiga—Yunseong melempar tatapannya pada meja di depannya. Menatap sebuah map yang ia letakan di sana lebih lama.

“Minhee dijebak sebelum ditendang keluar dari rumahnya. Waktu itu, orang tuanya baru meninggal dan dia gak punya kekuatan apapun buat mertahanin rumahnya. Aslinya dia gak miskin, Seong, kaya raya.”

Teringat lagi ucapan Yoshi saat lelaki Jepang itu memberikan map itu padanya beberapa hari yang lalu. Map itu berisi informasi yang ia minta dari sang teman tentang Minhee—terkait masa lalu dan latar belakang keluarganya.

Yunseong sebenarnya belum menyentuh map itu sama sekali. Terlalu banyak yang harus ia urus sehingga ia tidak tahu ada apa di balik map itu—dengan kata lain, ada apa di balik seorang Kang Minhee sebenarnya.

“Yang namanya Kang Minhee, gak cuma satu di dunia ini.”

Alasan keempat, apa yang ia katakan bisa jadi benar, tapi jika itu tidak sesuai harapannya, salahkah semua yang sudah ia lakukan selama ini?

“Janji ya, kakak bakal jagain adek terus?”

“Iya. Kan kakak sayang sama adek.”









”

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.










Minhee tidak dapat menahan diri untuk mendengus malas sebelum mengambil tempat untuk duduk di kursi di depan Junho. Lelaki Cha itu duduk pada kursi lain di depannya yang dipisahkan sebuah meja. Pikirnya tadi—saat polisi datang dan mengatakan padanya jika ada yang ingin bertemu—Dongpyo yang datang. Ia terlalu malas untuk memperkirakan siapa yang mau datang bertemu dengannya saat ia sudah di dalam penjara seperti ini.

Lalu, saat ia tahu jika Junho yang datang untuk menemuinya, rasa malasnya semakin menjadi.

“Mau ngapain?” Tanyanya langsung—bahkan tanpa menyapa teman lamanya itu sama sekali.

“Gue kaget loh denger lo ditangkap polisi.” Jawab Junho pelan.

Minhee kembali mendengus. Ia menoleh ke sisi kirinya selama beberapa saat sebelum kembali menatap Junho dan menjawab pertanyaan itu.

“Bukannya lo udah tahu kalo gue bakal ditangkap?”

“Gak tahu, anjir!” Junho menjawab cepat saat apa yang Minhee katakan sampai ke telingnya. “Gue bukan yang tiap jam, menit, detik sama bang Yunseong.”

“Iyain aja.”

“Lagian lo ngapain sampe bisa di sini?”

Satu pertanyaan yang Junho ajukan setelah itu membuat Minhee kembali menatapnya. Kali ini ada sorot kesal yang si manis selipkan pada tatapan itu. “Lo jangan bikin gue marah ya, Jun. Kalo udah tahu gak usah nanya-nanya.”

“Gue kalo udah tahu gak mungkin ke sini.”

“Dan lo bisa milih buat nanya sama orang-orang yang udah tahu. Kenapa lo harus ke sini buat nanya sama gue?”

“Gue gak percaya kalo lo yang bunuh orang itu.”

Jawaban yang Junho berikan kali ini terlampau lirih—tapi sukses membuat Minhee diam saja di tempatnya. Pemilik marga Kang itu seakan kehilangan kata-katanya untuk menbalas temannya itu.

“Gue masih ingat ya, Hee. Lo tuh takut darah, gimana bisa lo bunuh orang dengan cara itu?

Lalu, apa yang Junho katakan setelah itu membuat Minhee tersenyum sinis. Ia sempat menunduk kecil sebelum kembali menatap lelaki itu lagi.

“Gue punya motif. Dan gue bisa ngelakuin itu tanpa liat langsung kan?”

“Gak usah bohongin gue!” Junho menyahut cepat—sesuatu yang luar biasa karena lelaki itu menyelipkan kekehan kecil di ujung ucapannya. “Motif yang lo maksud itu, terlalu penuh drama, kayak sinetron tahu gak? Hanya orang tolol yang bakal percaya gitu aja.”

”

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.














Haiii, kalian...

Setengah tahun yg lalu terakhir up book ini masa...

Hehehe, maafin ya..

Thank you...

THE ANTAGONIST || HwangMini - discontinueWhere stories live. Discover now