🍹 Sebelas

293 57 13
                                    




Yunseong masih ada di kantornya ketika Hyeop tiba-tiba datang dengan wajah panik luar biasa. Ia tidak tahu apa yang terjadi pada tunangannya itu hingga membuat lelaki itu datang bahkan tanpa kabar terlebih dahulu. Dan ia juga tidak mau repot untuk menebaknya. Ia masih kesal perihal tanah yang tidak jelas siapa pemiliknya itu—pada Hyeop, tentu saja.

Hyeop yang terlihat sibuk mengatur napasnya—yang entah karena apa—tidak dilirik Yunseong sama sekali. Lelaki Hwang itu lebih memilih untuk kembali sibuk dengan pekerjaannya. Ia juga tidak menyahut saat Hyeop mulai membuka suara untuk memanggilnya.

“Yunseong, kamu denger aku gak sih?”

Yunseong mendengus, mengalihkan sebentar tatapannya dari perkejaannya dan menatap tunangannya itu dengan tatapan malas.

“Apa?”

“Apa?!”

Hyeop terlihat tidak senang saat Yunseong mengajukan pertanyaan dengan nada malas luar biasa. Nada suaranya bahkan naik ketika bertanya balik pada Yunseong. Tapi, reaksi yang Yunseong berikan hanya dengusan kecil sebelum kembali merunduk dan sibuk lagi dengan pekerjaannya.

“Yunseong!” Hyeop sepertinya sudah tidak tahan dengan cara Yunseong menanggapinya. Dan sepertinya, si Lee itu akan mengamuk jika Yunseong tidak kunjung memberi reaksi seperti harapannya.

“Apa? Kamu kalau mau ngomong ya ngomong aja. Kamu gak lihat aku lagi sibuk?”

Tapi, Yunseong bukan orang yang bisa diharapkan. Lelaki itu bahkan tetap acuh saat dilihatnya Hyeop sudah kesal luar biasa karena apa yang ia katakan. Ia tetap kembali sibuk dengan pekerjaannya. Lagi pula, pekerjaannya jauh lebih penting dari pada informasi dari Hyeop yang bahkan tidak jelas sama sekali.

“Aku tadi mau nemuin pak Ahn, orang yang jual tanah itu ke kamu. Tapi, aku dengar dia tadi malam ditemuin tewas di daerah itu.”

“Terus?”

“Aku pergi ke kantor polisi buat mastiin itu dan ternyata bener. Pak Ahn beneran udah meninggal, katanya dibunuh.”

“Hm?”

“Kok cuma hm? Kamu udah tahu.”

“Ya.”

“Kamu udah tahu?” Hyeop terlihat kaget dengan jawaban—masih malas—yang Yunseong berikan. Ia bahkan berjalan untuk mendekat ke arah Yunseong untuk memastikan jika apa yang didengarnya tidak salah. “Kamu udah tahu dari siapa?”

Yunseong kembali mendengus kecil. Masih dengan mata yang fokus pada pekerjaannya, ia lalu menjawab pertanyaan Hyeop seadanya.

“Ada orangku yang kasih tahu.”

Jeda sesaat, Yunseong tidak tahu apa yang sedang tunangannya itu pikirkan. Ia juga masih tidak peduli dengan itu.

“Kamu tahu juga siapa yang nemuin dia?”

Yunseong tidak tahu apa yang salah dengan dirinya, tapi mendengar pertanyaan berikut yang Hyeop ajukan padanya, ia jadi tidak fokus lagi dengan apa yang ada di layar laptopnya. Otaknyapun secara tiba-tiba jadi memikirkan seseorang yang namanya sejak pagi tadi disebut-sebut dengan berbagai informasi lainnya.

“Yunseong?”

Mendongak untuk menatap Hyeop, lelaki Hwang masih memasang wajah datarnya sebelum mengangguk begitu saja.

“Kamu percaya?”

Percaya?

“Maksud kamu?”

“Maksudku, kamu percaya kalau itu emang bener Minhee cuma nemuin pak Ahn?”

Sebuah kerutan samar tercipta di kening Yunseong. Ia sebenarnya tidak tahu ke mana Hyeop akan membawanya dalam pembicaraan ini. Tapi, ia tiba-tiba jadi memikirkan tentang apa yang sebelumnya dibicarakannya dengan Yoshi tadi pagi.

“Kenapa kamu nanya gitu?”

“Ya, aku tiba-tiba mikir aja. Pak Ahn gak tinggal di daerah itu, tapi kenapa dia ditemuin tewas di sana? Dan yang nemuin dia Minhee. Aku gak bisa percaya gitu aja.”

Apa yang Hyeop katakan setelah itu sukses membuat Yunseong memutar kembali percakapannya dengan Yoshi tadi pagi. Percakapan mereka memang tidak sama, tapi memiliki inti yang sama.

“Maksud kamu ada yang disengaja di sini?”

“Minhee sengaja.”

Tidak ada keraguan dalam jawaban yang Hyeop berikan setelah itu, membuat Yunseong sedikit tidak percaya jika yang di depannya ini adalah benar tunangannya. Hyeop biasanya berhati-hati dalam melakukan sesuatu, tapi kenapa kali ini terlihat begitu gegabah? Tidak tahukah ia jika apa yang ia katakan salah dapat menghasilkan perkara baru?

“Dia yang bunuh pak Ahn. Kenapa aku berani bilang kayak gitu, karna pak Ahn orang yang punya tanah itu. Dia yang paling gak mau ada pembangunan di tanah itu, jadi yang harus dia lakuian ya ngehilangin pak Ahn. Apalagi dia baru aja dapatin sertifikat asli tanah itu. Kalau pak Ahn masih ada, posisi dia jelas terancam. Dia harus ngehilangin pak Ahn buat hilangin jejak kalau tanah itu sebenarnya punya orang lain.”

“Tunggu dulu. Sertifikat yang dari pak Ahn ada di aku, kalau kamu lupa.”

“Dia bisa curi itu, Yunseong. Kamu lupa siapa dia? Kang Minhee, dia bisa ngelakuin apa aja buat dapatin sertifikat itu dari kamu dan balik namanya jadi nama dia.”

“Tapi, aku gak pernah dapat laporan kalau ada yang hilang dari tempatku. Dan gimana juga dia bisa balikin nama secepat itu?”

“Udah aku bilang, dia bisa ngelakuin apa aja buat dapatin apa yang dia mau, termasuk buat amanin posisinya saat ini. Dia juga bisa bunuh pak Ahn, Seong.” Hyeop menjawab cepat. “Dia bisa aja bunuh pak Ahn dan lapor ke polisi kalau dia gak sengaja ketemu. Apalagi dari yang aku dengar, jarak antar waktu kematian—dari hasil pemeriksaan—sama waktu dia lapor kalau dia ketemu jenazahnya pak Ahn itu cukup lama. Dia yang bunuh, dia sengaja ngulur waktu buat lapor agar semua nganggap kalau emang dia cuma ketemu pas pak Ahn beneran udah meninggal.”

Penjelasan panjang Hyeop setelah itu tidak langsung dijawab Yunseong. Ia juga tidak tahu jawaban macam apa yang harus ia berikan pada tunangan tentang itu semua. Tapi, ada satu rasa menjengkelkan yang tiba-tiba datang dan menyerangnya lagi.

Ia semakin kesal dan benci pada Minhee.

Jika apa yang Hyeop katakan itu memang benar, apa yang si Kang sialan itu mau darinya? Kenapa bocah sialan itu begitu ingin mempertahankan tempat itu? Ia bukan pemilik aslinya, tapi kenapa begitu berambisi untuk memiliknya? Dan lebih dari itu, kenapa ia ikut campur urusan Yunseong?

Sialan. Ini tidak bisa dibiarkan!

Meraih ponsel yang ada di sisinya, Yunseong segera bergerak cepat untuk menelpon orang kepercayaannya lagi. Dan saat orang di ujung sana sudah menjawab telponnya, ia mengatakan sesuatu yang sukses membuat Hyeop—yang masih berdiri di depannya—tersenyum begitu saja.

“Laporin Kang Minhee ke polisi atas tuduhan pembunuhan pak Ahn, orang yang punya tanah yang dia akuin sebagai tanah dia."

“Welcome to the hell, Kang Minhee.”

”

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.























Thank you...

THE ANTAGONIST || HwangMini - discontinueWhere stories live. Discover now