🍹 Tiga Puluh Sembilan

161 34 1
                                    

Minhee tidak marah pada Yunseong.

Siapa yang mengatakan jika ia marah pada lelaki Hwang itu?

Ah, awalnya ia memang marah—entah banyak atau sedikit, tapi ada rasa marah yang terselip dalam hatinya untuk lelaki itu.

Jelas bukan tanpa alasan.

Tapi, satu kenyataan yang baru saja ia ketahui tentu membuat rasa itu datang.

Minhee pikir, ia cukup marah karena Yunseong yang seharusnya ditunangkan dengannya malah mau saja dibodohi oleh orang lain dan berbalik melawannya. Lelaki itu yang menjadi satu-satunya harapan yang ia miliki ketika diusir dengan tidak layak dari rumahnya sendiri. Tapi, yang Yunseong lakukan padanya justru memupuk marah dan kesalnya. Minhee bahkan masih ingat bagaimana ia pertama bertemu dengan Yunseong—lagi dan lelaki itu langsung menatapnya dengan tatapan tidak senang.

Lalu kini, marahnya semakin menjadi karena satu kenyataan lain lagi.

Yunseong itu bukan hanya orang yang seharusnya ditunangkan dengannya. Tapi lelaki itu adalah orang terdekatnya dari masa lalu—terlalu dekat malah. Lebih lagi, orang itu adalah orang yan menjanjikannya sebuah perlindungan.

Tapi, apa yang terjadi?

Ya, itu semua yang dipikirkan orang-orang tentang alasan Minhee harus marah.

Tapi tidak. Minhee tidak marah.

Perihal Yunseong yang harus ditunangkan dengannya dan berakhir melawannya, Minhee sudah menerima itu. Sudah banyak waktu berlalu dan ia tak lagi peduli.

Lalu, perihal yang baru saja ia ketahui, ia tak jadi marah. Dengan alasan, semua tak sepenuhnya salah Yunseong.

Pertama, mereka sama-sama masih kecil waktu itu. Apa yang bisa diharapkan dari janji yang dibuat bocah yang bahkan belum mengenal apa itu melindungi?

Kedua, mereka sama-sama tidak tahu. Yunseong memang tidak mengatakannya, tapi Minhee tahu jika lelaki Hwang itu pasti tidak tahu juga. Mereka tidak pernah mengucapkan nama mereka selama bertemu dulu. Hanya panggilan ‘kakak’ dan ‘adek’ untuk satu sama lain.

Lalu, kenapa ia harus marah?

Mungkin, ia akan terus marah pada semesta yang seakan terus mempermainkannya.

Tapi, apa yang bisa dilakukan untuk itu? Semua sudah terlanjur.

Ia dan Yunseong selamanya tidak akan ada di sisi yang sama. Mereka akan selalu berlawanan.

Dengan semua pemikiran itu yang mampir ke kepalanya, Minhee memutuskan untuk mengakhiri acara diamnya. Ia memutuskan untuk menemui Yunseong saat lelaki itu pulang dari kantornya. Lagi pula, semakin lama ia diam, masalah tidak akan selesai dan yang ada hanya dirinya yang tidak akan mendapatkan kembali apa yang ia inginkan.

“Yunseong?”

Saat ia bersuara untuk memanggil yang lebih tua, Minhee dapat melihar ekspresi kaget di wajah tampan itu. Sepertinya, lelaki itu memang tidak mengira jika ia akan lebih dulu keluar dan bersuara seperti ini.

“Iy-iya?”

Minhee mengulum bibirnya, menatap Yunseong yang seperti tak fokus seperti ini sedikit banyak membuatnya merasa bersalah. Ia tidak tahu, tapi rasa itu menyelip begitu saja di antara semua kekesalahan dan marahnya.

Sialan, kenapa juga harus seperti itu?

“Besok lo sibuk?”

Tapi, Minhee abaikan rasa lain itu. Ia harus kembali pada tujuan awalnya.

“Kenapa? Lo butuh sesuatu?”

Dijawab anggukan dua kali oleh si manis Kang, “gue mau ke area bangunan baru lo itu alias tanah punya gue. Gue mau ambil sertifikat tanah itu di Dongpyo sama ngambil hal lain lagi yang gue simpan di sana.” Jawab Minhee kemudian.

Tidak ada protes dan tanggapan lebih dari Yunseong. Lelaki Hwang itu hanya mengangguk dua kali begitu saja.

“Ya udah, pergi aja kalo lo emang mau pergi.”

“Tapi lo yang harus nganterin gue ke sana.”

“Gimana?”

“Lo bego apa gimana? Tadi jelas-jelas gue nanya, besok lo sibuk apa enggak. Itu artinya lo harus luangin waktu lo karna gue mau lo yang nganterin gue ke sana.”

“Oke, gue bisa anterin lo ke sana besok.” Yunseong kembali mengangguk sambil memberikan jawaban itu. “Tapi, kenapa gue harus ngelakuin itu? Bukannya lo marah sama gue?”

Mendengus malas, Minhee lalu mengacungkan satu jari tangan kanannya di hadapan yang lebih tua.

“Satu, gue gak marah sama lo. Kata siapa gue marah sama lo?”

Sekarang, dua jari.

“Dua, lo harus nganterin gue biar lo lihat semua usaha gue dan lo semakin merasa bersalah.”

Tiga jari teracung.

“Tiga, biar mantan tunangan lo itu tahu kalo gue udah dapatin balik salah satu hal yang harusnya jadi milik gue yaitu lo. Jadi tolong kasih tahu sama dia kalo besok gue mau ke sana sama lo dan kalo bisa, dia juga datang. Gue mau liat muka keselnya.”

Setelah semua alasan Minhee berikan, Yunseong terlihat mengangguk lagi.

“Oke, terus kapan gue bisa ngomong sama lo tentang yang terjadi sebelumnya?”

Lalu, saat pertanyaan itu diajukan, dengan santai Minhee menggeleng.

“Gue gak mau ngomong tentang apapun yang lo maksud itu.”

“Jadi, lo gak akan mau maafin gue?”

“Bisa jadi.”

“Gue harus apa biar lo mau maafin gue?”

“Gak ada.”

“Gue bisa ngelakuin apa aja buat kata maaf dari lo. Bahkan buat usaha lo sekarang, lo bisa manfaatin gue.”

“Gue emang lagi manfaatin lo. Tapi gue gak janji buat maafin lo.”

“Hee...”

”

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.














Thank you...

THE ANTAGONIST || HwangMini - discontinueTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang