🍹 Dua Puluh Satu

271 48 0
                                    


Yunseong mengabaikan sepenuhnya teriakan Minhee saat ia keluar dari kamar di mana mereka berdebat tadi dan membiarkan bocah itu tetap di dalam sana—tidak lupa menguncinya juga. Ada hal yang lebih penting untuk dilakukannya dari pada hanya diam dan mendengarkan teriakan pemilik marga Kang itu. Dan ini terlampau penting.

Melangkah cepat menuruni tangga, lelaki Hwang itu segera mengeluarkan ponselnya dari saku celananya. Dengan gerakan yang masih sama cepatnya, ia segera menarikan jemarinya di atas layar benda persegi itu untuk menghubungi orang kepercayaannya. Panggilan dijawab pada dering ketiga, membuatnya tak menunggu untuk langsung mengajukan apa yang sudah ingin ia tanyakan sejak tadi.

“Gimana? Udah ketemu?”

“Masih gak ketemu, tuan. Ini udah kelima kalinya kami membongkar seluruh isi rumah Kang Minhee. Tapi hasilnya tetap sama, sertifikat tanah itu udah gak ada.”

Jawaban yang diberikan si orang kepercayaan dari ujung sana membuat Yunseong mengepalkan kedua tangannya, dalam diam menahan emosi yang tiba-tiba muncul.

Ini terlalu aneh. Minhee tidak mungkin masuk ke penjara dengan membawa serta sertifikat tanah itu. Yunseong masih ingat dengan jelas bagaimana ia berhasil membawa polisi untuk menyeret bocah itu ke penjara. Tidak ada apapun yang turut serta dibawa bocah itu.

Lalu, usahanya untuk mencari keberadaan sertifikat tanah itu sudah dilakukan sejak Minhee masuk ke penjara. Dan selama ini, hasilnya tetap tidak ditemukan. Bukankah itu terlalu aneh? Ke mana perginya sertifikat itu?

“Usaha! Cari sertifikat itu sampai dapat, ke mana aja. Tanya siapa aja, terlebih orang-orang di sekitar situ, siapa aja yang udah keluar masuk rumah itu selain orang-orang kita.”

“Kami sudah sempat melakukan itu, tuan.”

“Ya?”

“Kami sudah sempat bertanya pada warga sekitar sini termasuk teman Kang Minhee yang bernama Son Dongpyo tentang siapa saja yang pernah masuk ke rumah Minhee sejak dia di penjara. Dan mereka mengatakan bahwa sempat melihat Cha Junho masuk ke rumah Minhee.”

“A-apa?”

Yunseong terlalu kaget dengan sebuah informasi baru yang dikatakan orang di ujung sana. Junho? Apa yang dilakukan bocah itu sebenarnya?

“Awalnya saya juga ragu, tuan. Tapi dua hari yang lalu, Junho memang datang kembali dan masuk ke rumah Minhee.”

Oh, adakah yang ia lewatkan di sini? Yunseong seketika merasa bodoh.

“Selidikin dia juga. Cari tahu apa hubungannya sama Minhee dan apa yang mau dia lakuin sebenarnya.”

“Baik, tuan.”

“Tentang kerabatnya tuan Ahn gimana?”

“Tuan Ahn punya satu anak laki-laki. Ia bekerja sebagai kasir di salah satu minimarket yang ada di dekat tempat ini.”

Wah, kenyataan dengan keanehan macam apa lagi ini?

“Kapan dia balik ke rumahnya?”

“Tergantung dari jadwal kerjanya. Tapi hari ini dia akan pulang malam.”

“Kita temuin dia nanti malam, sekarang lanjutin kerjaan kalian.”

“Baik, tuan.”

Yunseong memutuskan sambungan telpon itu dan diam di tempat yang sama. Ia memang sudah berhenti melangkah sejak telponnya dijawab oleh orang kepercayaannya tadi. Dalam diamnya, otaknya kembali sibuk bekerja—memikirkan tentang hal aneh lainnya yang baru saja ia dengar.

Anak tuan Ahn—yang dari pria itu ia membeli tanah di mana Minhee tinggal dengan harga luar biasa—hanya bekerja sebagai kasir pada sebuah minimarket? Omong kosong macam apa ini? Lalu, ke mana uang itu pergi?

Yunseong pikir, sekalipun pria itu punya hutang terlampau besar, uang yang ia berikan untuk menukarnya dengan tanah itu sudah sangat cukup untuk membuat anak pria itu tidak harus bekerja sebagai kasir. Hal gila macam apa yang sudah terjadi di sini?

Memikirkan hal itu lebih banyak, Yunseong akhirnya menemukan satu nama yang dikiranya bisa menjelaskan hal ini lebih banyak padanya. Tidak lain, tunangannya pasti tahu banyak tentang ini. Ia juga masih ingat apa yang Yoshi katakan padanya bahwa ia sebaiknya bertanya pada tunangannya itu. Ingat jika semua urusan tentang tanah itu dibahas melalui Hyeop?

Kembali sibuk dengan ponselnya, lelaki Hwang itu kini memilih untuk segera mengubungi tunangannya. Mereka perlu bicara.

Panggilan dijawab setelah dering pertama—membuat Yunseong mendengus kecil. Sepertinya, si Lee itu sudah menunggu ia untuk menghubungi. Sudah berapa lama waktu berlalu sejak pertengkaran mereka waktu itu? Oh, itu saat Minhee baru ditangkap dan bocah itu kini sudah keluar dari penjara.

“Aku kira kamu gak bakal ngehubungin aku lagi.” Yunseong belum mengatakan apapun, tapi si Lee itu sudah berucap lebih dulu dari ujung sana. “Udah punya pembelaan? Buat semua yang udah kamu lakuin.”

Yunseong kembali mendengus, ia benci dituduh seperti itu. Kenapa Hyeop terus membuatnya hidup dalam tuduhan tentang sesuatu yang sebenarnya tidak penting? Ia bahkan masih belum tahu apa yang membuat Minhee menciumnya pagi itu. Lalu, kenapa tunangannya itu bertingkah seakan ia telah melakukan kesalahan besar untuk waktu yang sangat lama? Tidakkah ia berpikir bahwa yang membawa Yunseong dalam banyaknya masalah dengan Minhee adalah dirinya sendiri?

“Apapun yang kamu pikirin, kita harus bicara.” Lelaki Hwang itu lalu berucap demikian.

“Aku sibuk hari ini.”

“Hari ini atau gak sama sekali.”

“Yunseong!”

Masa bodoh! Yunseong tidak peduli!

Masa bodoh! Yunseong tidak peduli!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.














Thank you...

THE ANTAGONIST || HwangMini - discontinueTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang